Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengumumkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia siang ini, Senin (27/6/2022). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana sendiri sebelumnya telah mengabarkan informasi tersebut melalui pesan singkat kepada awak media.
"Pernyataan akan disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh," tutur Ketut kepada wartawan, Minggu, 26 Juni 2022.
Selain terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia, akan ada pula pembahasan soal penanganan perkara impor garam.
Advertisement
Penyidik telah mengumumkan tiga tersangka dalam perkara pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 oleh PT Garuda Indonesia, yakni Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia periode 2009-2014, Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia periode 2011-2012 Setijo Awibowo, dan Vice President Treasury Management Garuda Indonesia periode 2005-2012 Albert Burhan.
Baca Juga
Sebelumnya, Selasa (21/6), Penyidik Jampidsus telah menyerahkan berkas ketiga tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan tahap perencanaan dan tahap evaluasi proses pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA).
Negara Dirugikan Rp 8,8 Triliun
Dalam tahap perencanaan yang dilakukan tersangka Setijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisis pasar, rencana rute, analisis kebutuhan pesawat, serta rekomendasi dan persetujuan jajaran direksi.
Para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.
Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PP, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan; sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,8 triliun.
Advertisement