APTISI Resmi Ajukan Uji Materi Permen Ukom Mahasiswa Kesehatan ke MA

Uji materi tentang uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan karena Permendikbud Ristek No 2/2020 dinilai bertentangan dengan UU Tenaga Kesehatan dan UU Sisdiknas.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 05 Jun 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2022, 20:00 WIB
20151030-Gedung-Mahkamah-Agung
Gedung Mahkamah Agung (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) melalui tim kuasa hukumnya resmi mengajukan judicial review atau uji materi Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) No 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan yang dirasa tidak adil. Permen tersebut diajukan agar diujikan di Mahkamah Agung (MA), pada Jumat (3/6/2022).

Selain APTISI, dua lembaga lain yakni Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta Indonesia (HPTKes) dan Universitas Fort de Kock Bukittinggi (UFDK) menjadi pemohon dalam uji materi ke MA tersebut.

“Hari ini, kita resmi mengajukan gugatannya ke MA,” kata salah seorang tim kuasa hukum ketiga lembaga, Ryand Armilis dari kantor ANSA Law Jakarta dalam keterangan pers yang diterima, Minggu (5/6/2022).

Ryand menjelaskan, alasan pihaknya mengajukan uji materi uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan karena Permendikbud Ristek No 2/2020, bertentangan dengan UU Tenaga Kesehatan dan UU Sisdiknas.

“Karena kewenangan untuk uji kompetensi harusnya ada di perguruan tinggi bukan Komite Nasional Uji Kompetensi yang dibentuk Mendikbud Ristek,” ujarnya.

Lebih lanjut Ryand mengatakan, akibat pengaturan di Permen Ukom yang menjadikan uji kompetensi sebagai syarat kelulusan, sebanyak 300 ribu lebih mahasiswa kesehatan yang seharusnya sudah bisa diwisuda terhalang kelulusannya dan tidak bisa bekerja.

Selain itu, uji kompetensi dengan metode CBT yang dibuat komite nasional uji kompetensi ini hanya bisa mengukur pengetahuan teoritis saja, sementara aspek keterampilan praktik dan aspek sikap tindak calon tenaga kesehatan tidak dapat dinilai.

“Permen ukom cuma copy-paste Permendikbud Ristekdikti 12/2016 yang sudah dicabut sendiri oleh Menristekdikti. Cuma berganti nama saja dari Panitia Uji Kompetensi Nasional sekarang jadi Komite Nasional Uji Kompetensi,” ucap Ryand.

Adapun permohonan uji materi yang diajukan tim kuasa hukum, pertama menyatakan Permendikbud Ristek 2/2020 bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1), (2), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Pasal 25 ayat (1) serta Pasal 61 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kemudian, menyatakan Permendikbud Ristek 2/2020 tidak sah atau tidak berlaku secara umum. Selain itu, pihak kuasa hukum berharap permohonan uji materil ini dikabulkan MA agar memerintahkan kepada Mendikbud Ristek untuk mencabut Permendikbud Ristek 2/2020.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Ini:

Rapat dengan DPR

Gedung DPR
Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Sebelum langkah hukum ini diambil, tim kuasa hukum juga turut mendampingi APTISI bertemu dengan Komisi X DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas perihal yang sama di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, pada Senin (30/5/2022) lalu.

Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain, Ketua Umum APTISI Budi Djatmiko, Ketua Dewan Pembina APTISI Marzuki Alie, serta perwakilan Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta (HPTKes) Indonesia Zainal Abidin. Sementara, RDPU dipimpin Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dan perwakilan fraksi partai di DPR Komisi X.

Dalam paparannya, Ketua APTISI Budi Djatmiko mengayatakan bahwa hingga saat ini ada lebih dari 320 ribu lulusan perguruan tinggi kesehatan yang tidak bisa bekerja sebagai tenaga kesehatan. Penyebabnya, ada syarat uji kompetensi yang dalam pelaksanaannya dinilai melanggar undang-undang.

"Untuk uji kompetensi mahasiswa kesehatan seluruh Indonesia, kami sekarang masih ada 320 ribu lulusan PT kesehatan yang tidak bisa bekerja dikarenakan mereka belum lulus uji kompetensi," kata dia.

Padahal, Budi melanjutkan, bahwa sesuai dengan UU 12 Tahun 2012 pada Pasal 44, uji kompetensi seharusnya dilakukan oleh perguruan tinggi (PT) bersama lembaga tersertifikasi dan/atau organisasi profesi. Tetapi kenyataannya malah dilakukan oleh Komite yang dibentuk oleh Dikti.

“Jadi jelas-jelas itu melanggar undang-undang karena di dalamnya ratusan miliar tiap tahun mengalir dan celakanya dipungut oleh PTN. Sedangkan, pemahaman kami jika ada lembaga yang memungut uang masyarakat itu harus seizin DPR,” tuturnya.

Akibatnya, masalah tersebut turut memengaruhi minat calon mahasiswa untuk masuk ke PT kesehatan di mana peminatnya terus berkurang setiap tahun.

Selain itu, Budi juga menyoroti materi uji kompetensi yang dilaksanakan juga tidak tepat. Standarnya, ada tiga ranah pengujian yaitu psikomotorik, afektif, dan kognitif.

“Nah yang dilakukan hanya satu ranah kognitif saja itu sudah jelas salah," ucapnya.

Dalam kesimpulan keputusan RDPU, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyatakan Komisi X DPR RI akan menindaklanjuti aspirasi dan usulan yang disampaikan APTISI kepada Kemendikbud Ristek RI dalam pengambilan kebijakan terkait pengembangan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia, di antaranya untuk mengembalikan uji kompetensi kepada perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya