3 Catatan Pengamat BUMN Herry Gunawan Soal Uji Coba Kerja 4 Hari

Pengamat BUMN Herry Gunawan menyebutkan ada beberapa catatan atas rencana uji coba kerja 4 hari bagi BUMN.

oleh Novia Harlina diperbarui 13 Jun 2024, 02:15 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2024, 12:30 WIB
Gedung Kementerian BUMN
Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN mulai melakukan uji coba kerja empat hari dalam satu minggu. Kebijakan ini rencananya bakal diberlakukan secara permanen, termasuk ke BUMN. Rencana tersebut memunculkan sejumlah catatan yang perlu dijadikan pertimbangan.

Pengamat BUMN Herry Gunawan menyebutkan ada beberapa catatan atas rencana tersebut. Catatan pertama, dasar regulasi dan tata kelola.

Kebijakan kerja lima atau enam hari, dasarnya jelas yakni Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Peraturan itu menegaskan, hari kerja instansi pemerintah sebanyak lima hari dalam satu minggu. Bahkan harinya disebut: Senin-Jumat. Jumlah jamnya, 37 jam 30 menit, tidak termasuk istirahat.

Dalam peraturan itu disampaikan, jumlah hari kerja dan/atau jam kerja dapat diubah apabila ada kebijakan Presiden terkait hari libur nasional. Kebijakan ini tidak berlaku bagi tiga kelompok: TNI, Polri, Perwakilan RI di luar negeri.

"Jadi kebijakan Menteri BUMN yang ingin kerja empat hari itu bertentangan dengan regulasi di atasnya, yakni Peraturan Presiden. Ini kacau, tata kelolanya," ujar Herry Gunawan, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute di Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Selain itu, lanjutnya, urusan pendayagunaan aparatur sipil negara kan ada di Kementerian PAN-RB. Kalau minat, Menteri BUMN usulkan saja ke Kementerian PAN-RB biar tata kelolanya selaras. “Jangan jalan sendiri, seperti negara dalam negara."

Apalagi kalau dilihat ke belakang, jelasnya, pada 2023, Menteri BUMN mau meminta BUMN di bawah naungannya untuk berbagi bonus kepada pegawai Kementerian BUMN dari dividen masing-masing BUMN.

"Ini kan gratifikasi. Regulator kok minta duit ke operator, bukan malah bantu mengawasi. Selain itu, dividen BUMN kan yang kelola Menteri Keuangan," tegasnya.

Catatan kedua, model penerapannya. Herry menyampaikan sampai saat ini nyaris tidak mendengar polanya, kecuali kalau bisa menabung jam kerja sehingga bisa 40 jam kerja dalam empat hari, maka bisa libur tiga hari dalam satu minggu.

Menurutnya negara lain memang banyak yang uji coba kebijakan empat hari kerja ini. Misalnya Amerika Serikat, Finlandia, Jerman, Inggris, Portugal, hingga Jepang.

"Jangan lupa, seperti Portugal dan Inggris misalnya, menggunakan pola yang disebut 100:80:100. Gaji dibayar 100 persen untuk 80 persen waktu kerja (empat hari seminggu), tapi output atau hasil kerjanya tetap 100 persen," katanya.

Ia menyebut saat Inggris uji coba kebijakan ini, ada tim independen yang menilai, seperti perguruan tinggi maupun organisasi non pemerintah. Sementara di Kementerian BUMN, penilaian dilakukan sendiri.

"Tidak terdengar ada pihak independen yang terlibat, sehingga objektivitasnya lemah," kata Herry.

Catatan ketiga, analisis dampak, menurutnya, jangan sampai karena hanya mengejar libur tiga hari, output-nya malah ikut 80 persen. Akibatnya, yang stres masyarakat atau pemangku kepentingan yang semestinya dapat layanan 5 hari.

Kemudian, kalau harus berhubungan dengan mitra kerjanya yang bekerja lima hari.

"Pertanyaannya, tugas di Kementerian BUMN ditunda, atau suruh ada yang masuk dengan kompensasi, misalnya lebur atau tunjangan khusus? Lagi-lagi bisa tambah anggaran, sehingga dampaknya ada biaya tinggi yang jadi beban negara," ia menambahkan.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya