Liputan6.com, Bandung - Masyarakat tinggal menghitung hari untuk merayakan Hari Sumpah Pemuda. Peringatan tersebut jatuh pada 28 Oktober setiap tahunnya.
Hari Sumpah Pemuda merupakan peringatan yang sering digelar di Indonesia untuk menjadi pengingat bagi para pemuda dan pemudi di Indonesia. Khususnya untuk para pemuda bisa jauh lebih bangga dan cinta kepada Tanah Air-nya.
Adapun pada peringatan tahun ini perayaan Hari Sumpah Pemuda mempunyai tema "Bersama Memajukan Indonesia". Tema tersebut diketahui mengandung tiga makna yang mempunyai arti.
Advertisement
Pertama, untuk membangun semangat kolaborasi dari semua elemen bangsa dalam memajukan Indonesia. Kedua, memantapkan kerja bersama dalam satu orkestrasi gerak langkah melalui rangkaian peringatannya sehingga tercipta pemuda maju.
Ketiga, meraih peningkatan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah. Perlu diketahui tema ini tertuang dalam Surat Keterangan No. PP.00/10.19.1/MENPORA/X/2023.
Kita juga harus mengetahui jika Sumpah Pemuda dikenal sebagai momentum penting bagi para pemuda Indonesia. Karena berkat Sumpah Pemuda Indonesia yang majemuk dapat mempunyai rasa persatuan serta kesatuan.
Peringatan Hari Sumpah Pemuda lahir berdasarkan dari hasil rapat para pemuda pada Kongres Pemuda Kedua yang digelar 28 Oktober 1928. Adapun tahun ini Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-95 tahun.
Masyarakat Indonesia khususnya para pemuda bisa merayakan Hari Sumpah Pemuda dengan berbagai macam kegiatan. Salah satunya bisa dengan membacakan puisi yang cocok dengan Hari Sumpah Pemuda.
Kumpulan Puisi Sumpah Pemuda Karya Penyair Terkenal
Dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda, masyarakat bisa merayakannya dengan membacakan puisi. Berikut ini adalah puisi Sumpah Pemuda dari penyair terkenal seperti WS Rendra hingga Chairil Anwar:
1. Puisi Karya W.S Rendra - “Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang”
Tuhanku,
WajahMU membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
biarpun bersama penyesalan
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
18 Juni 1960
2. Puisi Karya Chairil Anwar - “Merdeka”
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati
Advertisement
Puisi Berikutnya
3. Puisi Karya Chairil Anwar - “Diponegoro”
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
4. Puisi Karya Taufiq Ismail - “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Penjajahan Baru, Kata Si Toni”
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat terpergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama
Lanjutan Puisi Karya Taufiq Ismail - “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Penjajahan Baru, Kata Si Toni”
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam kerangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasa gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian akmi giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
Advertisement