Liputan6.com, Yogyakarta - Pemungutan suara dalam Pemilu 2019 telah usai, namun isu negatif dan hoaks di media sosial ternyata masih berlanjut. Research Center for Politics and Government (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM melalui Laboratorium Big Data Analytics menganalisis big data tentang isu negatif dalam Pemilu 2019.
Data diperoleh dari media sosial Twitter dalam rentang waktu 10 hari, mulai dari 12 sampai 22 April 2019. Analisis ini merupakan lanjutan dari penelitian yang didukung Yayasan TIFA tentang percakapan isu negatif dalam Pemilu 2019 baik yang disebarkan secara offline maupun online.
Metode pengambilan data menggunakan Application Programming Interface (API) dan kata kunci yang digunakan merujuk pada objek dari isu negatif yakni para kandidat presiden dan KPU.
Advertisement
Baca Juga
Dalam pemetaan, isu negatif selama periode penelitian menghasilkan 15.486 kicauan terkait pasangan calon (paslon) 01, 02, dan KPU.
Sebaran isu negatif paling banyak ditemukan usai pemilu sebanyak 13.030 kicauan. Isu negatif yang dimaksud berdasarkan banyak kata kunci yang sarat politik identitas, seperti Jokowi kafir, Prabowo Cina, KPU curang, dan sebagainya.
Dari jumlah kicauan negatif itu, target isu ke KPU yang terbanyak, yakni 8.498 kicauan atau 54,9 persen, diikuti paslon 01 sebanyak 4.993 kicauan isu negatif atau 32,3 persen, dan paslon 02 dengan 1.995 kicauan negatif atau 12,9 persen.
"Sebelum pemilu, kedua paslon adalah sasaran utama isu negatif dan isu negatif terhadap KPU pada masa pra pemilu paling rendah," ujar Wegik Prasetyo, dosen DPP Fisipol, Senin (29/4/2019).
Ia memaparkan frekuensi isu negatif terhadap kedua paslon cenderung turun pada hari H pemilu dan kenaikan justru terjadi pada KPU. Pasca pemungutan suara, isu negatif terhadap KPU di Twitter meningkat 70 kali lipat, sedangkan paslon hanya tiga kali lipat.
Menurut Wegik, tidak semua twit terkait isu negatif memiliki identitas lokasi. Namun, berdasarkan lokasi yang bisa terindetifikasi, isu negatif di Twitter terbanyak berasal dari Jawa Barat yakni 1.031 kicauan dan Jakarta sejumlah 856 kicauan.
Bukan Riset Intelijen
Dosen DPP Fisipol UGM Arya Budi menyebutkan riset big data kali ini merupakan yang kelima. Empat riset lainnya yang sudah dirilis adalah soal golput, debat pilpres, legitimasi KPU, dan potensi politik uang.
"Tujuan kami diseminasi hasil riset supaya ada isu yang bisa ditangkap publik dan tidak berhenti di ruang riset," ucapnya.
Ia mengungkapkan, sejak pertama sampai sekarang riset yang dilakukan tidak sampai identifikasi pemilik akun dan kepentingan di baliknya. Ia hanya ingin menunjukkan bentuk isu negatif dan hoaks di media sosial Twitter serta dinamikanya.
"Poin penting bagi kami, memastikan beberapa isu yang menjadi debat publik, sehingga perdebatan pemilu tidak hanya kontestasi paslon, tetapi menunjukkan isu lain," kata Arya.
Riset ini juga bukan riset intelijen, namun tidak menutup kemungkinan jika ada yang ingin menggunakan data dari riset ini. Menurut Arya, temuan ini bisa menjadi tahap rekomendasi yang bisa dimanfaatkan oleh pemangku keputusan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement