Memilih Sektor Saham Pilihan saat Banjirnya Dana Asing

Empat sektor saham di pasar modal diprediksi memiliki prospek pertumbuhan positif pada 2022.

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Apr 2022, 21:33 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2022, 21:33 WIB
Perdagangan Awal Pekan IHSG Ditutup di Zona Merah
Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi sentuh 7.400-7.500 pada 2022. Hal tersebut didukung dari kenaikan harga komoditas dan aliran dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia.

Founder Indonesia Investment Education Rita Efendy menuturkan, IHSG akan berada di level kisaran 7.400-7.500. Sentimen inflasi membayangi pasar saham. Rita mengatakan, peningkatan inflasi terjadi di seluruh dunia. Namun, peningkatan inflasi lebih tinggi terjadi di negara maju karena tingkat stimulus yang diberikan kekonsumen pasca pandemi.

“Naiknya harga energi dan pangan telah memicu inflasi yang lebih tinggi di banyak negara. Faktor-faktor tersebut dapat terus menambah inflasi pada 2022,” ujar dia.

Karena inflasi tersebut, menurut Rita, foreign flow akan konsisten membanjiri emerging market. Harga komoditas pun akan tetap tinggi sepanjang tahun karena gangguan supply dan kenaikan permintaan.

Earnings growth diperkirakan pada kisaran 22 persen pada 2022 dengan pertumbuhan ekonomi hingga 5,4 persen. Adapun tingkat inflasi, di kisaran 3,2 persen Rupiah akan stabil di kisaran Rp14.000. Hal ini pun didukung dengan penanganan COVID-19 yang kemungkinan menjadi endemi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sektor Saham Pilihan

IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dengan kondisi demikian, pihaknya mencermati empat sektor di pasar modal yang memiliki prospek pertumbuhan positif yaitu mining khususnya metal, banking, property, dan tower.

"Seperti di sektor mining kebutuhan nikel ke depan akan tinggi berasal dari baterai untuk kendaraan listrik dan stainless steel. Indonesia akan menjadi produsen nikel terbesar dengan diperkirakan 40 persen pangsa pasar pada 2024, terutama didorong oleh produksi nikel untuk stainless steel,” ujar dia.

Sementara untuk sektor perbankan terdorong pemulihan pertumbuhan ekonomi dan mobilitas sosial yang kembali menuju normal.

Hal itu akan mendororng pertumbuhan kredit pada 2022. Industri perbankan juga dinilai masih mampu menjaga Cost of Fund (CoF) di tengah turunnya bunga deposito berjangka dan rendahnya eksposure ke instrumen keuangan tersebut.

Di sektor properti, lanjut Rita, permintaan hunian kian solid karena pulihnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi sentimen positif untuk sektor properti dan keputusan pemerintah memperpanjang insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor properti juga menjadi katalis positif bagi industri tersebut.

Kinerja sektor kawasan industri pun akan didorong oleh permintaan dari investasi di industri terkait seperti pembangunan smelter dan pusat data. Namun ada yang tetap harus diwaspadai yaitu kenaikan suku bunga Bank Indonesia yang mengikuti kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan bisa 6 kali kenaikan hingga akhir 2022.

“Sama juga di tower sector pertumbuhan ekonomi negara kita juga masuknya investasi dari luar akan jadi katalis positif,” tuturnya menambahkan.

Dalam acara yang sama Alex Sukandar Founder kurikulumsaham.com menecermati masuknya dana asing telah mengatrol beberapa sektor saham di pasar modal dalam negeri yang pertumbuhannya di atas IDX composite yang sekitar 7,56 persen. Sektor-sektor tersebut adalah IDXEnergy 30,98 persen, IDXTrans 16,44 persen, IDXIndustry 12,21 persen dan IDXBasic 8,61 persen.

“Selain itu masih ada sektor-sektor yang pertumbuhannya positif namun pertumbuhannya di bawah IDX composite. Yaitu IDXFinance 5,68 persen, IDXCyclic 5,12 persen, IDXInfra 0,87 persen,” ucapnya.

Saham Pilihan

Akhir 2019, IHSG Ditutup Melemah
Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dia pun mengungkapkan secara gamblang emiten-emiten yang memiliki potensi bertumbuh ke depan memanfaatkan momentum foreign flow tersebut dan prospektif untuk investasi jangka panjang. Yaitu AKRA dengan potensi upside 11,24 persen, BBNI 19,86 persen, BBRI 9,77 persen, BMRI 8,53 persen, TLKM 4,36 persen, dan UMTR 13,97 persen.

Ada pula emiten-emiten yang selama lima hari perdagangan terakhir memiliki catatan menarik dengan masuknya modal asing sehingga menarik untuk penanaman modal jangka pendek. Yaitu INCO, ASII, TINS, ANTM, ADMR, MDKA, MNCN, juga TPIA.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama Co-founder Syariah Saham Ady Nugraha mengatakan saham Syariah JII pilihan mengacu pada kinerja kuartal keempat 2021, yakni ITMG, PTBA dan ADRO. "Komoditas ini masih bisa naik, sektor energi memiliki peluang positif juga," ujar dia.

Dia pun menambahkan BRPT dan INDF masih memiliki peluang pertumbuhan. Tak lupa JPFA di mana sektor poultry memiliki prospek yang baik terlebih menghadapi Ramadan. Ady juga merekomendasikan KLBF di mana investor dapat memanfaatkan level support dan melepasnya jika masuk level resistance.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya