Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku bakal menggelar rapat pimpinan atau rapim, terkait permohonan Lukas Enembe (LE) untuk berobat ke luar negeri.
Diketahui, guber Papua itu acap kali mangkir dari pemeriksaan KPK dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua karena masalah kesehatan.
Baca Juga
“Pengacara LE meminta berobat terhadap kliennya keluar negeri, tentu akan kita bahas di rapim karena putusannya tidak bisa apa keputusan sendiri ini adalah keputusan pimpinan,” kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto kepada awak media, Selasa (29/11/2022).
Advertisement
Karyoto mengakui, penanganan kasus dugaan rasuah menjadi atensi khusus oleh KPK. Oleh karenanya, segala keputusan dan tindakan dilakukan adalah keputusan bersama para pimpinan.
“Masalah di Papua ini memang jadi apa perhatian khusus dari kami dan pimpinan, dalam hal tindakan tindakan yang akan dilakukan,” jelas Karyoto.
Dalami Hasil Pemeriksaan
Diketahui, KPK masih mendalami hasil pemeriksaan kesehatan Lukas Enembe di kediamanya di Papua. Sebelumnya, KPK dimpimpin Ketuanya, Firli Bahuri telah menemui Lukas Enembe pada Kamis, 3 November 2022 untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Namun, hasil dari pemeriksaan itu hingga saat ini belum memutuskan tindakan lanjutan. Apakah Lukas akan dijemput paksa atau diizinkan melanjutkan berobat ke luar negeri sesuai dengan permintaan pengacaranya.
"Tentu kami harus lakukan analisis mendalam bahwa sekali lagi kami tidak ingin melanggar hukum ketika menegakan hukum. Dan yang perlu digarisbawahi bahwa di dalam penegakan hukum itu menjunjung tinggi hak asasi manusia menjadi penting," kata Ali saat dikonfirmasi terpisah.
Advertisement
Buka Opsi Jemput Paksa
Menurut Ali, penjemputan paksa terhadap seorang tersangka bisa dilakukan saat tersangka mangkir dari pemeriksaan tanpa ada keterangan sedikit pun. Namun untuk Lukas Enembe, menurut Ali pihak kuasa hukumnya masih berusaha berkomunikasi dengan tim penyidik KPK.
"Bahwa jemput paksa itu ketentuan normatif di dalam hukum acara pidana, ada ruang untuk itu, di dalam pasal 112 Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP itu ada. Ketika misalnya seorang tersangka mangkir tidak ada sama sekali konfirmasi pada panggilan yang pertama, yang kedua, baru yang ketiganya diambil atau dijemput paksa, itu bisa dilakukan," kata Ali.
"Nah dalam proses ini kan memang kemudian ada ruang diskusi, sekali pun kami selalu mengingatkan saudara penasihat hukum agar tidak membukanya di ruang publik," Ali menutup.