Liputan6.com, Bangkalan - Pada akhirnya setiap kejahatan akan sampai pada kesialannya. Di Bangkalan, kabupaten di barat Pulau Madura ini banyak penjambret ketiban apes usai menjambret perempuan. Seolah ada hukum tak tertulis bahwa kaum hawa menjadi semacam karma bagi para bandit jalanan ini.
Pada suatu Jumat sore yang sumuk, 17 Januari 2020 lalu, dua gadis belia asyik berbincang di depan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah, Kecamatan Burneh. Seorang di antaranya tampak sembari memainkan handphone.
Pemandangan itu menarik perhatian Ansori 45 tahun dan Ahmadi 35 tahun, duo penjambret, yang sedari tadi keliling bersepeda motor mencari mangsa. Dianggap sasaran empuk, mereka mendekati dua remaja itu dan Ansori langsung merampas handphone-nya.
Advertisement
Baca Juga
Rupanya mereka salah sasaran, kedua gadis itu bukan sasaran empuk karena ternyata melawan. Mereka memegangi Ansori yang hendak kabur bersama Ahmadi yang sudah siap di atas motor, sambil berteriak-berteriak minta tolong.
Kegaduhan itu memancing para warga keluar rumah menuju sumber suara. Dan cerita ini berakhir dengan ditangkapnya duo penjambret berpengalaman itu dengan mudah. Video ketika mereka diarak warga, sebelum polisi datang dan membawa ke kantor Polsek Burneh, sempat viral di media sosial dan aplikasi percakapan online whatsapp.
"AN asal Desa Kemoning dan AH asal Desa Keteleng, Kecamatan Tragah," Kepala Polres Bangkalan, AKBP Rama Samtama Putra merinci tempat tinggal kedua penjambret.
Jika diibaratkan sebuah rekor, Ansori dan Ahmadi layak masuk daftar sebagai jambret lintas kecamatan yang lihai. Dengan catatan lima kali lolos dan gagal pada upaya penjambretan keenam.
Enam buah handphone telah mereka rampas kemudian dijual. TKP-nya paling banyak adalah pasar tradisional, merentang dari Kecamatan Tanah Merah, Patemon, Burneh, Kota Bangkalan, hingga Kamal.
Jambret di Jalan Asmara
Sebuah jalan di pinggiran Kota Bangkalan, yang entah bagaimana ceritanya kemudian populer dengan sebutan Jalan Asmara, menjadi saksi bagaimana Abdurrahman, warga Jaddih, Kecamatan Socah, ditembak polisi.
Peristiwa pada hari terakhir 2018 itu, sekaligus hari terakhir petualangan Abdurrahman sebagai panjambret, yang korbannya kebanyakan mudi-mudi yang nongkrong dan suka swafoto di jalanan sepi yang dulunya dikenal sebagai 'pabrik es' karena pernah beroperasi sebuah pabrik es tua di sana.
Sepak terjang Abdurrahman memang sangat meresahkan. Sebanyak 17 kali menjambret tanpa sekalipun terdekteksi, sebelum petualangnnya dihentikan timah panas pistol polisi pada upaya ke 18.
Polisi sejak lama memburu Abdurrahman karena raja tega. Ia tak ragu melakui para korban jika melawan. Ketika menjambret di Kecamatan Arosbaya misalnya, korbannya sampai terjungkal dari sepeda motor dan berakhir di rumah sakit.
Advertisement
Gadis 17 Tahun Melawan Penjambret
Juga ada kisah Efi yang heroik. Pada Maret 2019, warga Desa Parseh ini merasa dibuntuti seseorang sepulang kerja. Nalurinya tak salah, di jalan raya Kamal, gadis belia 17 tahun ini berjibaku melawan Badrus Soleh, pemuda Arosbaya 24 tahun yang hendak menjambret tasnya.
Setelah nyaris gagal mempertahankan tasnya berisi uang Rp 340 ribu dan sebuah handphone, Efi menggunakan jurus terakhirnya yaitu berteriak minta tolong sambil menarik kaus pelaku hingga jatuh terjerembab ke aspal. Para pengendara yang kebetulan lewat datang menolong.
Makin lama jumlahnya menjadi massa dan beramai-ramai memukuli Badrus yang tidak soleh itu. Sebelum akhirnya ia diselamatkan polisi. Wajahnya penuh luka lebam.
Tiga kisah penjambret apes ini kian menegaskan kalau kaum hawa menjadi semacam karma bagi bandit jalanan dan mereka tak selemah yang para pria kira.
Simak video pilihan berikut ini: