Liputan6.com, Jambi - Senin, 19 Februari 2018, Kampus Universitas Negeri Jambi (Unja) di kawasan Mendalo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi mendadak ramai tak seperti biasanya. Ribuan mahasiswa yang mayoritas berjaket oranye menyemut di depan kampus utama universitas terbesar di Jambi itu.
Suasana ramai bukan karena ada kegiatan kampus, melainkan aksi mahasiswa yang menolak kebijakan 'kampus ala mal', demikian para mahasiswa Unja menyebutnya. Kebijakan itu adalah penerapan parkir berbayar yang dikeluarkan pihak kampus untuk mahasiswanya.
Advertisement
Baca Juga
"Jelas kami menolak lah, masak ibarat masuk rumah sendiri disuruh bayar," ujar Fajar, salah seorang mahasiswa Unja di Jambi, Senin, 19 Februari 2018.
Menurut Fajar, kebijakan tersebut jelas sangat tidak pro mahasiswa. Sebab, tidak semua mahasiswa itu adalah anak orang berduit. Untuk itu, ia bersama rekan-rekannya sepakat menolak kebijakan yang disebutnya kampus ala mal itu.
Penolakan juga ditegaskan Presiden Mahasiswa Unja, Fikri. Ia menilai kampus sudah menerapkan kebijakan berorientasi bisnis. Dan ia sangat menyayangkan tersebut. Ia juga menyatakan, mahasiswa tidak pernah diajak berdialog dalam penentuan kebijakan parkir berbayar itu.
"Parkirnya ini juga terkesan pilih-pilih, dosen dan para pegawai tidak dipungut. Jadi semua dibebankan kepada mahasiswa," ucap Fikri.
Dikelola Swasta
Saat menemui para mahasiswa, Rektor Unja Johni Najwan mengatakan, penerapan parkir berbayar sebelumnya sudah dibahas dan disosialisasikan. Bahkan ia menyatakan, pembahasan itu juga sudah dilakukan bersama perwakilan mahasiswa.
Ia menyebut besaran parkir adalah Rp 1000 untuk setiap kendaraan yang masuk ke dalam kampus. Dengan Rp 1000 itu, mahasiswa akan mendapat asuransi kehilangan secara gratis. Selama ini, kata dia, parkir gratis namun ia kerap menerima laporan akan kehilangan sepeda motor milik mahasiswa.
"Uang parkir ini masuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Jadi bukan masuk kantong rektor," ucap Najwan.
Pendapatan dari parkir, lanjut dia, bisa digunakan untuk pengembangan dan peningkatan kualitas kampus. Ia mencontohkan, salah satu fakultas di Unja yang sudah menerapkan parkir berbayar adalah Fakultas Ilmu Pendidikan (FKIP). Fakultas ini disebutnya sudah enam tahun menerapkan sistem parkir berbayar.
Ia pun meminta agar mahasiswa bisa lebih berpikir rasional dalam menyikapi masalah tersebut.
Dari informasi yang di dapat, pengelolan parkir di Kampus Unja itu nantinya akan diserahkan kepada pihak ketiga alias swasta. Untuk bisa parkir di Unja, mahasiswa akan dikenakan Rp 1000 per tiga jam. Atau Rp 2000 per jam dan maksimal Rp 3000 per hari.
Namun demikian, alasan tersebut tetap ditolak mahasiswa yang tetap pada pendiriannya agar kebijakan parkir berbayar tersebut dihapus.
Melihat itu, Rektor Johni Najwa mengatakan akan memberikan jawaban atas tuntutan mahasiswa itu pada 26 Februari 2018 nanti setelah terlebih dahulu bermusyawarah bersama seluruh pimpinan senat.
Mendapat jawaban rektor, sebelum membubarkan diri, mahasiswa menyatakan akan kembali menggelar aksi pada Rabu, 21 Februari 2018 besok. Intinya, mereka tetap mendesak agar kebijakan parkir berbayar dihilangkan.
Advertisement
Sempat Ricuh
Dalam aksi tersebut sempat terjadi kericuhan antara mahasiswa dengan petugas pengamanan kampus. Kericuhan bermula saat seorang mahasiswa ingin berorasi di atas podium kampus. Namun hal itu dilarang dan dihalang-halangi oleh petugas pengamanan.
Tidak terima akan perlakukan petugas itu, sejumlah mahasiwa berontak dan nyaris terjadi baku hantam. Beruntung ricuh tak berujung anarkis. Sejumlah dosen, pegawai dan staf kampus menarik para petugas keamanan untuk masuk ke dalam gedung rektorat.
Akhirnya kericuhan bisa diredam. Mahasiwa bisa melanjutkan orasi hingga akhirnya ditemui oleh Rektor Unja Johni Najwan.