Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih berlanjut pada 2023. Hal itu akan menjadi sentimen negatif bagi emiten properti.Â
Pada rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) naik 25 basis poin menjadi 5,5 persen.
Baca Juga
Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis menuturkan, sentimen kenaikan suku bunga masih menjadi sentimen negatif bagi sektor properti. Akan tetapi, emiten properti masih memiliki potensi prospek yang positif.
Advertisement
Bagi investor, Abdul menyarankan untuk wait and see terlebih dahulu atau bisa memanfaatkan trading jangka pendek untuk saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan resistance Rp 900 - RP 905 dan support Rp 885 - Rp 890, serta PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dengan resistance Rp 460 - Rp 468 dan support Rp 442 - Rp 440.Â
"Kami lebih menyarankan untuk wait and see terlebih dahulu atau bisa memanfaatkan trading jangka pendek untuk CTRA dan PWON," kata Abdul saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 12 Januari 2023.
Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, kinerja emiten properti pada 2023 akan datar dibandingkan 2021-2022 yang merupakan high base karena adanya berbagai kebijakan yang menguntungkan.Â
Menurut ia, sentimen kenaikan suku bunga dan inflasi berpotensi menjadi penghambat sektor properti, terutama untuk developer (pengembang) yang sebagian besar pelanggannya menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR).
Dengan demikian, Jono merekomendasikan saham dari emiten properti yang memiliki neraca keuangan sehat, sehingga bisa terus melakukan ekspansi, lalu memiliki produk yang diminati masyarakat, seperti rumah tapak.
Â
Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Peluang Emiten Properti
Selain itu, emiten properti tersebut juga memiliki pendapatan berulang stabil dari properti komersial, seperti mal dan hotel. Bagi Investor, Jono merekomendasikan beli untuk saham CTRA dengan target harga Rp 1.350 dan PWON dengan target harga Rp 600.
"Kami merekomendasikan beli saham CTRA dan PWON," kata Jono.Â
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengungkapkan, emiten properti masih bisa bertumbuh. Namun, diperkirakan pertumbuhan hanya lebih rendah dari 2022. Hal itu disebabkan oleh sebagian besar penjualan menggunakan KPR.
Sehingga, kenaikan suku bunga berpotensi meredam pembelian konsumen, dan juga ada sentimen resesi global. Maka sebab itu, Cheryl merekomendasikan netral untuk saham emiten properti.
Di sisi lain, emiten properti masih memiliki peluang dari hunian menengah ke bawah, perkembangan proyek Ibu Kota Negara (IKN) dan pendapatan berulang, seperti dari pusat perbelanjaan.
"Peluangnya bisa dari hunian menengah ke bawah, perkembangan proyek Ibu Kota Negara (IKN) dan pendapatan berulang, seperti dari pusat perbelanjaan," ujar dia.
Advertisement
Melihat Prospek Sektor Saham Energi di Tengah Koreksi Harga Komoditas
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham Kamis, 5 Januari 2023.
Mengutip data RTI, IHSG anjlok 2,34 persen ke posisi 6.653,84. Indeks LQ45 melemah 2,03 persen ke posisi 906,66. Seluruh indeks acuan kompak tertekan. Pada perdagangan Kamis pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.813,42 dan terendah 6.621,98. Sebanyak 518 saham melemah sehingga menekan IHSG.
90 saham menguat dan 94 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.305.298 kali dengan volume perdagangan 23,1 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 14,2 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.452.
Indeks sektor saham mayoritas tertekan kecuali indeks sektor saham kesehatan menguat 0,45 persen. Sementara itu, sektor saham energi anjlok 5,48 persen, dan pimpin koreksi.Â
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, saham-saham energi yang ekspansi di bidang hilirisasi masih prospektif. Tahun ini sentimen penggerak sektor saham energi, yakni permintaan komoditas energi global yang diperkirakan melemah karena potensi resesi global.
Cheryl menyebutkan, IMF juga sudah menyampaikan jika satu per tiga ekonomi global akan mengalami resesi. Bagi investor, saham ADRO, ITMG, dan INDY dapat dipertimbangkan.
Untuk saham ADRO dengan target harga Rp 3.700, ITMG dengan target harga Rp 40.300, dan INDY dengan target harga Rp 2.800.
Â
Tren Penurunan Harga Komoditas
Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, saham energi yang mayoritas terdiri dari saham batu bara dan migas memang pada 2023 berpotensi terkoreksi mengikuti harga komoditas batu bara dan minyak mentah yang mengalami tren penurunan pasokan dan cadangan yang meningkat.
Akan tetapi, permintaan masih lemah menjadi faktor yang mempengaruhi penurunan harga komoditas tersebut. Selain itu juga, untuk batu bara, beberapa negara telah berencana untuk mengurangi penggunaannya sebagai sumber energi.
"Untuk sektor energi sendiri yang dapat dicermati yaitu yang melakukan diversifikasi bisnis maupun hilirisasi energi, antara lain ke energi terbarukan, bisnis terkait kendaraan listrik atau yang lainnya," kata Jono.
Emiten sektor energi yang melakukan bisnis tersebut, antara lain INDY, ADMR, dan AKRA. Namun, untuk saat ini memang sebaiknya juga menunggu kondisi bursa saham stabil, karena tekanan jual yang sedang tinggi saat ini di berbagai sektor.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, secara fundamental emiten energi masih solid berdasarkan kinerja keuangan mereka tahun ini dibandingkan sama tahun sebelumnya (year on year).
Advertisement
Prospek
Arjun menilai, jika dilihat saham sektor energi seperti ADRO, MEDC, PGAS dan lainnya masih cukup undervalued berdasarkan PER dan PBV dibandingkan sama rata-rata emiten lain yang berada di sektor energi.Â
"Dilihat dari prospek sektor, sektor energi juga masih akan prospektif pada tahun ini, walaupun kenaikannya mungkin tidak akan sebesar kenaikan 2022," kata Arjun.
Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis menjelaskan, pihaknya melihat sektor energi akan cenderung melandai pada 2023. Hal ini disebabkan adanya resesi yang dapat menekan permintaan dari sektor energi.Â
Di sisi lain, akan adanya pembukaan kembali ekspor batu bara Australia. Hal ini dapat mengakibatkan harga komoditas khususnya batu bara juga akan mengalami penurunan.
"Bisa diperhatikan PTBA dan ITMG tetapi saat ini bisa dilakukan wait and see terlebih dahulu jika ada pembalikan arah bisa dilakukan trading buy," ujar dia.
Â