Liputan6.com, Yogyakarta Warga Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir melakukan isolasi mandiri desa atau kampungnya dan warganya menyebutnya lockdown. Gubernur DIY Sultan HB X menyebut warga Yogyakarta yang melakukan penutupan akses masuk ke kampung atau desa yang banyak dilakukan bukanlah masuk dalam kategori lockdown.
"Bukan lockdown sebetulnya, itu agar pendatang itu bisa dikontrol. Jadi memastikan yang bersangkutan itu negatif atau positif," kata Sri Sultan, Senin (30/3/2020).
Sultan menyebut warga mengklaim lockdown di kampungnya tetap harus memperbolehkan warga yang ingin keluar rumah untuk periksa kesehatan dan memenuhi kebutuhan pokok. Namun, yang terpenting adalah mengurangi aktivitas di luar rumah.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
"Praktek di lapangan sulit mengontrol. Di desa banyak jalan yang bisa ditempuh. Di kelurahan saja mungkin ada tiga jalan, dua jalan. Jika dua ditutup dan memfungsikan satu jalan dengan harapan mudah mengontrol siapa yang masuk," katanya.
Sultan mengatakan yang paling penting saat penyebaran virus Corona Covid-19 ini adalah mengurangi pergi keluar rumah. Sehingga sebutan lockdown yang dilakukan warganya tidaklah pas.
"Sebetulnya bukan lockdown, kalau lockdown totally tidak boleh keluar tidak boleh masuk. Kalau itu terjadi maka yang memberi kebijakan harus memberi makan dan lain-lain. Dia perlu sesuatu harus difasilitasi. Kalau tidak boleh keluar rumah maka harus ada yang mengantarkan makanan kalau dia butuh," katanya.
Sultan juga menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo terkait kebijakan lockdown ini. Jika lockdown ini diterapkan maka akan berimbas pada ekonomi Indonesia.
"Kalau Lockdown itu terjadi maka ekonomi akan hancur. Itu yang tadi kita dialogkan kepada bapak presiden," katanya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Surat Edaran untuk Pemudik dan Pendatang
Sultan mengaku tidak masalah dengan para pemudik dan pendatang di Yogyakarta. Walaupun para pemudik dan pendatang ini bisa menambah kasus Corona di Yogyakarta.
"Saya tidak masalah mudik, yang soal bagaimana dia bisa disiplinkan diri, jadi kita bisa kontrol untuk tidak menularkan kalo dia positif yang penting itu bukan di lockdown tapi yang banyak terjadi di Jogja itu seperti itu," katanya.
Menurutnya di Yogyakarta tidak ada virus Corona lokal tetapi orang Yogyakarta yang keluar Yogyakarta dan kembali membawa virus Corona ini. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah ODP di Yogyakarta yang berawal dari warga Yogyakarta bepergian keluar kota lalu kembali lagi.
"Sehingga sebelum 10 hari dari sekarang 300-400 udah ODP. Tapi 10 hari terakhir 1700-an," katanya.
Sultan kemudian menerbitkan Surat Edaran Tanggal 27 Maret 2020 Nomor 2/SE/III/2020 ditujukan selain untuk pendatang dan pemudik juga kepada masyarakat luas dan pemerintah desa di DIY.
Kepada para pendatang maupun pemudik Sultan HB X mewajibkan agar :
1. Melakukan isolasi secara mandiri selama 14 hari (empat belas) hari di rumah sejak hari kedatangan;
2. Menggunakan kamar terpisah dengan anggota keluarga lainnya;
3. Menggunakan masker selama isolasi mandiri;
4. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dan
5. Menghubungi Hotline Center Covid-19 DIY (0274-555585 atau 081127648000) atau fasilitas kesehatan terdekat jika selama masa isolasi mandiri mengalami gejala demam, batuk, pilek dan/atau disertai sesak nafas.
Kepada masyarakat Gubernur DIY juga mewajibkan :
1. Melaporkan kedatangan saudaranya/anggota keluarganya kepada Aparat Pemerintah Desa/Kalurahan/Kelurahan setempat;
2. Membatasi diri untuk tidak banyak berinteraksi dan kontak fisik dengan pendatang/pemudik dan
3. Memantau, mengingatkan dan menegur pendatang/pemudik yang tidak menaati himbauan.
4. Selain itu kepada Pemerintah Desa/Kalurahan/Kelurahan diwajibkan membuat Posko Tangguh Covid-19 serta berkoordinasi dengan pimpinan wilayah Kecamatan/Kepanewon/Kemantren. Apabila Pemerintah Desa/Kalurahan/Kelurahan tidak mampu dalam melaksanakan Surat Edaran Gubernur Nomor 2/SE/III/2020 dapat berkoordinasi secara berjenjang dengan Pemerintah.
Advertisement
Zona Merah vs Kesiapan Anggaran
Sultan meminta kepada pemerintah pusat agar menetapkan kota atau daerah mana yang masuk kategori merah. Sehingga pemerintah daerah dapat mengantisipasi para pendatang atau pemudik di Jogja.
"Bisa kita antisipasi kalau dia dari wilayah merah. Kita tahunya Jakarta dan sekitarnya, tapi kan pemerintah tidak menjawab mana saja. Bagi kami itu masalah kebijakan. Karena tidak ada gubernur se-Jawa yang mengatakan kami tidak mau menerima pendatang. Jadi ruang itu tetap dibuka hanya sekarang perlu diatur," katanya.
Penetapan zona hijau hingga merah ini tidak lain untuk langkah antisipasi saja. Sekaligus untuk memotong penyebaran virus Corona antar daerah. Saat ini menurut Sultan bebannya ada di daerah bukan Jakarta lagi. Sehingga sekarang perlu diatur termasuk bus umum dan pribadi dari zona merah.
"Jadi satu dua hari ini akan diputuskan karena cara pemerintah pusat dan daerah masih berbeda maunya putus orang mudik. Sedangkan di Jawa, tak ada yang kami tolak," katanya.
Sultan mengaku sudah melakukan realokasi anggaran untuk penanganan corona. Nantinya anggaran ini bisa digunakan bagi kebutuhan masyarakat termasuk untuk subsidi tukang becak atau pekerja harian.
"Karena kita sudah menyatakan tanggap darurat. Kalau siaga darurat, yang bisa dihabiskan yang dialokasikan dana tidak terduga," katanya.
Sultan menjelaskan Pemda DIY sudah menetapkan siaga tanggap darurat. Sehingga Pemda DIY bisa menggunakan dana atau anggaran lain selain dana tidak terduga melalui realokasi anggaran tadi.
Menurutnya melalui realokasi anggaran pihaknya bisa mencoret apapun yang sudah di sahkan DPRD. Langkah yang dilakukan Pemda DIY diharapkan juga dilakukan oleh Pemkab atau Pemkot. Sehingga setiap daerah memiliki anggaran yang diambil selain dari dana tidak terduga.
Simak video pilihan berikut: