Liputan6.com, Garut - Petaka itu datang saat menjelang tengah malam sewaktu sebagian besar warga Garut, Jawa Tengah, sedang terlelap tidur. Tepat pada Selasa malam, 20 September 2016, banjir bandang Garut menerjang tujuh kecamatan.
Tercatat sekitar 2.511 rumah rusak berat dan ringan, serta 100 rumah hilang akibat tersapu banjir bandang Garut. Sebanyak 6.361 orang pun diungsikan ke sejumlah lokasi pengungsian, seperti di Markas Komando Resor Militer dan Komando Distrik Militer setempat, Apotek Wira Prima, dan Rumah Sakit Guntur.
Kepala Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Dadi Zakaria, mengatakan hujan deras yang terjadi sejak pukul 19.00 WIB menyebabkan arus Sungai Cimanuk yang berada di sekitar Kota Garut meluap.
Advertisement
Ratusan rumah, perkantoran, dan instalasi vital lainnya milik pemerintah yang berada di dekat sungai akhirnya tak luput dari terjangan banjir. "Banyak warga yang tidak sempat menyelamatkan harta bendanya," ujar Dadi, Rabu pagi, 21 September 2016.
Menurut Dadi, banjir bandang tersebut merupakan yang terparah dalam 50 tahun terakhir. Besarnya luapan Sungai Cimanuk yang merupakan salah satu hulu sungai di Jawa Barat itu menyebabkan banyak korban jiwa. Bencana itu juga merusak bangunan yang dilalui sungai itu.
Bupati Garut Rudy Gunawan pun mengatakan, banjir bandang itu petaka alam terparah sepanjang sejarah kabupaten yang dipimpinnya. Bukan saja dari jumlah korban tewas dan kerusakan materi yang ditimbulkan, skala banjir juga terbilang besar.
Menurut dia, beberapa kali banjir menerjang Garut termasuk pada tahun 2015 yang setinggi lima meter. Namun, bencana banjir kali ini mencapai delapan sampai sepuluh meter.
Bupati membenarkan bahwa banjir itu akibat air Sungai Cimanuk meluap setelah hujan lebat dan lama sejak Selasa siang hingga malam. Sedangkan Sungai Cimanuk hanya dapat menampung air setinggi enam meter. "Hujan yang deras dan lama. Ini penyebab utama banjir," ujar dia, Rabu sore, 21 September 2016.
Korban Meninggal dan Hilang
Tak hanya tim SAR gabungan, berbagai pihak pun membantu pencarian korban banjir bandang Garut. Selama beberapa hari, secara berturut-turut, tim SAR gabungan menemukan korban meninggal dunia akibat banjir Garut. Seiring dengan pencarian korban, bantuan pun mengalir ke Garut, mengingat jumlah korban terdampak banjir Garut atau pengungsi mencapai ribuan orang.
Tim SAR gabungan akhirnya secara resmi menghentikan pencarian korban banjir bandang pada Senin, 13 Oktober 2016. Tepatnya pada pukul 17.00 WIB.
Berdasarkan keterangan resmi tertulis dari Badan SAR Provinsi Jawa Barat yang diterima Liputan6.com, operasi pada hari terakhir ini difokuskan di Waduk Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, yang menggunakan bantuan alat berat berupa beckhoe ponthon milik Balai Besar Jatigede Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Namun, dalam pencarian terakhir tidak berhasil menemukan korban ataupun tanda-tanda yang mengarah pada penemuan korban selanjutnya. Atas hal tersebut, tim gabungan menganggap pencarian korban sudah tidak lagi efektif dilakukan dan seluruh keluarga korban yang tidak berhasil ditemukan sudah menyatakan keikhlasannya.
Menurut juru bicara Badan SAR Provinsi Jawa Barat, Joshua Banjarnahor, seluruh tindakan pelaksanaan operasi sudah sesuai dengan hasil evaluasi tim gabungan dan kekuatan yang maksimal.
"Benar seluruh operasi pencarian secara keseluruhan dihentikan. Akan tetapi tetap ada proses pemantauan," ujar Joshua dalam keterangan tertulisnya, di Bandung, Selasa, 3 Oktober 2016.
Joshua Banjarnahor mengatakan, seluruh aktivitas pemantauan terus dilakukan secara berkala meski seluruh anggota tim gabungan pencarian kembali ke kesatuan masing-masing.
