Perkembangan Kebaya Kutubaru dari Masa ke Masa

Konsep penciptaan kebaya kutubaru berkaitan erat dengan berkembangnya ajaran Islam yang dianut Kerajaan di Surakarta pada masa lalu.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 27 Nov 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2022, 07:00 WIB
FOTO: Gaya Dian Sastrowardoyo saat Pakai Kebaya, Tampil Elegan
Kebaya model kutubaru berwarna kuning yang digunakan oleh Dian ini juga membuatnya terlihat semakin cerah. Dirinya pun memilih menggunakan makeup natural serta rambut yang dibiarkan tergerai. (Liputan6.com/IG/@therealdisastr)

Liputan6.com, Surakarta - Kebaya kutubaru adalah kebaya dengan karakteristik yang muncul pada akhir abad ke-18. Kebaya ini berupa secarik kain yang menghubungkan lipatan kebaya sisi kiri dan kanan di bagian dada.

Mengutip dari 'Sirih Merah sebagai Sumber Ide Pembuatan Motif dalam Kebaya Modern' oleh Putri Utami Mukti, kebaya kutubaru dipakai dengan menambahkan kain yang dililit di bagian perut atau yang biasa disebut stagen. Penggunaan stagen dapat menguatkan siluet pada tubuh perempuan yang memakainya.

Konsep penciptaan kebaya kutubaru berkaitan erat dengan berkembangnya ajaran Islam yang dianut Kerajaan di Surakarta pada masa lalu. Jauh sebelum mengenal kebaya kutu baru, awalnya para wanita di Surakarta menggunakan jarit dan kemben atau dodot untuk pakaian sehari-hari.

Namun, seiring berkembangnya ajaran Islam, pihak keraton berupaya merancang pakaian yang dianggap lebih sopan dan tertutup, sesuai dengan syariat Islam. Perubahan bentuk kebaya kutubaru pun berangsur tampak sejak masa kerajaan Mataram Islam di Surakarta.

Pada 1930-an, kebaya kutubaru digunakan sebagai pakaian sehari-hari masyarakat Surakarta. Bahkan, pada periode kemerdekaan Indonesia, kebaya kutubaru juga kerap digunakan sebagai cerminan tingkatan sosial penggunanya.

Perbedaan kelas sosial dalam penggunaan kebaya ini terlihat dari bahan dasar kain serta aksesori yang digunakan. Kebaya untuk kaum ningrat biasanya banyak menggunakan kombinasi batik tulis.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Bahan Kebaya

Bahan kebaya kutubaru untuk ningrat pun biasanya menggunakan sutra, brokat, atau beludru. Sementara kebaya untuk rakyat biasa lebih sering menggunakan kain buatan pabrik dengan kualitas standar.

Kebaya kutubaru sempat mengalami pasang surut. Namun, popularitasnya kembali naik setelah dikenakan Ibu Tien Soeharto, ibu negara saat itu, dalam berbagai kesempatan.

Pada 2000-an, kebaya kutubaru banyak mengalami perubahan, baik dari segi bahan atau pola. Meski demikian, kebaya kutubaru versi modern tetap mempertahankan ciri khasnya, seperti bagian bef (kain yang dijahit di bagian tengah depan), lengan, dan kerah.

Berdasarkan ukuran bef, kebaya kutubaru modern dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kutubaru panjang dan kutubaru pendek. Kebaya kutubaru panjang memiliki bef hingga batas bawah pusar, sehingga stagen tak diperlukan dalam pemakaiannya.

Sementara kebaya kutubaru pendek memiliki bef yang dijahit hingga di atas pusar. Pada bagian pusar memerlukan stagen sebagai penutup.

Kini, penggunaan kebaya kutubaru modern lebih praktis. Jika semula dikenakan dengan kain jarit dan stagen, saat ini kebaya bisa dikenalan dengan berbagai model rok yang lebih sederhana.

Selain dengan jarit dan rok, kebaya kutubaru juga bisa digunakan dengan bustier maupun longtorso. Penggunaan bustier maupun longtorso dapat menyempurnakan bentuk tubuh saat memakai kebaya.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya