Liputan6.com, Jakarta - ‎Program-program yang dijabarkan dua pasang calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Agus Yudhoyono-Sylviana Murni dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dinilai seragam. Bahkan, program-program mereka juga tak jauh lebih baik dari pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok-Djarot Saeful Hidayat.
"(Masih seragam) artinya mereka tidak memiliki visi yang lebih baik dari petahana," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2016.
Beberapa program yang dijabarkan pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi saat turun ke warga dianggap masih banyak yang menyerupai program yang sebenarnya sudah ada dan dijalankan saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dipimpin oleh Ahok-Djarot. Padahal, sebagai penantang petahana, kedua paslon harusnya bisa memberikan program alternatif bagi kemajuan DKI Jakarta.
Advertisement
"Kalau mereka memiliki visi yang baik, harusnya bisa memberikan program alternatif di berbagai bidang. Memang tidak mudah jika pasangan calon tak punya kebijakan yang baru," ucap Syamsuddin.
Syamsuddin mencontohkan, saat Anies menjanjikan mobil keliling urusan administrasi bagi warga penyandang disabilitas di Jakarta Utara. Saat ini Pemprov DKI Jakarta sebenarnya sudah menyediakan fasilitas serupa, yakni Antar Jemput Izin Bermotor (AJIB) yang bekerja sama dengan PTSP di tiap kelurahan/kecamatan.
"Untuk transportasi publik, bahkan saat ini Pemprov DKI juga sudah menyediakan TransJakarta Care yang siap menjemput penumpang disabilitas ke halte TransJakarta terdekat," ujar Syamsuddin.
Anies juga hanya berjanji menguatkan program pembentukan Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) yang dibentuk di zaman Ahok-Djarot. Ia berjanji tak akan membubarkan PPSU yang saat ini sebenarnya sudah mendapatkan tunjangan sesuai upah minimum provinsi (UMP) ditambah biaya asuransi kesehatan dan tenaga kerja.
Sedangkan Agus dalam pidato politiknya beberapa waktu lalu soal 10 program unggulan juga dinilai masih belum mengesankan. Sebab, saat ini beberapa program seperti optimalisasi KJP sedang dilakukan Pemprov DKI dengan sistem yang mutakhir, yakni nontunai. Lalu Program Smart, Creative, and Green City juga sudah diimplementasikan dan terus dikembangkan Pemprov DKI melalui Jakarta Smart City dan sistem pelaporan Qlue.
Sementara untuk istilah Neighborhood Watch yang memberdayakan kelurahan, RT, dan RW, juga sudah diimplementasikan dalam program tersebut. Bahkan untuk tiap penyelesaian laporan, para ketua RT/RW mendapatkan tunjangan.
Agus juga akan menghidupkan kembali program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang di zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menuai banyak kritik karena gagal mendorong masyarakat untuk berkembang. Apalagi, dalam eksekusinya dulu, antrean pembagian BLT seringkali berjatuhan korban jiwa.
"Pasangan Agus-Sylvi juga belum mengemukakan besaran BLT yang nantinya mereka alokasikan jika memang terpilih," kata peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI ini.
Syamsuddin juga menyayangkan para penantang yang mengkritik program-program petahana. Akan tetapi kritik itu dilontarkan tanpa menggunakan data yang akurat dan cenderung menyesatkan.
"Kritik mengenai program tentu sehat, tapi harusnya menggunakan data yang baku sehingga akurasi bisa dipertanggungjawabkan," ujar Syamsuddin.
"Jadi saya pikir biar publik menilai kritik dengan data tidak akurat itu. Tentu itu tak mampu mengubah persepsi publik. Kalau mereka memanipulasi data, maka tentu itu namanya membodohi publik," kata Syamsuddin.‎
‎