Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan merevisi aturan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hal ini dilakukan buntut fenomena para pegawai dan pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) punya harta fantastis.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan berharap, semua pejabat eselon masuk dalam kategori wajib lapor LHKPN.
Baca Juga
"Tahun ini kita mau revisi. Yang pertama kita ingin di level tertentu, misalnya, kan penyelenggara negara biasanya eselon 1, eselon 2 gitu ya, kita ingin lebih bawah lagi," ujar Pahala di Bappenas, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Advertisement
Pahala mengatakan, revisi dilakukan berdasarkan pengalaman dari kasus mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo. Menurut Pahala, Rafael Alun yang merupakan ayah dari Mario Dandy, pelaku penganiayaan terhadap David Ozora Latumahina, sudah memiliki harta fantastis saat belum menjadi wajib lapor.
"Lihat RAT, dia itu beli sebelum lapor sebagai wajib lapor LHKPN. Sebelum 2011 dia beli aset, dia enggak mesti lapor karena jabatannya belum sampai. Nah, kita ingin merevisinya. Kita ingin lebih bawah lagi, jangan eselon 1, eselon 2, tapi yang lebih bawah lagi. Pegawai biasa pun kalau ada potensi, itu kita suruh wajib lapor," kata Pahala.
Transaksi Rp300 Triliun Pegawai Kemenkeu
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkap adanya transaksi mencurigakan di kalangan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang nilainya mencapai Rp300 triliun. Menurut Mahfud, transaksi mencurigakan tersebut melibatkan 460 orang.
Mahfud mengatakan, transaksi mencurigakan tersebut sudah terjadi sejak 2009. Namun tak ada tindak lanjut dari Kemenkeu.
"Itu tahun 2009 sampai 2023, ada 160 laporan lebih, itu tidak kemajuan informasi. Sudah diakumulasi, semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu. Yang akumulasi terhadap transaksi yang menrucigakan itu bergerak di sekitar 300 triliun, tapi sejak tahun 2009," ujar Mahfud dalam keterangannya, Kamis (9/3/2023).
Mahfud menyayangkan transaksi mencurigakan tersebut tidak ditindaklanjuti langsung oleh pihak Kemenkeu. Padahal, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menyampaikan adanya kejanggalan transaksi itu sejak 2009.
"Sejak 2009, karena laporan tidak diupdate tidak diberi informasi, respons. Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kayak yang Rafael, Rafael itu kasus sudah dibuka, lah ini sudah dilaporkan dulu kok didiemin, baru sekarang," kata Mahfud.
Meski demikian, Mahfud mengapreasiasi gerak cepat Menkeu Sri Mulyani dalam menghadapi polemik ini. Sri Mulyani bahkan langsung memecat Rafael Alun Trisambodo.
"Menurut saya, saya sangat hormat dan salut pada Bu Sri Mulyani yang begitu hebat itu, untuk membersihkan itu. Sudah lama, mengambil tindakan cepat, tapi menumpuk sebanyak itu, karena bukan Sri Mulyani itu. Ganti menteri sudah empat kali sejak 2009, enggak bergerak dan keirjenan baru memberi laporan kalau dipanggil kali," jelas Mahfud.
Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana membenarkan pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal adanya transaksi janggal para pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mencapai Rp300 triliun.
Ivan menyebut laporan hasil analisis terkait sudah dia sampaikan ke pihak Kemenkeu sejak 2009.
"Sudah kami serahkan ke Kemenkeu sejak 2009 sampai 2023," ujar Ivan saat dikonfirmasi, Rabu (8/3/2023).
Advertisement