Dia menambahkan, data keseluruhan korban bencana alam banjir bandang yang berhasil ditemukan sampai dengan penutupan operasi tersebut yaitu 34 korban meninggal dunia dan 19 korban dinyatakan hilang.
Adapun berdasarkan Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat 34 orang meninggal, 19 orang hilang, dan 35 orang terluka akibat bencana itu. Sementara, sebanyak 6.361 warga harus mengungsi.
Advertisement
Relokasi Korban Bencana Garut
Banjir bandang Garut menyisakan banyak penderitaan bagi warga terdampak bencana. Lantaran itulah, pemerintah menyiapkan skema relokasi warga yang rumahnya hancur diterpa banjir dan longsor.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, pemerintah akan berkoordinasi dengan Bupati Garut dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat soal rencana relokasi ini. Sebab mereka menilai tidak mungkin membangun kembali rumah warga yang berada di pinggir kali.
"Pemerintah pusat bisa membangunkan rumah. Kemarin yang sudah ditawarkan oleh Menteri PU adalah pembangunan dua tower rusun dengan tambah rusun yang sudah jadi di daerah Bayongbong. Itu cukuplah untuk merelokasi warga yang rumahnya rusak dan tidak mungkin dibangun lagi di sana," ujar Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 27 September 2016.
Pembangunan rusun dan sistem relokasi akan dilaksanakan setelah masa tanggap darurat banjir bandang Garut selesai.
"Pak Presiden (Joko Widodo atau Jokowi) minta dibicarakan kembali apakah rusun sudah tepat jangan sampai nanti rusun ini tidak dihuni. Jadi memang saya sudah bicara dengan Pak menteri PU dan bupati agar dibicarakan dengan warga," Teten menambahkan.
Teten mengatakan pula, pertimbangan pemerintah adalah yang paling penting kehidupan ekonomi masyarakat tidak hilang setelah relokasi dilakukan. Sebab, hal ini sering terlupakan.
Presiden Jokowi pun meninjau langsung penanganan tanggap darurat bencana banjir bandang Garut. Pada kunjungannya ini, Jokowi meminta segera dibangun rumah susun (rusun) bagi korban bencana banjir. Pembangunan rusun ini menindaklanjuti persetujuan warga saat ditanyakan Bupati Garut untuk menempati rumah susun.
"Kalau masyarakat setuju maka saya putuskan dan instruksikan segera dibangun secepat cepatnya dua tower dan nantinya untuk ditempati masyarakat dan begitu pula yang di Sumedang," kata Jokowi dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 29 September 2016.
Bakal Jadi Ruang Publik
Pascabencana banjir bandang dan longsor di Garut, Jawa Barat, pada Senin 20 September 2016, pemerintah daerah setempat terus mengkaji kelayakan lokasi bencana sebagai permukiman warga terdampak.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pemerintah merekomendasikan permukiman warga yang terdampak banjir, menjadi tempat ruang publik.
"Kepala BNPB Willem Rampangilei merekomendasikan, lokasi tersebut dapat digunakan sebagai ruang publik, berupa taman terbuka, usai berdiskusi dengan Bupati Garut kemarin malam (26 September 2016)," ujar Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 27 September 2016.
Sutopo menjelaskan, alasan keluarnya rekomendasi karena permukiman yang diterjang banjir tersebut sangat berpotensi dilanda banjir.
"Saat kolonial Belanda pada 1921, daerah Garut juga pernah terendam banjir besar. Daerah bantaran sungai atau sempadan (batas) sungai adalah daerah kekuasaan sungai, yang suatu saat pasti banjir," kata dia.
"Untuk itu, peruntukannya nonpermukiman agar saat banjir tidak menimbulkan korban jiwa," Sutopo menambahkan.
Namun, menurut Sutopo, permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah setempat sekarang ini, mencari lokasi yang tersedia dan aman untuk relokasi warga.
Korban banjir bandang yang kehilangan tempat tinggal, kata Sutopo, telah ditampung sementara di rumah susun yang disediakan Pemerintah Kabupaten Garut. Rusun tersebut berkapasitas 98 kepala keluarga.
Advertisement
Usut Penyebab
Usai bencana banjir bandang Garut, Polda Jawa Barat memanggil 11 pihak yang diduga terlibat dalam perusakan lingkungan di area hulu Sungai Cimanuk. Wadir Reskrimsus Polda Jabar AKBP Diki Budiman mengatakan, pemanggilan para saksi tersebut merupakan yang pertama. Mereka pun akan dimintai keterangan awal dalam penyelidikan oleh pihak Reskrimsus.
Diki menjelaskan,‎ 11 pihak yang dipanggil sebagai saksi tersebut terdiri dari perseorangan, perusahaan, dan pemilik tempat wisata di kawasan hulu Sungai Cimanuk. Menurut Diki, kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang dijadikan kebun sayuran oleh warga setempat.
"Seputar itu saja terkait dengan perusakan lingkungannya. Kan ada yang dijadikan perkebunan, tempat wisata yang berada di DAS Cimanuk. Kawasan wisata yang ada di Darajat itu juga salah satunya," kata Diki di Bandung, Rabu, 5 Oktober 2016.
Hasil investigasi sementara anggota Dit Reskrimsus Polda Jabar menyebutkan sebanyak empat wilayah hulu Sungai Cimanuk terindikasi rusak akibat alih fungsi lahan. Wilayah tersebut adalah Gunung Papandayan, kebun teh di wilayah Pamagetan, RPH Mandalagiri, dan kawasan pegunungan Darajat di Pasirwangi, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.‎
"‎Memang kan banyak yang dijadikan perkebunan warga. Terus ada juga kawasan wisata yang berdiri di sekitar kawasan hutan lindungnya. Sesuai fakta, ada tiga undang-undang yang dilanggar pertama lingkungan hidup, kedua kehutanan, ketiga korupsi," kata dia.
Alih Fungsi Lahan
Kepolisian juga mengusut izin ‎alih fungsi lahan di kawasan hulu Sungai Cimanuk. Polisi menyebutkan pula indikasi adanya permainan uang dalam proses perusakan lingkungan itu.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memang meminta kepada pihak aparat penegak hukum, untuk mengusut tuntas kerusakan lingkungan di hulu Sungai Cimanuk hingga menyebabkan banjir bandang‎ Garut. Sebanyak 34 korban jiwa meninggal dunia dan 19 orang hilang terseret arus air.
Sementara itu, Kepala Tim Khusus Penyelidikan Banjir Bandang Garut, Wadirkrimsus AKBP Diki Budiman mengatakan telah memanggil 15 orang saksi untuk dimintai keterangan.
Dia menerangkan, soal pendirian tempat wisata, vila maupun hotel di kawasan tersebut pun perlu diperiksa apakah sesuai dengan RTRW. Pihaknya memerlukan keterangan dari dinas terkait untuk mengetahui adanya pelanggaran atau tidak.
"Ada kejanggalan. Seharusnya tidak di situ. Kami belum melihat sejauh mana perizinan dikeluarkan. Kenapa ada vila di sana (Darajat)," kata dia.‎
Meski begitu, lanjut Diki, hasil pemeriksaan dipastikan tidak selesai dengan cepat. Pihaknya akan mengevaluasi terlebih dahulu untuk mengembangkan pemeriksaan tersebut.
Wisata Pegunungan Ilegal
Kawasan wisata di Pegunungan Darajat, Kabupaten Garut, Jawa Barat, ternyata tak memiliki izin. Hal itu terungkap setelah pemeriksaan para saksi mengenai alih fungsi lahan di hulu Sungai Cimanuk oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat.
"Kita semua telah cek untuk masalah perizinan tempat-tempat wisata izinnya semua sudah mati. Dan sekarang sedang kita cek ke lokasi apakah ini masih berjalan atau tidak," ujar Wakil Direktur Reskrimsus Polda Jawa Barat AKBP Diki Budiman saat dihubungi, Rabu, 12 Oktober 2016.
Untuk memastikan pelanggaran soal izin tersebut, lanjut Diki, pihaknya kembali menurunkan dua Timsus ke Kabupaten Garut. Dia mengatakan di dalam satu kawasan wisata, terdapat enam pemilik tempat wisata.
Pemeriksaan terhadap perkara kerusakan lingkungan di hulu Sungai Cimanuk, Kabupaten Garut masih dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran kerusakan lingkungan, kerusakan hutan, dan indikasi korupsi. Akibat kerusakan itu, banjir bandang Garut terjadi yang menyebabkan 34 korban jiwa meninggal dunia dan 19 orang hilang terseret arus air.