Bursa Asia Menguat Menyusul Reli pada Bursa AS

Indeks MSCI Asia Pasifik naik 0,7 persen menjadi 132,13 pada pukul 09.00 waktu Tokyo, Jepang.

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Okt 2015, 08:31 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2015, 08:31 WIB
Bursa Saham Asia
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Sydney - Saham-saham di kawasan Asia Pasifik (bursa Asia) menguat menuju kenaikan terbesar mingguan sejak Desember 2011. Penguatan bursa Asia ini mengikuti Wall Street yang juga naik karena volitilitas harga saham mulai rendah.

Mengutip Bloomberg, Jumat (9/10/2015), Indeks MSCI Asia Pasifik naik 0,7 persen menjadi 132,13 pada pukul 09.00 waktu Tokyo, Jepang. Kenaikan pada pembukaan perdagangan kali ini menambah penguatan sebesar 4,6 persen yang telah dicetak pada hari-hari sebelumnya di pekan ini.

Indeks Topix Jepang naik 1,1 persen. Indeks S&P NZX 50 Selandia Baru naik 0,7 persen dan Indeks S&P 200 Australia menguat 1,1 persen. Pasar Korea Selatan dan Taiwan ditutup karena libur nasional. Sementara untuk China dan Hong Kong belum dibuka.

Penguatan bursa Asia ini mengikuti kenaikan yang terjadi di Wall Street. Dow Jones Industrial Averange naik 138,46 poin atau 0,82 persen ke angka 17.050,75. S&P 500 juga menguat 17,6 poin atau 0,88 persen ke level 2.013,43. Sementara Nasdaq Composite Index menambah 19,64 poin atau 0,14 persen ke 4.810,79.

"Pelaku pasar melihat bahwa hal ini seperti putaran lanjutan apa yang terjadi sebelumnya," jelas Chief Market Strategist CMC Markets Plc, Michael McCarthy.

Pada perdagangan sebelumnya, bursa Asia juga menguat karena didorong penguatan pada Wall Street. Indeks saham S&P 500 bahkan mencatat lonjakan tertinggi dalam tiga minggu didukung perusahaan bioteknologi.

Sementara itu, pasar menanti reaksi di bursa saham China setelah libur seminggu sejak akhir September 2015. Bursa saham China sempat bergejolak seiring kekhawatiran perlambatan ekonomi.

"Boleh dibilang pelaku pasar mengantisipasi dua perkembangan paling penting sejak bursa saham China libur, yaitu data tenaga kerja Amerika Serikat melemah dan mengesampingkan data output dari Inggris," ujar Marc Chandler, Kepala Riset Brown Brothers Harriman. (Gdn/Ahm)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya