Liputan6.com, Bandung - Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menyebutkan pentingnya membangun early warning system (EWS) atau peringatan dini pembentukan badai tropis sejak dari pusaran pemicu (vorteks) di Indonesia.
Tujuannya agar dampak bencana yang dahsyat (katastropik) dari siklon tropis dapat diminimalkan dan masyarakat dapat bersiap diri seminggu sebelumnya.
Baca Juga
Apalagi kata Erma, kemungkinan (probabilitas) terbentuknya siklon mirip Seroja yang dipicu dari sepasang vorteks yang terpantau tumbuh di utara yakni di Samudra Pasifik dan selatan Papua, tepatnya di Arafura kini menjelma menjadi sepasang badai Tropis 90W (5LS, 140BT) dan 98S (5LS, 135BT) ini memiliki peluang terjadi dua tahun sekali.
Advertisement
"Badai tropis 90W yang berlokasi di utara Papua itu berpotensi bergerak menjauh ke utara menuju Samudra Pasifik. Sementara yang di selatan berpotensi terus membesar dan bergerak ke arah barat daya mendekati wilayah di Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti Pulau Alor, Lembata, Wetar, Timor, Kupang, dan sekitarnya," ujar Erma dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Bandung, Kamis, 6 April 2023.
Erma menyebutkan selama tahap pertumbuhan badai tropis di Arafura ini, peningkatan hujan dan angin kencang berdampak langsung ke wilayah di sekitarnya yaitu NTT.
Â
Dapar Picu Hujan Badai
Selain itu, lanjut Erma, keberadaan 98S ini juga dapat memicu pembentukan hujan berpola hujan badai (squall line) di bagian barat Indonesia yang telah intensif terbentuk di Sumatera dan Kalimantan sejak kemarin malam (5/4/2023).
Badai tropis di Arafura berpotensi berubah menjadi siklon mirip Seroja yang pernah terjadi dua tahun lalu pada 4 April 2021 dan menjadi siklon pertama terjadi di Indonesia dengan pusat inti pusaran berada di atas darat.
"Kajian terbaru yang dilakukan oleh BRIN menunjukkan siklon Seroja diinisiasi dari sepasang vorteks yang tumbuh di atas Laut Banda," sebut Erma.
Erma menerangkan pada waktu itu vorteks di utara menjauh menuju Filipina untuk kemudian berubah menjadi Siklon Tropis. Sementara itu, vorteks di selatan terus membesar dan menguat lalu berubah menjadi siklon Seroja.
Proses evolusi dari vorteks menjadi siklon Seroja ini terjadi selama 10 hari dan awal pembentukan sepasang vorteks tersebut terjadi pada 28 Maret 2021.
"Terbukti dapat diprediksi oleh Satellite Disaster Early Warning System (SADEWA) dan tervalidasi melalui kajian dengan menggunakan data reanalisis satelit," ungkap Erma.
Kajian terbaru mengenai siklon Seroja oleh tim peneliti dengan penulis pertama Erma Yulihastin di BRIN tersebut berjudul 'Evolution of Double Vortices Induce Seroja Tropical Cyclogenesis over Flores, Indonesia,' ini telah diterima oleh jurnal Natural Hazards pada 3 April 2023.
Advertisement