Soroti Kasus Suap Peradilan, KY Minta Hakim dan Jaksa Jaga Integritas

Fajar menilai insiden OTT hakim di kasus Ronald Tannur tersebut mencerminkan adanya mafia peradilan yang memanfaatkan celah hukum serta koneksi dengan aktor di dalam pengadilan.

oleh Tim News diperbarui 29 Okt 2024, 16:59 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2024, 15:10 WIB
20160106-Ilustrasi-Gedung-Komisi-Yudisial-Hel
Ilustrasi Gedung Komisi Yudisial (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar, menyerukan para hakim untuk senantiasa menjaga integritas, mengingat perilaku hakim kini  tengah dalam sorotan publik lantaran kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan tiga hakim di kasus Ronald Tannur.

“Patuhi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Selain itu, hakim juga diwajibkan untuk tidak berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak-pihak yang berperkara," ujarnya, Selasa (29/10/2024).

Ia menilai insiden OTT hakim di kasus Ronald Tannur tersebut mencerminkan adanya mafia peradilan yang memanfaatkan celah hukum serta koneksi dengan aktor di dalam pengadilan.

“Kemudian itu digunakan dalam setiap proses pengadilan,” katanya.

KY sebelumnya menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tiga hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Linggau. Mereka dianggap tidak mematuhi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956, yang mengatur bahwa kasus pidana tidak dapat diputus sebelum kasus perdatanya selesai.

PN Lubuk Linggau kembali mendapat sorotan dalam sidang eksepsi terkait terdakwa Bagio Wilujeng dan Djoko Purnomo, karena dinilai tidak mengindahkan pasal 84 ayat 1 KUHAP.

 

Tanggapi Polemik

Terpisah, mantan Ketua Komisi Kejaksaan Indonesia, Barita Simanjuntak, turut menanggapi polemik ini. Ia menyebut pihak yang merasa keberatan terkait kompetensi pelimpahan pengadilan memilik hak untuk mengajukan penolakan.

“Para pihak yang merasa keberatan itu berhak mengajukan penolakan atau merasa bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili,” katanya.

Namun, Barita menegaskan bahwa pengadilan juga memiliki pertimbangan sendiri.

“Itu dibenarkan undang-undang yang menjadi wewenang Mahkamah Agung untuk mengikuti atau tidak menyetujui proses pemindahan satu perkara dari pengadilan yang berwenang mengadili,” ucapnya.

Kemudian, bagaimana jika salah satu pihak tetap keberatan. Menurut Barita, hal itu masih bisa diajukan dalam bentuk eksepsi.

“Semua ada dalam Sistem Peradilan Pidana kita yang diatur di dalam KUHAP," ujarnya.

Infografis Profil dan Sepak Terjang Ronald Tannur. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Profil dan Sepak Terjang Ronald Tannur. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya