Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan menginstruksikan seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirup anak kepada masyarakat akibat lebih dari 200 kasus gangguan ginjal akut misterius yang menyerang anak di Indonesia.
Berdasarkan imbauan Kemenkes RI, penjualan maupun konsumsi obat sirup untuk pengobatan anak dihentikan sementara. Hal tersebut berkaitan dengan proses penelitian terkait gangguan ginjal akut yang masih berlangsung.
Baca Juga
Emiten farmasi pun angkat bicara terkait hal tersebut, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mengatakan, pihaknya saat ini menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat sirup.
Advertisement
"Menindaklanjuti arahan dari pemerintah, untuk saat ini kami menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat sediaan cairan atau sirup hingga ada pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah,” kata Corporate Secretary KAEF Ganti Winarno Putro kepada Liputan6.com, Kamis (20/10/2022).
Sementara itu, Head External Communication and Stakeholders Relation PT Kalbe Farma Tbk Hari Nugroho menuturkan, kebijakan antisipatif pemerintah tersebut merupakan bentuk kewaspadaan dalam produk obat sirup.
"Kebijakan antisipatif pemerintah terhadap pengaturan peredaran produk sediaan sirup merupakan bentuk kehati-hatian yang juga menjadi perhatian Kalbe dalam memasarkan obat kepada masyarakat,” kata Hari.
Selain itu, Kalbe Farma juga terus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan pihak lainnya terkait peredaran obat sediaan sirup.
"Tentu Kalbe akan terus koordinasi dengan Badan POM dan pihak terkait lainnya dalam hal peredaran obat sediaan sirup sesuai dengan panduan yang ditetapkan pemerintah, dan mematuhi setiap arahan pemerintah,” kata dia.
Kemenkes Minta Apotek Setop Sementara Jual Obat Sirup
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah tengah meminta kepada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
"Kita meminta pada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas," ujar Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022).
"Ini diambil langkah dengan maksud dugaan-dugaan ini sedang kita teliti. Nah, untuk menyelamatkan anak-anak kita, maka diambil kebijakan untuk mengambil pembatasan ini."
Syahril menambahkan, seluruh apotek sementara juga diminta untuk tidak menjual obat bebas dalam bentuk cair atau sirup. Untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat sirup apapun, kecuali sudah melakukan konsultasi lebih dulu dengan dokter.
"Kementerian Kesehatan mengimbau pada seluruh masyarakat untuk sementara ini tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," kata Syahril.
Advertisement
Langkah Kemenkes
Sebagai alternatif, diperbolehkan untuk menggunakan obat dalam bentuk lain seperti tablet, kapsul, atau suppositoria.
Syahril mengungkapkan, aturan penghentian sementara untuk menjual dan mengonsumsi obat sirup berlaku untuk semua obat. Bukan hanya parasetamol semata.
"Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, jadi semua obat sirup atau obat cair (yang dihentikan sementara), bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya, tapi komponen-komponen lain," kata Syahril.
"Jadi untuk sementara ini, Kementerian Kesehatan sudah mengambil langkah untuk menyelamatkan kasus yang lebih banyak dengan penghentian sementara penggunaannya."
Instruksi terkait penghentian sementara obat sirup dikeluarkan oleh Kemenkes RI melalui surat nomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.
Dalam kesempatan yang sama, Syahril mengungkapkan bahwa hasil investigasi termasuk soal senyawa yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut kemungkinan akan diungkap pada minggu depan.
"Kami belum bisa mem-publish karena sedang dalam penelitian, yang insyaallah minggu depan hasil penelitiannya akan kita publish," ujar Syahril.
Sedangkan pada kesempatan berbeda, Syahril mengungkapkan bahwa penyakit gagal atau gangguan ginjal akut pada anak tidak ada kaitannya dengan vaksinasi maupun infeksi COVID-19.
"Sampai saat ini kejadian gagal ginjal akut tidak ada kaitannya dengan vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19," ujar Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril dalam keterangan pers pada Selasa, 18 Oktober 2022.
Lakukan Pemeriksaan
Syahril menjelaskan, pemeriksaan laboratorium dan penyebab pasti dari gangguan ginjal akut masih terus dilakukan. Kemenkes RI memastikan pihaknya juga menggandeng sejumlah ahli epidemiologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dan Puslabfor.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan lewat adanya pengawasan dan pemeriksaan untuk mengetahui infeksi-infeksi yang menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak. Pemeriksaannya mencakup swab tenggorokan, swab anus, pemeriksaan darah, dan kemungkinan intoksikasi.
"Saat ini Kemenkes bersama tim tengah melakukan penyelidikan epidemiologi kepada masyarakat, tim akan menanyakan berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi maupun penyakit yang pernah diderita 10 hari sebelum masuk rumah sakit atau sakit. Harapannya hasilnya bisa segera kami dapatkan sebagai informasi untuk penanganan selanjutnya," ujar Syahril.
Berkaitan dengan hal ini pula Kemenkes RI mengimbau masyarakat untuk bijak menggunakan obat. Hal tersebut berkaca dan belajar dari kasus di Gambia, sehingga masyarakat diminta untuk menggunakan obat dengan baik dan benar sesuai dengan resep dokter atau informasi yang tertera pada kemasan obat saja.
Berikut beberapa langkah sederhana dari Kemenkes RI untuk memastikan konsumsi obat dengan benar dan aman bagi tubuh.
1. Gunakan obat sesuai aturan pakai
2. Jangan konsumsi obat melebihi dosis yang ditentukan
3. Baca peringatan dalam kemasan obat
4. Pastikan obat tidak kadaluwarsa
5. Jangan konsumsi sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama
6. Hindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu untuk mencegah terjadinya resistensi
7. Laporkan efek samping obat yang anda rasakan kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile
8. Dapatkan obat dari sarana pelayanan kefarmasian yang resmi atau berizin.
Advertisement