Hari Santri Nasional: Jaga Persaudaraan dan Politik Kemaslahatan

Hari Santri Nasional (HSN) diperingati setiap 22 Oktober, merupakan salah satu bentuk pengakuan dan apressiasi Negara terhadap jejak perjuangan, kiprah dan kontribusi kalangan santri terhadap bangsa Indonesia.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 22 Okt 2023, 09:30 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2023, 09:30 WIB
Ilustrasi Hari Santri Nasional 22 Oktober
Ilustrasi Hari Santri Nasional 22 Oktober. (Photo Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Hari Santri Nasional (HSN) diperingati setiap 22 Oktober, merupakan salah satu bentuk pengakuan dan apressiasi Negara terhadap jejak perjuangan, kiprah dan kontribusi kalangan santri terhadap bangsa Indonesia.

Direktur Ekskutif Said Aqil Siroj Institut (SAS) Institute Dr. H. Sa’dullah Affandy mengatakan, pemilihan tanggal 22 Oktober diketahui bertepatan dengan peristiwa sejarah “Resolusi Jihad NU”, sebuah panggilan perlawanan dan perjuangan santri melawan kolonialisme Belanda di Surabaya pada 1945.

“Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA (Kiai Said) mengatakan, penetapan HSN tanggal 22 Oktober melalui Keppres No 22 Tahun 2015 menceritakan awalnya pemerintah ingin menetapkan HSN pada 1 Muharram, bertepatan dengan awal tahun Hijriyah. Namun sebagai Ketua Umum PBNU waktu itu, Kiai Said mengusulkan tanggal 22 Oktober, bertepatan dengan peristiwa sejarah perjuangan dan perlawanan santri dalam rangka membebaskan negeri ini dari kungkungan dan cengkeraman penjajah,” kata pria karib disapa Kiai Sa’dun ini melalui keterangan pers diterima, Minggu (22/10/2023).

Kiai Sa’dun memastikan, Hari Santri tidak hanya berkaitan dengan peristiwa masa lalu santri. Sebab, Santri hari ini adalah penerus perjuangan santri-santri masa lalu, meneruskan cita-cita kemerdekaan, kedaulatan, dan keadilan.

“HSN sebagai bentuk kepedulian santri terhadap cita-cita dan perjuangan santri, di tahun politik ini para santri berharap pemimpin yang akan terpilih nanti bisa membawa kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat Indonesia,” harap Kiai Sa’dun.

Menginjak tahun politik, lanjut Kiai Sa’dun, SAS Institute menyerukan kepada seluruh kontestan pemilu dan pilpres untuk mengedepankan etika politik, menghindari permusuhan dan perpecahan umat, tidak menggunakan politik identitas, hate speech.

“Apalagi menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Jangan! Sebab hakikat kekuasaan adalah amanat dan tanggung jawab. Sebagaimana dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW,” wanti Kiai Sa’dun.

“Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun an raiyyatihi” yang berarti setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya,” imbuhnya.

Kiai Sa’dun menjelaskan, dalam pandangan SAS kekuasaan hanyalah “wasilah” (perantara) bukan “maqasid” (tujuan). Tujuan kekuasaan adalah menciptakan dan mewujudkan kemaslahatan dan keadilan kepada seluruh umat.

Kiai Sa’dun meminta, kontestan pemilu dan pilpres hendaknya tidak berhenti pada “wasilah” berupa kekuasaan tetapi bagaimana agar kekuasaan itu berdampak dan memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi umat.

“Sebagaimana demokrasi kita tidak hanya berhenti pada demokrasi procedural melainkan beranjak pada demokrasi substantial. Tidak hanya berhenti pada demokrasi politik meliankan juga demokrasi ekonomi,” harap Kiai Sa’dun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jaga Persatuan Warga Nahdhiyyin

Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama atau NU (NU Online)

Kiai Sa’dun berpesan, kepada saudara warga Nahdhiyyin yang berbeda pilihan partai atau pilpres diwajibkan tetap menjaga ukhuwwah Nahdhiyyah (persaudaraan sesama warga NU), bagi sesama umat Islam juga pelihara ukhuwwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim ) dan untuk semua warga Indonesia kedepankan persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathoniyah).

SAS Institute berharap momentum HSN ini mengingaktan perjuangan para santri terdahulu yang mengedepankan pengabdian, ketulusan, dan keikhlasan dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini,” pesan Kiai Sa’dun.

Kiai Sa’dun yakin, HSN tidak hanya milik dan untuk santri melainkan untuk semua yang berjiwa santri, yaitu mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilan kesantrian, yaitu tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), ta’adul (keadilan), tawazun (seimbang).

“SAS berterima kasih kepada negara dan pemerintah Jokowi yang telah melahirkan HSN. Selamat Hari Santri 2023, tetap jaya, berkah dan maslahah,” Kiai Sa’dun menandasi.

Infografis Berebut Dukungan dan Suara Nahdliyin di Pilpres 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Berebut Dukungan dan Suara Nahdliyin di Pilpres 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya