Liputan6.com, Yogyakarta - Kereta kencana maupun andong di Yogyakarta masih mudah ditemui. Keberadaannya menjadi bagian penting dari kota budaya ini. Bahkan, kereta kencana ini juga menjadi barang koleksi karena dianggap sebagai benda antik dan pusaka.
Keberadaan kereta kencana atau andong di Yogyakarta tak lepas dari peran bengkel andong. Misalnya, bengkel andong 'Arjuna'. Bengkel yang dimiliki Widi Rahmanto menjadi salah satu bengkel yang masih menggeliat di Yogyakarta.
Selain servis, bengkel ini kerap mendapat pesanan untuk pembuatan kereta kencana maupun andong. Satu yang tak terlupakan adalah pesanan kereta kencana dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi beberapa waktu lalu. Ada tujuh pesanan, salah satunya kereta kencana yang dinamakan Ki Jaga Raksa.
Advertisement
Baca Juga
Widhi mengatakan, pembuatan kereta kencana agar terlihat berwibawa diperlukan ritual khusus. Termasuk ketika membuat Ki Jaga Raksa. Widhi mengaku, hanya almarhum ayahnya yang bisa memasukkan 'sesuatu' agar kereta kencana terlihat berwibawa.
"Biasanya seminggu kita buat puasa dulu. Seminggu sebelum jadi, puasa setelah selesai dibancaki (syukuran, red)," ujar Widhi di bengkelnya, Gesikan, Sidomulyo, Godean, Sleman, Senin, 20 Maret 2017.
Ki Jaga Raksa adalah kereta kencana pesanan Dedi yang paling terkenal. Kereta kencana yangdidominasi warna hitam itu pernah menjadi kendaraan pembawa Bendera Pusaka Merah-Putih pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2016 lalu di Istana Merdeka.
Ia mengatakan, ia dan ayahnya sudah sering membuatkan kereta biasa maupun kereta kencana yang terlihat berwibawa. Ia mengaku ayahnya termasuk pembuat kereta kencana yang bisa membuat kereta kencana itu terlihat lebih berwibawa.
"Menghasilkan karya yang berwibawa karena kereta minta yang diiseni (diisi) biar kelihatan wibawa. Biasanya ada," ucap dia.
Widhi menduga, kemampuan ayahnya dalam memberikan isi dengan ritual didapat saat nyantri atau magang di bengkel andong di depan Pasar Telo jaman dahulu. Menurut dia, zaman dahulu ritual seperti itu biasa dilakukan. Namun saat ini, ia memilih untuk tidak lagi menggunakan ritual seperti dulu.
"Ndak ada pengalaman apa-apa kita, istilahnya jogo-jogo sikik. Kalau saya tidak bisa dan tidak mau ya, tidak sreg harus pakai ritual kayak begitu, ribet Mas," ujar dia.
Namun, ia mengaku mengetahui secara kasat mata apakah sebuah kereta kencana "berpenghuni" atau tidak. Selain itu, setiap kereta yang berpenghuni itu biasanya memiliki pengurus sendiri alias bekhatik sendiri.
"Keroso, dilihat saja sudah kelihatan, dicoba bandingkan. Pasti dilihat carane wong jowo ada wibawane, beda dengan andong biasa. Kelihatan kok," kata Widhi.