Liputan6.com, Kotamobagu - Sejumlah kekayaan satwa serta flora endemik tersimpan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Sulawesi Utara. Di sanalah rumah bagi anoa, babi rusa, dan burung maleo.
Lahan seluas 282.008.757 Ha itu juga memberi manfaat bagi lebih dari 400 ribu penduduk Bolaang Mongondow Raya hingga Gorontalo. Namun perburuan liar, hingga illegal logging mengancam kelestarian taman nasional tersebut.
"Di tengah upaya mengadang perburuan satwa serta penebangan liar di kawasan konservasi, kami terkendala dengan masih adanya perbedaan dalam menafsirkan aturan yang ada," ungkap Kepala Balai TNBNW Noel Layuk Allo di Kotamobagu, Sulut, Rabu 22 Juni 2016.
Noel mencontohkan, ketika polisi hutan menangkap pelaku illegal logging beserta barang buktinya, mereka kesulitan untuk menghadirkan barang bukti.
"Bagaimana kami mau mengangkut 10 kubik kayu misalnya dari dalam hutan yang lokasinya sangat jauh? Sementara pihak kejaksaan sering menolak jika hanya membawa sampelnya saja," keluh Noel.
Baca Juga
Baca Juga
Untuk menyamakan persepsi dalam upaya penanganan tindak pidana, mulai dari perambahan, penebangan kayu liar, hingga perburuan, pada Selasa 21 Juni 2016 lahirlah sebuah nota kesepahaman yang disepakati sejumlah pihak.
"Kerjasama ini tertuang dalam Nota Kesepakatan atau MoU untuk Pengamanan dan Perlindungan Kawasan TNBNW," tutur dia.
Dia menambahkan, tujuan penandatanganan nota kesepakatan ini adalah untuk meningkatkan kerjasama para pihak dalam pengamanan, penindakan, dan penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
"Selain itu juga tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam pemberantasan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan," papar dia.
Advertisement
Selamatkan Hutan
Noel mengatakan, komitmen bersama itu juga untuk membangun jalur koordinasi antara lembaga penyidik untuk penuntasan kasus kejahatan kehutanan di kawasan taman nasional itu.
Para pihak yang terlibat adalah TNBNW, Kepolisian Resor Bolaang Mongondow, Kejaksaan Negeri Kotamobagu, Pengadilan Negeri Kotamobagu, serta Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi.
Kepala Kejaksaan Negeri Kotamobagu, Dasplin menambahkan, tindak pidana kehutanan merupakan salah satu kasus yang menyita perhatian kejaksaan. Mengingat penyelamatan lingkungan dan hutan itu merupakan tanggung jawab bersama.
"Memang kita perlu menyatukan persepsi hukum terkait penanganan pidana kehutanan ini," ujar dia.
Ketua Pengadilan Negeri Kotamobagu, Rommel F Tampubolon, menegaskan bahwa tindak pidana kehutanan merupakan kasus yang sangat penting untuk ditangani.
"Nota kesepakatan ini bukan untuk mengintervensi tugas kewenangan masing-masing pihak, tapi membuka ruang komunikasi para pihak untuk saling memahami tugas dan fungsi dan bekerjasama untuk membantu menyelamatkan keberadaan kawasan konservasi," tutur Romel.
Nota kesepakatakan yang diprakarsai oleh Enhancing Protected Area System in Sulawesi (e-Pass) ini berlaku selama tiga tahun dan akan diperpanjang sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Peningkatan Sistem Kawasan Konservasi di Sulawesi adalah proyek hibah Global Environment Facility (GEF) yang diinisiasi sejak tahun 2011 oleh Kementerian Kehutanan bersama Badan Program Pembangunan PBB atau UNDP.
Advertisement