Liputan6.com, Pekanbaru - Tim tangkap buronan (Tabur) Kejati Riau menangkap seorang dosen di Palembang, Sumatra Selatan. Pria bernama Agus Sukaryanto itu ternyata merupakan buronan korupsi yang sudah 18 tahun kabur.
Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto mengatakan, terpidana korupsi di PT Inhutani IV Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir itu, ditangkap pada Rabu malam, 10 November 2021.
Advertisement
Baca Juga
Sebelum penangkapan, Tim Intelijen Kejati Riau dan Kejari Indragiri Hilir mencari keberadaan terpidana hingga akhirnya ditemukan di sebuah rumah di Jalan Anggrek, Palembang, Sumatra Selatan.
Kejati Riau berkoordinasi dengan Kejati Sumatra Selatan dan berkumpul di rumah dinas kepala Kejati di sana. Setelah membahas teknis penangkapan, tim bergerak ke rumah terpidana yang merugikan negara Rp1,2 miliar ini.
"Tim datang ke rumahnya, mengetuk pintu dan sempat menunggu lima menit," kata Raharjo, Jumat (12/11/2021).
Begitu terpidana keluar, tim langsung menangkap dan memasukkan ke dalam mobil. Tanpa perlawanan, terpidana akhirnya sampai ke Pekanbaru pada Jum'at siang.
"Kasusnya ini tahun 2003 bersama Ir Mujiono yang ditangkap di Palu beberapa waktu lalu," kata Raharjo.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kabur Saat Tahanan Kota
Raharjo menjelaskan, terpidana saat kasusnya berjalan pernah ditahan jaksa. Kemudian majelis hakim di Tembilahan menangguhkan penahanannya saat sidang berlangsung.
Status tahanan kota ini dimanfaatkan Agus Sukaryanto. Diapun lari ke berbagai daerah di Riau kemudian menetap di Palembang hingga berjalan 18 tahun.
"Penangkapan ini merupakan eksekusi vonis pengadilan selama selama dua tahun, uang pengganti Rp600 juta dan denda Rp 10 juta subsidair 3 bulan kurungan," jelas Raharjo.
Selama di Palembang, terpidana menghilangkan gelar sarjananya di KTP untuk menghilangkan jejak. Diapun beralih profesi sebagai dosen dan mengajar di berbagai perguruan tinggi di Palembang.
"Selain berpindah-pindah, terpidana juga merubah latar belakang pendidikan, namanya tetap," kata Raharjo.
Raharjo menjelaskan, Agus Sukaryanto dan Ir Mujiono pernah menjadi karyawan PT Inhutani. Pada tahun 1999, keduanya mendapat tugas pembayaran kompensasi kayu temuan Irjen Departemen Kehutanan dan Perkebunan di Sungai Tapah.
Kayu itu kurang lebih 9,9 meter kubik dengan nilai kurang lebih Rp2,9 miliar. Namun dari jumlah dan nilai tersebut, para terpidana tanpa persetujuan direksi hanya melakukan penerimaan kayu 4,8 meter kubik.
Keduanya seolah-olah membayar dengan nilai yang ditetapkan dengan membuat dokumen fiktif. Dana pembayaran itu dipakai atau disalahgunakan keduanya untuk kepentingan sendiri.
"Akibat perbuatan terpidana, negara telah dirugikan Rp1,2 miliar," kata Raharjo.
Advertisement