Dikabarkan IPO di BEI pada 2022, Ini Respons Blibli

PT Global Digital Niaga atau lebih dikenal dengan nama Blibli dikabarkan akan gelar IPO pada 2022.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Agu 2021, 21:14 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2021, 12:58 WIB
Blibli
Ilustrasi Blibli PayLater. (Dok. Blibli)

Liputan6.com, Jakarta - PT Global Digital Niaga atau lebih dikenal dengan nama Blibli dikabarkan sedang memilih konsultan atau penasihat untuk rencana penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2022.

Hal itu berdasarkan sumber yang mengetahui hal tersebut, yang dilaporkan Bloomberg, seperti dikutip  dari techinasia, Kamis (26/8/2021).  PT Global Digital Niaga atau Blibli bekerja sama dengan Credit Suisse Group AG dan Morgan Stanley untuk menjajaki penjualan saham untuk pertama kali. Bank lain berpotensi akan ditambah dalam daftar tersebut.

Namun, pembahasan masih dalam tahap awal, dan ukuran IPO bergantung pada bisnis Blibli mana yang dimasukkan.

Saat dikonfirmasi mengenai rencana IPO tersebut, VP Public Relations Blibli Yolanda Nainggolan menuturkan, pihaknya tidak dapat mengomentari rumor dan spekulasi yang beredar. Namun, sebagai e-commerce Indonesia yang telah beroperasi selama 10 tahun, Blibli diperkuat dengan ekosistem teknologi dan bisnis menyeluruh yang mencakup B2C, B2B, B2BC dan B2G terus fokus mengembangkan bisnis.

Selain itu, memberikan solusi nyata guna membangun kepercayaan dengan memberikan pengalaman ritel terbaik kepada pelanggan, memberdayakan mitra bisnis dan menciptakan inovasi solusi nyata untuk pemangku kepentingan lewat strategi omnichannel yang terintegrasi dan menyeluruh.

"Tentunya Blibli sangat terbuka dengan opsi terbaik yang dapat mempercepat pengembangan ekosistem dalam memberikan solusi inovasi kepada pelanggan kami,” ujar dia.

Ia menambahkan, bagi Blibli yang terpenting adalah proses yang berkelanjutan agar tidak hanya bertahan tapi juga terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi pelanggan, mitra bisnis dan Indonesia. "Untuk itu, hingga kini, kami masih beroperasi dengan model pendanaan yang ada,” kata dia.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

IFSoc: Aturan Saham dengan Hak Suara Multipel Diperlukan untuk IPO Unicorn

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mempersiapkan sejumlah regulasi untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan teknologi digital dengan valuasi lebih dari USD 1 miliar atau unicorn.

Hal ini dilakukan untuk mendorong perusahaan melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di pasar modal Indonesia.

Salah satu aturan yang tengah digodok ialah Multiple Voting Shares (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM). Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara mengatakan, penerapan SHSM sangat diperlukan oleh pasar modal Indonesia agar perusahaan unicorn tertarik masuk ke bursa saham.

Mirza menuturkan, founder perusahaan unicorn memiliki keahlian dan inovasi untuk mengembangkan perusahaan ekonomi digital. Akan tetapi, kemampuan dana terbatas, sedangkan perusahaan masih perlu mendapatkan injeksi modal untuk berkembang.

"Agar founder dapat terus berinovasi tapi hak suaranya tidak terdilusi signifikan, maka perlu diperkenalkan MVS atau SHSM,” ujar dia dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa, 17 Agustus 2021.

Selain itu, Mirza menuturkan, aturan SHSM juga dapat mengakomodasi aturan Bank Indonesia terkait kepemilikan asing di perusahaan-perusahaan teknologi finansial atau payment system.

“Dengan diperbolehkannya MVS atau SHSM, maka pemodal asing dapat memiliki 85 persen saham di perusahaan payment system di Indonesia, tapi hak suaranya dibatasi hanya 49 persen,” tutur dia.

Melindungi Investor

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk melindungi investor, Mirza juga menyebut, otoritas pasar modal juga harus mempertimbangkan aturan mengenai batasan emiten untuk melakukan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dalam waktu satu tahun atau dua tahun.

"Hal yang perlu diatur juga mengenai batasan aksi rights issue, karena perusahaan ekonomi digital saat ini masih merugi dan perlu sering tambahan modal untuk operasi dan ekspansi bisnis,” ujar dia.  

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, aturan SHSM sudah masuk tahap finalisasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aturan ini diharapkan bisa segera dirilis sehingga dapat mengakomodasi unicorn yang akan melakukan IPO.

"Di satu sisi kita berikan kesempatan buat perusahaan untuk rising fund di pasar modal, namun di sisi lain kita tetap kita sematkan notasi khusus bahwa perusahaan ini menerapkan SHSM,” ujarnya dalam Edukasi Wartawan terkait IPO Unicorn, Rabu 28 Juli 2021.

Adapun penerapan SHSM bertujuan untuk menjaga pengendalian dari para founder yang merupakan sosok kunci sebuah perusahaan. Meskipun persentase kepemilikannya kecil, para founder tetap memiliki kendali untuk mewujudkan visi misi perusahaan jangka panjang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya