Yamaha Buktikan Tuduhan Kartel KPPU Salah

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tak memiliki bukti kuat dalam kasus praktik kartel Yamaha-Honda.

oleh Gesit Prayogi diperbarui 09 Jan 2017, 18:30 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2017, 18:30 WIB
Yamaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tak memiliki bukti kuat untuk membuktikan Yamaha-Honda melakukan praktik kartel.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tak memiliki bukti kuat dalam kasus praktik kartel Yamaha-Honda. Demikian ditegaskan Wakil Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Indonesia (YIMM) Dyonisius Beti.

Sebagaimana diketahui, Yamaha dan Honda disangkakan berkomunikasi dan bersekongkol untuk memainkan harga sepeda motor matik 110 cc. Menurut KPPU lobi-lobi itu dilakukan di lapangan golf.

"Investigator salah membandingkan Vario 125 Techno dengan Yamaha Soul GT yang tergolong 110 cc," papar Wakil Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Indonesia (YIMM) Dyonisius Beti. 

"Saat main golf bukan hanya Yoichiro Kojima (Presdir YIMM) dan Toshiyuki Inuma (Presdir AHM), di sana juga ada bos Kawasaki dan TVS," kata Dyonisius saat ditemui Liputan6.com di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (9/1/2017).

Selain itu, Dyonisius juga menilai bukti komunikasi yang dipakai KPPU untuk menuduh Yamaha-Honda melakukan pengaturan harga skutik 110 cc juga tidak tepat. "Isi email itu merujuk pada harga V-Ixion, sementara yang dipermasalahkan adalah skutik 110 cc," kata dia.

KPPU menurut Dyonisius, salah dalam penyajian fakta dan analisa terhadap harga skutik. Ini terlihat ketika KPPU membandingkan harga Soul GT, Vario Techno, dan Suzuki Hayate.

Sebab pada 2012 hingga 2014 Yamaha hanya membekali skutiknya itu dengan mesin 115 cc. Sementara model 125 cc baru meluncur pada awal 2015. "Investigator salah membandingkan Vario 125 Techno dengan Yamaha Soul GT yang tergolong 110 cc," papar Dyonisius. 

Mengacu pada harga Yamaha Mio J CW Teen dan BeAT Fi CW pada 2014, Yamaha melakukan penyesuaian harga sebanyak dua kali, yakni pada Juli-Agustus. Sementara kompetitornya menaikkan harga BeAT pada Februari, Maret, dan Juni.

Sepanjang tahun itu, Yamaha Mio J CW Teen naik Rp 300 ribu dan Honda naik Rp 600 ribu. "Yang namanya di Indonesia itu ada waktu tertentu yang membuat kami menaikkan harga, misal awal tahun ketika ada tarif BBN baru dan Lebaran," imbuh dia.

"Investigator tidak dapat menunjukkan secara ekonometris dan statistika yang patut tentang adanya pola kesamaan harga tersebut," katanya. 

Pun demikian dengan tuduhan Yamaha mematok harga motornya lebih tinggi. KPPU tidak memperhatikan biaya lain seperti STNK, TNKB, dan BPKB yang ditambahkan pada harga on the road sepeda motor.

"Bisa 41 persen dari total harga motor matik itu adalah pajak dan masuk ke negara bukan Yamaha," ia menguraikan.

Selama persidangan, pihak tertuduh tak diberi waktu untuk menjelaskan persoalan ini. Inilah yang disayangkan Yamaha-Honda terhadap KPPU.

"Dari pihak investigator bisa 2-3 jam, sementara kami diberi waktu hanya 15 menit. sehingga berita ini sangat tidak berimbang," ucapnya.

KPPU diduga melanggar 

Dari bukti inilah, Yamaha menduga adanya pelanggaran due proscces of law oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dengan aspek formil sebagai berikut:

- Tahap penyelidikan pada 22 Januari 2015, investigator diduga telah melanggar due process of law dengan mendatangi kantor Terlapor 1 (YIMM) tanpa surat pemberitahuan dan diduga melakukan pengambilan dokumen tanpa pendampingan pihak berwajib.

- Pada tanggal yang sama sekitar pukul 10.00 wib, investigator yang tidak dibekali Surat Panggilan memeriksa Sdr. Yutaka Terada (WNA Jepang) di luar kantor KPPU, yaitu di kantor Yamaha Pulogadung tanpa didampingi kuasa hukum.

- Sebelum dan selama proses persidangan, KPPU dan/atau investigator telah menyampaikan berbagai pernyataan melalui media massa yang insinuatif.

- Investigator diduga melakukan pelanggaran Pasal 39 ayat (3) UU No. 5/1999 dengan cara mempublikasikan informasi rahasia milik Terlapor 1 dalam LDP dan bahan presentasi dalam pemeriksaan pendahuluan.

- Keterangan Sdr. Yutaka Terada tidak mempunyai nilai pembuktian karena disampaikan tidak di bawah sumpang dan tidak di muka persidangan.

- Sejak awal tidak ada kejelasan periode dugaan kartel harga.

- Kesalahpahaman penyajian fakta, analisa, dan pengambilan kesimpulan yang dilakukan oleh tim investigator dalam LDP perkara a quo antara lain tidak cermat dalam menghitung peningkatan keuntungan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya