Strategi Investasi di Tengah Sentimen Rusia-Ukraina hingga The Fed

Melihat risiko dan menangkap peluang yang ada, dapat disimpulkan perbaikan fundamental ekonomi Indonesia berperan sebagai penopang sentimen di pasar saham domestik.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Feb 2022, 09:19 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2022, 09:19 WIB
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Austin Distel)
Ilustrasi investasi (Foto: Unsplash/Austin Distel)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah sentimen global dan internal membayangi pasar modal Indonesia. Di tengah sentimen tersebut, ada sejumlah strategi investasi yang dapat diambil di tengah kondisi ekonomi saat ini.

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja pun membahas mengenai sentimen dan strategi investasi di tengah sinyal positif dari pasar domestik dan sentimen global seperti konfilik Rusia dan Ukraina.

Dari sinyal positif pasar domestik, Freddy mengatakan, berbekal pengetahuan dan pengalaman yang lebih baik dalam menangani pandemi COVID-19 dan ditopang oleh tingkat vaksinasi yang semakin tinggi, dampak gelombang ketiga pandemi COVID-19 terhadap perekonomian dan pasar keuangan terlihat lebih terbatas dibandingkan gelombang-gelombang sebelumnya pada 2020 dan 2021.

"Sinyal keberlanjutan pemulihan ekonomi di Indonesia terlihat dengan terjadinya peningkatan siklus investasi dan konsumsi masyarakat yang menjadi katalis penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (27/2/2022).

Ia menambahkan, peningkatan siklus investasi ditandai dengan kenaikan impor barang mentah dan barang modal. Sedangkan peningkatan konsumsi masyarakat terjadi seiring tingginya harga komoditas yang dapat mendorong konsumsi.

Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah didukung indikator stabilitas makroekonomi antara lain suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa yang menunjukkan perbaikan solid membuat Indonesia lebih kuat dalam menghadapi normalisasi kebijakan moneter global.

"Selain itu, rendahnya kepemilikan investor asing di pasar modal, baik di pasar saham maupun obligasi juga menurunkan risiko volatilitas nilai tukar jika terjadi arus dana keluar dari Indonesia saat sentimen global memburuk," kata dia.

Freddy menjelaskan, untuk menjaga keseimbangan antara menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan stabilitas rupiah, Bank Indonesia untuk sementara waktu diperkirakan mempertahankan tingkat suku bunga acuan (selama inflasi masih terjaga), tetapi menaikkan Giro Wajib Minimum secara bertahap hingga September 2022. 

Dana sekitar Rp200 triliun (1,1 persen dari produk domestik bruto/PDB) akan ditarik dari sektor perbankan, nilai yang setara dengan 25 persen dari Rp800 triliun likuiditas yang disuntikkan oleh Bank Indonesia sejak awal pandemi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Antisipasi Kebijakan The Fed

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Freddy menambahkan, the Fed telah mempertegas perubahan arah kebijakannya dengan lebih menekankan pada pentingnya penanggulangan inflasi, memberikan sinyal kenaikan suku bunga lebih cepat dan sinyal pengurangan neraca (quantative tightening).

"Seiring perubahan arah kebijakan ini, antisipasi pasar terhadap jumlah kenaikan suku bunga menjadi semakin agresif, berada di kisaran kenaikan 4-5 kali pada 2022," kata dia.

Ia mengingatkan dalam memutuskan kebijakan, the Fed akan tetap data dependent. Ini artinya keputusan menaikkan suku bunga akan tetap didasari pada perkembangan data perekonomian terkini, terutama terkait inflasi, arah pertumbuhan ekonomi dan pandemi COVID-19.

Freddy menambakan, sangat wajar jika terjadi sedikit volatilitas pasar pada periode kenaikan suku bunga the Fed.

"Namun, stabilitas makroekonomi Indonesia saat ini yang jauh lebih baik dibandingkan dengan data-data periode kenaikan suku bunga the Fed pada masa lalu, membuat Indonesia jauh lebih kuat dalam menghadapi kenaikan ini,” kata dia.


Ketegangan Geopolitik Rusia dan Ukraina

Invasi Rusia Rangsek Ibu Kota Ukraina
Seorang tentara Ukraina berjalan melewati truk militer yang terbakar, di sebuah jalan di Kiev, Ukraina, Sabtu (26/2/2022). Pasukan Rusia menyerbu ke arah ibu kota Ukraina pada Sabtu (26/2), dan pertempuran jalanan pecah saat pejabat kota mendesak penduduk untuk berlindung. (AP Photo/Efrem Lukatsky)

Dalam beberapa pekan terakhir, perhatian dunia tengah fokus pada ketegangan antara dua negara yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet, Rusia dan Ukraina.

Secara geografis, Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia dan Uni Eropa. Secara geopolitik, saat ini Ukraina terlihat lebih mendekat ke Eropa.

“Perkembangan invasi Rusia ke Ukraina menjadi salah satu risiko yang harus diwaspadai, karena dapat menimbulkan peningkatan volatilitas di pasar finansial dunia. Sebagai negara penghasil komoditas, baik di bidang pertambangan maupun pertanian - terutama gandum, invasi Rusia ke Ukraina dapat menambah beban pada meroketnya inflasi dunia,” ujar dia.


Prospek di Pasar Saham dan Obligasi

Pembukaan Awal Tahun 2022 IHSG Menguat
Aktivitas pekerja di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Freddy menuturkan, mencermati risiko dan menangkap peluang yang ada, dapat disimpulkan perbaikan fundamental ekonomi Indonesia berperan sebagai penopang sentimen di pasar saham domestik.

Kesiapan Indonesia dalam menghadapi perubahan kebijakan moneter dan fiskal pada 2022 ditunjukkan oleh aliran dana asing yang masuk secara stabil ke pasar saham Indonesia.

"Optimisme pemulihan aktivitas ekonomi, fundamental ekonomi yang semakin baik, stabilitas nilai tukar rupiah, serta pendekatan investor yang forward looking past pandemic mendorong masuknya aliran dana asing di pasar saham Indonesia,” kata dia.

Freddy menambahkan, pasar obligasi Indonesia sudah lebih siap dalam menghadapi volatilitas eksternal.  Kondisi fundamental yang suportif menjadi penopang pasar obligasi Indonesia di tengah tingginya sentimen eksternal.

Fundamental yang suportif terlihat dari imbal hasil riil yang tinggi, defisit neraca berjalan yang mengecil, cadangan devisa yang meningkat, likudiitas domestik yang memadai, dan pasokan yang terkendali.

"Di tengah kondisi saat ini, investor harus melakukan diversifikasi portofolio investasi. Investasi pada kedua instrumen, baik saham maupun obligasi, akan menjaga risk-return portofolio investor,” ujar dia.

Ia mengatakan, saham dapat menjadi performance kicker yang didukung oleh potensi pemulihan ekonomi, sedangkan obligasi dapat memberikan kinerja yang lebih moderat dengan risiko yang lebih rendah.   Keduanya sebaiknya dimiliki oleh investor sebagai diversifikasi aset pada portofolio di tengah kondisi global yang fluktuatif.

Sebagai ilustrasi, dalam setahun terakhir (per akhir Januari 2021 – akhir Januari 2022), reksa dana saham Manulife Saham Andalan (MSA) mencatatkan kinerja sebesar 23,44 persen. Pada periode yang sama, reksa dana pendapatan tetap Manulife Pendapatan Bulanan II (MPB II) mencatatkan kinerja sebesar 3,37 persen dan Manulife Obligasi Unggulan (MOU) memberikan imbal hasil sebesar 5,45 persen.

"Di tengah kondisi perekonomian yang kondusif, investor tetap disarankan untuk melakukan diversifikasi portofolio dengan porsi yang sesuai dengan tujuan keuangan dan profil risiko masing-masing investor,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya