Sekolah di Sumsel Gratis Kok Menyumbang Inflasi Tinggi?

Inflasi Sumsel hingga bulan Agustus 2019 salah satunya dipengaruhi oleh biaya sekolah di beberapa daerah yang cukup tinggi.

oleh Nefri Inge diperbarui 13 Sep 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2019, 12:00 WIB
Pencetus Pendidikan Gratis, Biaya Sekolah Malah Sumbang Inflasi di Sumsel
Aktifitas siswa pulang sekolah di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kota Palembang Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Inflasi yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya biaya sekolah yang cukup tinggi. Padahal Sumsel termasuk salah satu provinsi pencetus program pendidikan sekolah gratis di Indonesia.

Saat mengikuti rapat High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumsel di kantor Bank Indonesia Provinsi Sumsel di Palembang, Gubernur Sumsel Herman Deru baru mengetahui bahwa biaya sekolah termasuk salah satu yang menyumbang inflasi di Sumsel.

"(Biaya) Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), ada apa ini? Padahal ada undang-undangnya menggratiskan biaya sekolah," ujarnya, Rabu (11/9/2019).

"Apa (biaya) di alat sekolah, atau jarak tempuh. Akan segera saya surati bupati dan wali kota (wako) se-Sumsel," katanya.

Mantan Bupati Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur Sumsel ini akan segera meminta data dari pemerintah kabupaten/kota se-Sumsel. Untuk melihat daerah mana yang warganya terbebani dengan biaya pendidikan SD dan SMP.

Bahkan Herman Deru juga akan menurunkan tim khusus, untuk mengetahui penyebab sebenarnya.

"Apakah ada pungutan uang sekolah, biaya transportasi mahal, apa infrasturkturnya. Semua jalan produktif yang bersangkutan dengan daerah penghasil, sudah kita perbaiki," ujarnya.

Faktor lainnya yang menyumbang inflasi adalah kenaikan harga daging ayam, telur ayam dan cabai. Gubernur Sumsel bahkan akan menghimbau ke warganya, untuk membiasakan diri menanam tanaman cabai di rumah-rumah.

Langkah ini dilakukan, agar kebutuhan cabai untuk warga bisa terpenuhi dan tidak terbebani dengan harga cabai yang melambung tinggi.

"Bila perlu kita himbau seperti itu. Penjualan telur ayam juga ada perubahan. Jika dulu orang kota membeli telur ayam ke desa, sekarang sebaliknya," ucapnya.

Namun orang nomor satu di Sumsel ini tetap bersyukur, karena angka inflasi Sumsel masih tetap terendah. Bahkan tidak jauh berbeda dengan Provinsi Aceh, dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit.

 

Inflasi Terendah Kedua

Pencetus Pendidikan Gratis, Biaya Sekolah Malah Sumbang Inflasi di Sumsel
Gubernur Sumsel Herman Deru saat memimpin High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumsel di kantor Bank Indonesia Provinsi Sumsel di Palembang (Dok. Humas Bank Indonesia Provinsi Sumsel / Nefri Inge)

Gubernur Sumsel juga berterimakasih kepada Bank Indonesia Kanwil Sumselbabel karena telah memberikan data inflasi secara real time. Hal ini bisa membantu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, untuk segera menyikapi inflasi ini.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, Yunita Resmi Sari mengatakan, inflasi Sumsel hingga bulan Agustus 2019 relatif terkendali dan dalam kisaran target 3,5 persen ±1 persen.

Pada bulan Agustus 2019, Sumatera Selatan tercatat mengalami deflasi sebesar -0,15 persen secara month to month (mtm), 1,67 persen secara year to date (ytd) dan 2,52 persen secara year on year (yoy).

“Secara yoy inflasi Sumsel merupakan yang terendah kedua di wilayah Sumatera, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Aceh,” ucapnya.

Untuk pertumbuhan ekonomi Sumsel mencapai 5,80 persen, secara yoy pada triwulan II – 2019 atau tertinggi di Sumatera. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan inflasi yang terkendali menunjukkan perekonomian Sumsel dalam kondisi yang baik.

 

Faktor Inflasi Sumsel

Pencetus Pendidikan Gratis, Biaya Sekolah Malah Sumbang Inflasi di Sumsel
Penjualan daging ayam di Pasar Tradisional Lemabang Palembang (Liputan6.com / Nefri Inge)

Ada kesepakatan yang dirangkum di akhir rapat ini, yaitu mencermati dan memantau pergerakan harga komoditas.

Yang dalam empat tahun terakhir memberikan tekanan inflasi di Sumsel seperti cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, beras dan angkutan udara.

“Sumsel merupakan provinsi penghasil beras dan komoditas volatile food lainnya, maka perlu dilakukan efisiensi dari sisi distribusi. Seperti mengutamakan pemenuhan kebutuhan konsumsi Sumsel dahulu,” katanya.

Kemarau berkepanjangan juga dinilai berdampak pada kebakaran dan kekeringan lahan. Hal ini berpotensi mengganggu jalur distribusi, serta produksi hortikultura di Sumsel.

Penanggulangannya yaitu dilakukan antisipasi dan koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumsel.

“Dengan koordinasi antar anggota TPID, inflasi Sumsel sampai akhir tahun 2019, diharapkan tetap terjaga dan berada dalam kisaran target yang telah ditetapkan,” ucapnya.

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya