Naskah Kuno di Museum Prabu Siliwangi Sukabumi, Tempat Belajar Sejarah Padjajaran

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah meneliti puluhan benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi, Kota Sukabumi.

oleh Fira Syahrin diperbarui 27 Mei 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2024, 00:00 WIB
BRIN saat menyampaikan hasil penelitian benda bersejarah di Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi (Liputan6.com/Fira Syahrin).
BRIN saat menyampaikan hasil penelitian benda bersejarah di Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi (Liputan6.com/Fira Syahrin).

Liputan6.com, Sukabumi - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah meneliti lebih dari 40 benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi, Kota Sukabumi selama dua hari, dari 6 hingga 7 Mei 2024.

Hasil dari penelitian tersebut dijelaskan oleh BRIN bahwa Museum Prabu Siliwangi menjadi tempat yang cocok untuk belajar sejarah era Kerajaan Padjajaran.

"Saya kira museum ini cukup representatif untuk belajar tentang sejarah Pajajaran jaman kerajaan Sunda," kata Kepala Pusat Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN M Irfan Mahmud, Sabtu (25/5/2024).

Irfan menjelaskan, sejumlah benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sejumlah benda koleksi di Museum Prabu Siliwangi untuk melengkapi narasinya. Terlebih, benda koleksi yang ada di museum tersebut jumlahnya mencapai ratusan hingga ribuan.

"Memang perlu kolaborasi untuk memperkuat narasi koleksi kedepan. Pak kiai sudah membuka banyak kesempatan buat kita berkolaborasi untuk itu," ucapnya.

"Jadi koleksi koleksi ini tentu akan dicoba oleh teman-teman untuk melihat konteks sejarahnya, tradisinya, konteks arkeologinya terutama untuk narasi yang bisa memberikan gambaran tentang perjalanan sejarah Pajajaran Sunda dari jaman prasejarah, hingga kolonial," sambung dia.

Dia menjelaskan, kesulitan yang dihadapi selama penelitian terletak pada kurangnya informasi mengenai sumber lokasi saat benda objek penelitian pertama kali ditemukan.

"Beberapa. Tidak semua yang kesulitan. Hanya karena informasi tentang lokasi sumbernya ada yang tidak diketahui padahal untuk memberi narasi sejarah kebudayaannya penting untuk mengetahui landscape kebudayaannya," jelasnya.

Kendati demikian, pihaknya menilai museum tersebut tetap layak untuk menjadi media pendidikan sejarah. Seperti benda prasasti dan kitab kuno yang bisa menjadi alat peraga memberi wawasan kepada pengunjung. 

"Koleksi itu bisa digunakan dengan menggunakan sumber pembanding untuk mengetahui mungkin tentang bagaimana transformasi kebudayaan dari periode prasejarah ke zaman Islam," ungkapnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Jadi Alternatif Tempat Pembelajaran Kurikulum Merdeka

Lebih lanjut, menurut BRIN, Museum Prabu Siliwangi merupakan tempat yang representatif untuk implementasi kurikulum merdeka. Sebab, selain terintegrasi dengan Ponpes Dzikir Al Fath, di sana juga banyak diajarkan kearifan lokal seperti pencak silat dan pengobatan tradisional.

"Banyak kita lebih cenderung belajar tentang peradaban modern yang dari luar sementara pengetahuan lokal yang kita bisa lihat, etnomedisin (pengobatan tradisional) misalnya ada di sini. Tata kelola pertanian dan sebagainya, pupuk, siklus ekosistem," ujarnya.

Pihaknya menyebut, sebagian besar sekolah tak memberikan perhatikan banyak terhadap kebutuhan pengetahuan sejarah kebudayaan. Terlebih pengetahuan mengenai sejarah kerajaan yang berkorelasi dengan pengetahuan Islam. 

Di tempat yang sama, pendiri Museum Prabu Siliwangi KH Fajar Laksana menambahkan, penelitian dari BRIN dapat membantu pihaknya dalam mengklasifikasi benda benda koleksi di salah satu museum Sukabumi ini.

"Bisa memberitahukan kepada siswa dan pengunjung bahwa di museum kita ini mewakili empat jaman. jadi nanti dikelompokkan batu ini jaman prasejarah, batu ini jaman peralihan prasejarah ke sejarah, baru ini jaman sejarah, batu ini jaman kontemporer modern," kata KH Fajar.

Setelah diteliti BRIN, kini pihaknya tahu bahwa Museum Prabu Siliwangi terbagi menjadi empat era, yakni era prasejarah, era peralihan dari pra sejarah ke sejarah, era sejarah dan era kontemporer.

"Di museum ini ada batu megalitik tipe Hindu Budha yang sudah dinyatakan sah menjadi artefak. Tetapi ada juga arca yang peralihan dari prasejarah ke sejarah, dan ada arca yang sudah ada pada era sejarah, dan memang ada juga arca yang baru," jelasnya.

Hasil dari penelitian ini akan dilaporkan kepada pemerintah apakah ada yang akan dijadikan objek cagar budaya. Selanjutnya, arkeolog dari BRIN juga akan meneliti benda koleksi lainnya dari era kolonial dan naskah kuno berbahasa ibrani, qibti dan lainnya.

"Ada tiga orang tenaga ahli untuk naskah naskah kuno dan benda-benda jaman kolonial. Karena di museum banyak benda-benda kolonial peninggalan Belanda dan naskah naskah kuno yang akan segera kita teliti," ungkapnya.

"Naskah kunonya sangat luas termasuk naskah Islam seperti kitab Zabur bahasa qibti (Mesir kuno), kitab Injil Barnabas kemudian tulisan tulisan Mesir kuno, tulisan tulisan Suryani, Ibrani jadi bukan di Indonesia," sambung dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya