Banjir Cilacap, Laguna dan Asa Sudetan Sungai Citanduy

Sudetan sungai Citanduy adalah cara paling efektif untuk menyelamatkan Laguna Segara Anakan sekaligus cara tepat mengatasi banjir Cilacap.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 09 Des 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 09 Des 2018, 09:00 WIB
Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah semakin dangkal. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah semakin dangkal. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Banjir kini telah menjadi hal biasa bagi warga Sidareja dan daerah lain di sekitar kawasan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Laguna dan sungai yang mendangkal menyebabkan air tak leluasa lepas ke Samudera Hindia.

Namun, beberapa tahun terakhir, banjir bukan lagi menjadi langganan tahunan. Intensitasnya semakin meningkat pada musim penghujan. Nyaris tiap kali hujan lebat di kawasan ini maka akan menyebabkan banjir, meski dengan dampak berbeda.

Diduga, laju pendangkalan Laguna Segara Anakan semakin cepat. Sedimen kiriman Sungai Citanduy dan beberapa sungai lain yang bermuara di Laguna yang ‘pernah’ menjadi yang terluas dan terlengkap di Benua Asia ini menjadi musababnya.

Biang keladi berupa pendangkalan ini pun disadari betul oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap. Dan itu, terjadi hingga anak-anak sungai di kawasan hulu, termasuk Sidareja.

Berbagai upaya pun dilakukan. Salah satunya, dengan normalisasi alias pengerukan dan pelurusan sungai.

Tanggul-tanggul pun dibangun di sepanjang aliran. Tetapi, banjir tetap saja menjadi penyakit kronis di daerah ini.

Sekitar 20 tahun lalu, pemerintah telah tanggap dengan kondisi ini. Sudetan Sungai Citanduy pun digagasas.

Aliran Sungai Citanduy itu rencananya akan dikelokkan ke arah Jawa Barat. Dengan begitu, Laguna Segara Anakan bakal selamat dari pendangkalan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menilai sudetan Sungai Citanduy adalah upaya paling efektif untuk mencegah banjir sekaligus menyelamatkan Laguna Segara Anakan.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap, Try Komara Sidhy mengatakan sudetan Sungai Citanduy penting dalam upaya mitigasi bencana. Sudetan ini bakal mengurangi potensi banjir tahunan di puluhan desa di enam kecamatan wilayah Cilacap bagian barat selatan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Sudetan Sungai Citanduy, Kapan Akan Terealisasi?

Petugas BPBD Cilacap mengevakuasi lanjut usia yang sakit dan butuh pengobatan saat banjir di Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah, 2017. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petugas BPBD Cilacap mengevakuasi lanjut usia yang sakit dan butuh pengobatan saat banjir di Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah, 2017. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Enam kecamatan itu yakni, Kecamatan Sidareja, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari dan Kecamatan Kawunganten. Jika laguna semakin dangkal, maka banjir tahunan di enam kecamatan yang langsung terdampak ini akan semakin parah.

Tetapi, ia pun mengakui proyek sudetan Sungai Citanduy bukan hal mudah. Buktinya, rencana sudetan yang sudah dilakukan gagal total lantaran ada penolakan masyarakat Ciamis. Maka yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah pemerintah pusat.

“Karena ini provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dua wilayah. Jadi harus dilakukan oleh pemerintah pusat,” dia menjelaskan, Jumat, 7 Desember 2018.

Dalam kesempatan berbeda, Gatot Arif Widodo, yang saat itu masih menjabat Kepala Pusdalpos BPBD Cilacap, mengatakan selain mendangkal Laguna Segara Anakan sudah menyempit. Pada awalnya, laguna diperkirakan memiliki luas hingga 6.000 hektar lebih. Namun, kini tersisa kurang dari 400 hektar.

Itu pun, hanya berupa aliran sungai yang diapit hutan mangrove. Sedangkan kawasan lainnya sudah menjadi tanah timbul yang di atasnya bertumbuhan berjenis tanaman khas laguna.

Gatot menjelaskan, pada 1997, wacana penyudetan sungai sudah mengemuka. Tujuannya adalah untuk mengerem pendangkalan Laguna Segara. Dengan begitu, ekosistem laguna yang merupakan wilayah perkembangbiakan ikan bisa terselamatkan.

Namun, rencana sudetan ini terkendala penolakan Pemerintah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Menurut Gatot, masyarakat Jawa Barat menolak karena sudetan dianggap akan mengancam pariwisata di Pantai Parigi dan Pangandaran.

“Di tahun 1997 itu ada pembentukan PMO, kantor kecil. Di sepanjang Selat Nusakambangan itu adalah home ground ikan. Dunia mengakui, bahwa itu harus di selamatkan. Karena itu adalah rumahnya ikan untuk Laut Selatan,” ucap Gatot, Oktober 2016.

Gatot Arif menilai, satu-satunya jalan agar sudetan bisa terealisasi adalah dengan komitmen kuat dua pemerintah dua Provinsi, Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk menyelamatkan Laguna Segara Anakan.

Tanpa komitmen itu, Laguna Segara Anakan tetap terancam. Banjir pun bakal terus menghantui puluhan desa di wilayah Kabupaten Cilacap yang terpengaruh pasang surut air laut.

 

Pengerukan Laguna hingga Penanaman Bakau

Laguna Segarana Anakan, Cilacap, kini semakin sempit. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Laguna Segarana Anakan, Cilacap, kini semakin sempit. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Gatot menambahkan, upaya lain mencegah banjir dan pendangkalan Segara Anakan adalah dengan membuang sedimentasi di muara laguna yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Yakni, di Pintu Plawangan dan Rancababakan. Sedimen tersebut, kata dia akan langsung dibuang menjauh ke tengah laut.

“Perkembangbiakan ikan Laut Selatan itu di situ. Baik lewan Plawangan maupun Teluk Penyu. Maka diambil dua langkah strategis. Pertama dengan penanaman bakau, yang kedua dengan melakukan penyudetan,” Gatot menerangkan.

Soal penananam bakau ini, warga Kampung Laut, Kustoro menilai banyak proyek penaman bakau yang tak tepat. Ia menyebut tak tepat lantaran bakau itu ditanam di titik yang pada masa lalu adalah kawasan laguna alias lautan di tengah daratan.

Mestinya, kata dia, pemerintah melakukan pemetaan terlebih dahulu sebelum menanam mangrove. Dengan begitu, mangrove memang ditanam pada habitat aslinya. Sebab, saat ini banyak ditemui mangrove yang tumbuh bukan di ekosistem alaminya.

Kustoro mengungkapkan, 20 tahun lalu, keberadaan mangrove di tengah laguna masih minim meski tanah sedimentasi sudah muncul ke permukaan. Namun, saat ini laguna dipenuhi mangrove yang tadinya hanya berada di pinggiran laguna. Mangrove tumbuh di perairan yang mendangkal atau di tanah timbul.

Kustoro menjelaskan, mangrove tidak akan tumbuh jika laguna tidak mengalami pendangkalan. Itu sebab, penanaman bakau sebagai upaya penyelamatan Kawasan Segara Anakan jika dilakukan tak tepat merupakan tindakan kontraproduktif.

“Mangrove itu sebetulnya adalah akibat dari tanah timbul yang ada. Tanah timbul, kemudian terjadi penyempitan perairan,” ujar Kustoro, November 2016.

Meski begitu, ia setuju jika penanaman mangrove dilakukan di tempat-tempat yang memang merupakan habitatnya. Antara lain, di piggiran laguna atau di sekitar bantaran sungai.

Namun, ia pun menegaskan, sebelum penanaman, pemerintah harusnya melakukan pemetaan berdasar luasan laguna segara anakan yang asli.

“Ekosistem estuari, mangrove tumbuh, Mangrove (kalau ditengah laguna) itu eksistensinya justru mengancam ekosistem aslinya. Itu kan ekspansi akibat tanah timbul. Masalahnya itu pendangkalan dan tanah timbulnya bukan mangrove yang gundul,” Kustoro mengungkapkan.

Lebih dari itu, ia menilai sudetan sungai Citanduy adalah cara paling efektif untuk menyelamatkan Laguna Segara Anakan. Untuk itu, ia meminta agar penyudetan diwacanakan kembali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya