Liputan6.com, Jakarta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menanggapi soal kriteria Pejabat (Pj) Gubernur penggantinya. Pasalnya Anies bakal berakhir masa jabatan pada 16 Oktober 2022 mendatang.
Baca Juga
Menurut Anies pemberhentian dirinya sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta itu adalah siklus kehidupan yang mempunyai awal dan akhir.
Advertisement
"Tapi gini kita semua tahu bahwa di dalam sebuah siklus kehidupan ada awal ada akhir. Kita semua. Ada datang ada pergi. Itu sesuatu yang sejak kita masih kecil adalah sesuatu yang terbiasa saja," kata Anies ditemui usai menghadiri Jakarta Investment Forum, di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022).
Anies menjelaskan agar Pj Gubernur Jakarta penggantinya kelak berpedoman pada Rencana Pembagunan Daerah (RPD) yang telah ditetapkan. RPD dinilai Anies harus menjadi pegangan bagi siapa pun yang nanti memimpin Jakarta.
"Kemudian ada yang namanya pembangunan jangka menengah, itulah pegangan dari siapa pun yang memimpin di institusi apapun, di provinsi mana pun. Termasuk di Jakarta. Jadi ada RPJMD namanya sekarang RPD hingga 2026," jelas Anies.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menuturkan memimpin Jakarta tak dapat dilakukan pakai selera. Namun, harus mengacu pada RPD, yang seterusnya diturunkan jadi rencana kerja tahunan.
"Ini yang harus diikuti oleh siapa pun yang nanti menjalankan, siapapun. Namanya menjalankan kan. Jadi kita ini tidak bekerja pakai selera. Tapi dari rencana pembangunan daerah. Dari situ diturunkan menjadi rencana kerja tahunan," ujar Anies.
"Ini yang harus dilaksanakan. Karena itu tadi saya sampaikan di dalam paparan ada slidenya tentang RPD sampai 2026. artinya bukan hanya untuk periode 2022 - 2024 dimana di situ akan ada Pj tapi lebih panjang lagi dan itu sudah ditetapkan," lanjut dia.
Anies Binggung Muncul Kehebohan Soal Penggantinya
Anies juga menambahkan, pergantian kepemimpinan ini merupakan hal biasa yang dialami oleh seluruh kabupaten/kota dan provinsi.
“Yang jelas bahwa, proses yang terjadi di Jakarta itu dialami oleh semua provinsi, dialami oleh semua kabupaten/kota yang periodenya berakhir 2022. Makanya yang heran, kok DKI Jakarta yang jadi berita. Padahal sudah semua tempat mengalami hal yang sama,” kata Anies.
Selain itu, Anies juga ingin Jakarta menjadi lebih maju dengan suasana yang bersatu.
“Jadi ini supaya jadi perhatian bagi semuanya dan bantu untuk memberikan info yang mencerahkan, bukan info yang membingungkan dan menimbulkan percakapan-percakapan yang kurang produktif. Toh kita semua ingin Jakarta yang lebih maju, suasana lebih bersatu, itu lah keinginan kita semuanya,” tambah Anies.
Menurut Anies, ini adalah proses yang biasa dalam sebuah siklus kehidupan. Pasalnya, akan selalu ada awal dan akhir.
“Tapi gini, kita semua tahu bahwa di dalam sebuah siklus kehidupan, ada awal, ada akhir. Kita semua, ada datang, ada pergi. Itu sesuatu yang sejak kita masih kecil adalah sesuatu yang terbiasa saja,” kata Anies.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta telah memutuskan bakal mengadakan rapat paripurna penyampaian pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) pada Selasa 13 September 2022 mendatang.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan penjadwalan tersebut telah disepakati seluruh jajaran Badan Musyawarah (Bamus) termasuk Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Marullah Matali beserta jajarannya.
Prasetio menjelaskan penjadwalan rapat paripurna tersebut merupakan amanat yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022.
Advertisement
Menerka Langkah Anies Baswedan Jaga Momentum tanpa Jabatan Gubernur DKI
Masa "menganggur" usai habis masa jabatan Gubernur DKI sampai Pemilu, Pilkada, dan Pilpres 2024, diyakini memengaruhi popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan, yang disebut-sebut berpotensi ikut Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang. Dengan tidak lagi menjadi gubernur, aspek pemberitaan sangat mungkin berkurang.
Oleh karena itu, Anies perlu terus-menerus menjadi pusat perhatian dan sumber pemberitaan, dengan melakukan aktivitas politik atau kegiatan lainnya. Hal tersebut demi mengelola dan mempertahankan elektabilitas dan popularitasnya.
Proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden 2024 sendiri dilakukan sekitar Juni 2023. Saat ini, elektabilitas dan popularitas Anies Baswedan cukup tinggi untuk bertarung dalam Pilpres 2024. Lalu, bagaimana nanti upaya Anies Baswedan untuk menjaga momentum tersebut setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI.
Kepala Departemen Politik dan Sosial CSIS (Centre for Strategic and International Studies), Arya Fernandes, menilai, ada jeda sekitar delapan bulan dari saat Anies Baswedan tidak lagi menjabat Gubernur DKI hingga ke proses pendaftaran capres. Menurut Arya, waktu delapan bulan itu bisa dimanfaatkan Anies untuk melakukan safari-safari politik.
"Kunjungan-kunjungan kepada masyarakat pada daerah-daerah atau provinsi-provinsi di mana menurut sejumlah hasil survei, posisi dia masih lemah dibanding kandidat lain. Misalnya, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan beberapa provinsi lainnya di Indonesia bagian timur," terang Arya Fernandes kepada Liputan6.com.
Sisa waktu Anies menjabat itu bisa menjadi momentum yang pas bagi Anies untuk melakukan aktivitas-aktivitas politik, yang mungkin sulit dilakukan kandidat-kandidat capres dan cawapres lainnya yang masih menjadi kepala daerah atau menteri. Anies pun dapat melakukan komunikasi kepada partai politik.
Sebab, sebagai kepala daerah non-partai, Anies membutuhkan lobi-lobi politik dengan sejumlah partai politik untuk memenuhi ambang batas pencalonan yang mencapai sekitar 20 persen. Anies dan tim suksesnya juga dapat melakukan proses identifikasi pemilih, targeting pemilih, serta membangun narasi-narasi politik, terutama pada kelompok-kelompok pemilih baru.
Arya berpendapat, waktu delapan bulan bisa cukup efektif untuk Anies membangun basis politik yang loyal. Terlebih, dari sisi popularitas, mantan rektor Universitas Paramadina ini angkanya cukup tinggi, yakni di atas 80 persen.
"Namun, memang masih ada PR untuk meningkatkan keterpilihan pada daerah-daerah yang memang bukan menjadi basis politik Pak Anies, terutama di daerah kompetitor beliau, Pak Ganjar, yang cukup kuat di Jawa Tengah. Saya kira menjelang masa pendaftaran, hal-hal tersebut bisa dilakukan dengan baik oleh Pak Anies," tuturnya.