Cegah Klaster Demo, Polda Banten Bagikan 100 Ribu Masker untuk Massa Aksi

Sepanjang demonstrasi sejak 6 Oktober hingga 15 Oktober 2020, Polda Banten sudah membagikan sekitar 100 ribu masker untuk massa aksi.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 17 Okt 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2020, 14:00 WIB
Kapolda Banten, Irjen Pol Fiandar, Bersama Ketua Ormas dan OKP Saat Deklarasi Damai. Di Mapolda Banten. Jum'at (16/10/2020). (Yandhi Deslatama/Liputan6.com)
Kapolda Banten, Irjen Pol Fiandar, Bersama Ketua Ormas dan OKP Saat Deklarasi Damai. Di Mapolda Banten. Jum'at (16/10/2020). (Yandhi Deslatama/Liputan6.com)

Liputan6.com, Serang - Sepanjang demonstrasi sejak 6 Oktober hingga 15 Oktober 2020, Polda Banten sudah membagikan sekitar 100 ribu masker kepada massa aksi. Tujuannya, agar kegiatan penyampaian pendapat bisa dilakukan, tetapi tidak menciptakan klaster baru penularan covid-19.

Pembagian masker dilakukan oleh pemerintah, TNI, dan Polri, kepada buruh dan mahasiswa yang menggelar aksi demo.

"Pemerintah bersama TNI, Polri, lagi demo gini kadang-kadang caci maki kita, kita tetap bagi masker, total sekitar 100 ribu. Maksudnya kegiatan penyampaian pendapat tetap berjalan, tapi protokol kesehatan tetap kita pedomani dengan memakai masker salah satunya, untuk mencegah penularan, yang kita tidak tahu antara kita ini ada yang OTG atau tidak dan menularkan virus ke yang lainnya," kata Kapolda Banten, Irjen Pol Fiandar, di Mapolda Banten, Jumat (16/10/2020).

Kapolda berencana mengajak dialog mahasiswa dan buruh yang menolak pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker). Menurutnya, penolakan terjadi karena minimnya informasi dan perbedaan persepsi. Jika dialog terjadi, diharapkan gesekan antara yang pro dan kontra bisa diminimalisasi dan arus informasi bisa sampai dengan tepat.

Jika itu bisa dilakukan, harapannya, aksi massa tidak terjadi lagi di wilayah hukum Polda Banten, yang mencakup Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian Kabupaten Tangerang.

"Semua yang terkait dan ada hubungan perbedaan, diharapkan dialog dulu lah. Yang tidak setuju dengan program tertentu dialog, mungkin keterbukaan, kekurangan informasi yang membuat mereka buntu, setelah diberikan informasi jelas dan tidak perlu melakukan hal-hal yang sebetulnya setelah diberikan informasi tidak perlu membawa massa," terangnya.

Kalaupun masih tidak menemui kesepakatan atau persepsi yang sama, pihak yang menolak penetapan UU omnibus law bisa menempuh jalur hukum, dengan melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika melakukan demonstrasi, menurut Kapolda, bisa merugikan masyarakat umum dan roda perekonomian. Saat ini, Indonesia sedang mengalami resesi ekonomi akibat badai pandemi covid-19.

"Bahwa menyelesaikan masalah itu tidak harus dengan kekerasan, (bisa dengan) dialog secara beradab, secara beretika, kalaupun buntu kita selesaikan secara hukum yang ada. Yang kemarin itu UU omnibus law masih ada salurannya, lewat judicial review, jadi sebetulnya tidak usah pakai otot, apalagi melakukan perusakan, penganiayaan, bentrok, tidak perlu, mubazir, rugi kita semua," ujarnya.

Hari ini, Kapolda Banten bersama 25 organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi kepemudaan (OKP) menggelar Deklarasi Menolak Anarkisme dan Banten Cinta Damai. Tujuannya, tidak ada lagi demonstrasi yang berujung kaos dan perusakan fasilitas umum maupun milik pemerintah.

"Ya secara khusus iya (mencegah anarkisme paska penetapan omnibus law) secara umum juga untuk ke depannya. Sehingga pencegahan terhadap perilaku yang nondialogis, non-jalur hukum. Kita angkat nurani, hati para tokoh, pimpinan OKP, ormas, sehingga mereka semua berkomitmen dan menyadari dari kesadaran dirinya sendiri dari dalam, bahwa menyelesaikan masalah itu tidak harus dengan kekerasan," jelasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya