Sekjen PKB: Sistem Proporsional Terbuka Opsi Terbaik Pemilu 2024

Hasan menjelaskan pragmatisme politik harus diakui saat ini memang terjadi dalam berbagai tingkatan, baik di level Pilkades, Pileg, hingga Pemilihan Presiden.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jan 2023, 19:53 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2023, 19:53 WIB
PKB
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB Hasanuddin Wahid saat membuka Diskusi Publik bertajuk Daulat Rakyat vs Daulat Partai di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2021). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Sistem proporsional terbuka dalam demokrasi Indonesia masih memicu pragmatisme politik. Kendati demikian kembali sistem proporsional tertutup hanya akan membawa Indonesia kembali ke masa lalu.

“Sistem proporsional terbuka bagi PKB masih merupakan opsi terbaik untuk diterapkan dalam Pemilu 2024. Memang ada ekses negatif berupa munculnya liberalisme politik yang memicu pragmatisme calon maupun pemilih. Tetapi itu yang harus dicarikan solusi bersama, bukan malah mengganti sistemnya,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB Hasanuddin Wahid saat membuka Diskusi Publik bertajuk Daulat Rakyat vs Daulat Partai di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2021).

Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah narasumber yakni Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Anggota Komisi II dari FPKB Yanuar Prihatin, Pengamat Politik Ray Rangkuti, dan Praktisi Pemilu Alwan Ola Riantoby. Diskusi ini diikuti sejumlah kader PKB maupun aktivis pro demokrasi dan peggiat Pemilu.

Hasan menjelaskan pragmatisme politik harus diakui saat ini memang terjadi dalam berbagai tingkatan, baik di level Pilkades, Pileg, hingga Pemilihan Presiden. Situasi ini muncul karena mayoritas pemilih di Indonesia masih didominasi oleh pemilih emosional dibandingkan pemilih rasional.

“Pragmatisme politik ini memang kita rasakan mulai dari Pilkades, Pileg, hingga Pilpres. Kenapa karena di Indonesia pemilih masih didominasi oleh pemilih irrasional,” katanya.

Kultur pemilih di Indonesia, lanjut Hasan memang berbeda dengan kultur pemilih di negara maju. Jika di negara maju seorang calon pemilih publik dipilih karena gagasan dan program, di Indonesia lebih karena pragmatisme maupun kedekatan emosional.

“Program dan gagasan di Pemilu Indonesia masih menjadi kembang-kembang demokrasi. Belum menjadi subtansi,” katanya.

Kendati demikian, kata Hasan, pragmatisme politik ini masih bisa dicarikan solusi melalui pendidikan politik intensif kepada calon pemilih. Kedewasaan politik juga akan mempengaruhi seiring kesadaran pemilih jika mereka akan rugi jika hanya menerima 100 ribu atau 200 ribu tanpa peduli program dan gagasan calon yang mereka pilih.

“Nah hambatan ini yang harus diselesaikan bersama oleh stakeholder di bangsa ini. Bukan malah kembali ke proporsional tertutup yang membawa Indonesia kembali ke masa lalu. Dan ini tidak boleh terjadi,” katanya.

 

 

Kemunduran Demokrasi

 

Delapan ketua umum dan pimpinan partai politik parlemen berkumpul hari, Minggu (8/1/2023). Mereka menyatakan sikap menolak pemilu dengan sistem Proporsional Tertutup.

Usai pertemuan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali, dan Wakil Ketua Umum PPP Amin Uskara menyampaikan pernyataan sikap 8 Parpol.

Sementara Gerindra izin tidak dapat hadir namun menyampaikan sepakat dengan ketujuh parpol lain.

"Pertama, kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita," kata Airlangga di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1/2023).

Airlangga menyebut sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik.

"Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata dia.

Kedua, lanjut Airlangga, sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 yang sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum kita dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem

"Ketiga, KPU tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

Keempat, mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu terutama KPU agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 sesuai yang telah disepakati bersama

"Yang kelima, kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi. Demikian pernyataan politik untuk menjadi perhatian," pungkas Airlangga.

Infografis Adu Kuat Sistem Proporsional Tertutup dengan Terbuka di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Adu Kuat Sistem Proporsional Tertutup dengan Terbuka di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya