Korupsi Merajalela, Mahasiswa Beri Ayam Ras Betina ke Kejati Sulsel

Mahasiswa mempersembahkan ayam ras betina untuk Kejati sebagai simbol lemahnya penanganan kasus-kasus korupsi di Sulsel.

oleh Eka Hakim diperbarui 01 Nov 2018, 00:02 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2018, 00:02 WIB
Mahasiswa kritik penanganan kasus korupsi di tingkat Kejati Sulsel dengan membawa 4 ekor ayam ras betina (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Mahasiswa kritik penanganan kasus korupsi di tingkat Kejati Sulsel dengan membawa 4 ekor ayam ras betina (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sulawesi Selatan (Formasel) mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) dengan membawa empat ekor ayam ras betina, Rabu (31/10/2018).

Dalam orasinya, Koordinator aksi dari Formasel, Rahmat Hamahoru mengatakan ayam ras betina merupakan simbol lemahnya Kejati Sulsel dalam menangani kasus-kasus korupsi yang ada. Bahkan, dari beberapa kasus yang ditangani belum memperlihatkan adanya progres.

Kasus-kasus korupsi yang dimaksud Rahmat, di antaranya kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar yang telah menjerat pengusaha ternama di Sulsel, Soedirjo Aliman alias Jentang sebagai tersangka serta kasus dugaan penyimpangan dana reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar (DPRD Makassar) tahun anggaran 2015-2016.

"Sudah setahun lamanya tersangka kasus korupsi penyewaan lahan negara itu buron dan belum berhasil ditangkap sampai saat ini. Begitu juga kasus dana reses DPRD Makassar tidak lagi terdengar perkembangannya. Makanya kami beri Kejati ayam ras betina sebagai simbol lemahnya Kejati," kata Rahmat.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) Tarmizi mengatakan terkait kasus penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, pihaknya tidak pernah tidur dan sampai saat ini masih bekerja serta berupaya mengendus keberadaan tersangka.

"Sejak awal instruksi keluar, ada sekitar 6 orang anggota tim ditugaskan terus berada di lapangan hingga pekan depan ini," kata Tarmizi.

Selain itu, upaya lain juga telah dilakukan dalam rangka penguatan alat bukti kasus penyewaan lahan negara tersebut. Di mana ia bersama dengan penyidik mencoba melihat langsung objek perkara dalam hal ini lahan negara yang disewakan oleh tersangka.

Tarmizi mengaku hal itu dilakukan karena dirinya baru menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel setelah perkara penyewaan lahan negara Buloa berjalan.

"Kemarin saya bersama penyidik coba lihat langsung objek yang selama ini dipermasalahkan itu. Biar saya tahu juga ternyata ini objek perkara yang dimaksud. Saya kan baru," terang Tarmizi.

Ia juga mengimbau agar tersangka menyerahkan diri saja agar perkaranya segera dilimpahkan ke persidangan. Persoalan penahanan, kata dia, hal itu masih dapat menjadi pertimbangan.

"Kami masih menganut azas praduga tak bersalah. Jadi sebaiknya tersangka menyerahkan diri sajalah agar perkaranya dapat diuji di persidangan," jelas Tarmizi.

Sementara mengenai kasus dugaan penyimpangan dana reses DPRD Makassar, kata Tarmizi, pihaknya masih mendalami sejumlah dokumen dan keterangan beberapa saksi yang telah diperiksa sebelumnya.

"Kami juga masih berupaya menunggu hasil pulbaket dari tim intelijen kami. Yah tim intelijen Kejati Sulsel masih pendalaman soal kasus ini," singkat Tarmizi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Reses DPRD Makassar

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Tarmizi memastikan dirinya atensi penuh seluruh penanganan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Tarmizi memastikan dirinya atensi penuh seluruh penanganan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulselbar, Tarmizi memastikan akan memanggil dan memeriksa seluruh yang terkait dengan kasus dugaan penyimpangan anggaran reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar.

Selain memeriksa unsur pimpinan DPRD Makassar, Jaksa Penyelidik juga akan memeriksa dan mendalami sejauh mana peranan masing-masing anggota DPRD Makassar lainnya dalam pengelolaan anggaran reses yang diberikannya.

"Semua pihak yang terkait tentu kita akan layangkan undangan panggilan klarifikasi. Tapi saat ini penyelidikan masih sebatas memeriksa pihak kesekretariatan Dewan dulu. Yah penyelidik akan terus mengumpulkan sebanyak mungkin data-data terkait kegiatan reses tersebut," terang Tarmizi sebelumnya.

Menurutnya, pengelolaan anggaran reses DPRD Makassar semuanya di bawah lingkup kesekretariatan. Sehingga penyelidik memaksimalkan pengumpulan data-data dari pihak kesekretariatan dewan.

"Seluruh data-data yang dikumpulkan akan dikaji dan kemudian disimpulkan apakah ada unsur perbuatan melawan hukum atau belum cukup bukti untuk ditingkatkan ke penyidikan. Jadi kita tunggu saja penyelidikan yang sementara dimaksimalkan oleh Jaksa Penuelidik. Dimana penyelidik sebelumnya telah memeriksa Sekwan DPRD Makassar, Adwi Umar dan Bendahara Keuangan DPRD Makassar, Taufik," terang Tarmizi.

Lembaga penggiat antikorupsi di Sulsel pun turut mendesak penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar agar segera memeriksa seluruh anggota legislator Makassar dalam penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana reses DPRD Makassar tahun anggaran 2015-2016 itu.

"Semua anggota dewan di DPRD Makassar harus didalami keterlibatan dalam kasus ini. Apalagi penggunaan dana reses cukup besar," kata Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib.

Menurutnya, sangat memungkinkan dugaan penyimpangan dana reses terjadi. Di mana anggaran yang dikeluarkan cukup besar untuk kegiatan tersebut.

"Masa reses mengikuti masa persidangan, yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun atau 14 kali reses dalam periode 5 tahun masa jabatan DPRD," terang Muthalib.

Adapun biaya kegiatan reses, kata dia, didukung pada belanja penunjang kegiatan pada Sekretariat DPRD. Dana yang tersedia pada penunjang kegiatan reses pada prinsipnya adalah untuk dipertanggungjawabkan, bukan hanya untuk dilaksanakan apalagi untuk dihabiskan.

"Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan yang didukung dengan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah. Nah, pembuatan laporan penggunaan anggarannya ini yang sangat rawan direkayasa. Hanya sekali turun reses misalnya. Tapi dilaporan, mereka katakan tiga kali reses," ungkap Muthalib.

Jika benar nantinya anggaran dana reses DPRD Makassar tahun anggaran 2015-2016 tersebut terdapat laporan dan data fiktif, maka seluruh anggota DPRD yang melaporkan data fiktif tersebut harus bertanggung jawab.

"Karena jelas telah memenuhi unsur dugaan menyalahgunakan wewenangnya. Yang bersangkutan bisa dikenakan pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," Muthalib menandaskan.

Kronologis Dugaan Korupsi Penyewaan Lahan Negara Buloa Makassar

4 ekor ayam persembahan mahasiswa untuk Kejati Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)
4 ekor ayam persembahan mahasiswa untuk Kejati Sulsel (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Diketahui, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, Jentang dikabarkan minggat bersama istri ke Jakarta, tepatnya Kamis 2 November 2017 dan hingga saat ini memilih buron dan tak memenuhi panggilan penyidik Kejati Sulsel.

Jentang dinilai berperan sebagai aktor utama dibalik terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan penyewaan lahan negara yang terdapat di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar.

Penetapan dirinya sebagai tersangka telah dikuatkan oleh beberapa bukti diantaranya bukti yang didapatkan dari hasil pengembangan fakta persidangan atas tiga terdakwa dalam kasus korupsi penyewaan lahan negara Buloa yang hingga saat ini perkaranya bergulir di tingkat kasasi. Ketiga terdakwa masing-masing M. Sabri, Rusdin, dan Jayanti.

Selain itu, bukti lainnya yakni hasil penelusuran tim penyidik dengan Pusat Pelatihan dan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK). Dimana dana sewa lahan diambil oleh Jentang melalui keterlibatan pihak lain terlebih dahulu.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Jan Maringka kala itu mengatakan Jentang diduga turut serta bersama dengan terdakwa Sabri, Rusdin dan Jayanti secara tanpa hak menguasai tanah negara seolah-olah miliknya sehingga PT. Pembangunan Perumahan (PP) Persero selaku Pelaksana Proyek Makassar New Port terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 500 Juta untuk biaya penyewaan tanah.

"Nah dana tersebut diduga diterima oleh tersangka melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan asal usulnya," kata Jan dalam konferensi persnya di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 1 November 2017.

Penetapan Jentang sebagai tersangka juga merupakan tindak lanjut dari langkah Kejati Sulsel dalam mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan lain di seputar lokasi proyek pembangunan Makassar New Port untuk mendukung percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional di Sulsel.

"Kejati Sulsel segera melakukan langkah langkah pengamanan aset untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar dari upaya klaim-klaim sepihak atas tanah negara di wilayah tersebut ,"tegas Jan yang saat ini menjabat Jaksa Agung Muda Intelkam (JAM Intelkam) Kejagung itu.

Atas penetapan tersangka dalam penyidikan jilid dua kasus Buloa ini, Kejati Sulsel juga langsung mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka koordinasi penegakan hukum.

"Tersangka (Jentang) disangkakan dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," Jan menandaskan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya