Kasus Penanganan Perkara di MA, KPK Tahan Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (RS SKM) Wahyudi Hardi (WH).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Feb 2023, 18:10 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2023, 18:10 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (RS SKM) Wahyudi Hardi (WH). Dia ditahan hingga 8 Maret 2023 di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

Wahyudi merupakan tersangka baru kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dia dijerat sebagai penyuap Hakim Yustisial yang juga Panitera Pengganti MA Edy Wibowo (EW).

"Terkait kebutuhan dari proses penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka WH selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 17 Februari 2023 hingga 8 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers, Jumat (17/2/2023).

Kasus ini bermula saat PT Mulya Husada Jaya (MHJ) mengajukan permohonan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makasar. Sebagai pihak termohon yakni RS SKM.

Saat pembacaan putusan, hakim menyatakan Yayasan RS SKM pailit dengan segala akibat hukumnya. Dengan putusan tersebut, pihak Yayasan RS SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan ditingkat pertama di tolak dan memutus Yayasan RS SKM tidak dinyatakan pailit.

Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi dapat dikabulkan, Wahyudi yang tak lain adalah Ketua Yayasan RS SKM berinisiatif menyiapkan sejumlah uang. Wahyudi kemudian berkomunikasi intens dengan Muhajir Habibie dan Albasri selaku PNS pada MA untuk membantu dan mengawal proses kasasi.

Sebagai bentuk komitmen, Wahyudi diduga memberi sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp 3,7 miliar kepada Edy yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA. Uang itu diterima Edy melalui Muhajir dan Albasri.

Penyerahan uang dilakukan saat proses kasasi masih berlangsung di MA. Setelah uang diberikan, maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi dikabulkan dan menyatakan RS SKM tidak dinyatakan pailit.

Pasal yang Disangkakan

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Dalam kasus ini Wahyudi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).

Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).

Teranyar, KPK menjerat Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW).

Diduga Terima Suap Rp800 Juta

Ekspresi Hakim Agung Sudrajad Dimyati usai Jalani Pemeriksaan Lanjutan KPK
Hakim Agung nonaktif, Sudrajad Dimyati (kiri) menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (21/12/2022). Sudrajad Dimyati merupakan tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung terkait putusan kasasi pada kasus Koperasi Simpan Pinjam Intidana. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sudarajad Dimyati disangka menerima suap terkait dengan kasasi pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Dimyati diduga menerima Rp 800 juta untuk memutus koperasi tersebut telah bangkrut.

Kasus kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana ini sendiri telah diputus oleh Mahkamah Agung. Dimyati yang menjadi hakim ketua dalam perkara itu menyatakan koperasi yang beroperasi di Jawa Tengah tersebut pailit.

Padahal dalam tingkat pertama dan kedua, gugatan yang diajukan oleh Ivan dan Heryanto itu ditolak.

Penetapan tersangka ini merupakan hasil gelar perkara pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang pada Rabu, 21 September 2022 hingga Kamis, 22 September 2022.

Infografis OTT KPK Era Firli Bahuri
Infografis OTT KPK Era Firli Bahuri (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya