Soal Ketentuan Modal Inti, BEI Sebut Dua Emiten Bank Belum Beri Konfirmasi

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan ada dua perusahaan tercatat atau emiten bank yang masih belum memberikan perkembangan terkait modal inti bank.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Jan 2023, 19:24 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2023, 19:24 WIB
Dilanda Corona, IHSG Ditutup Melesat
Layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (4/3/2020). IHSG kembali ditutup Melesat ke 5.650, IHSG menutup perdagangan menguat signifikan dalam dua hari ini setelah diterpa badai corona di hari pertama pengumuman positifnya wabah corona di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) memantau dan menyampaikan permintaan penjelasan kepada emiten yang masih memiliki modal inti di bawah Rp 3 triliun berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2022.

Upaya itu sehubungan dengan rencana pemenuhan modal inti bank sebagaimana diatur pada POJK No. 12 /POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum (“POJK 12/2020”).

"Berdasarkan tanggapan permintaan penjelasan dan konfirmasi dari perusahaan tercatat bank, dapat diperoleh informasi bahwa terdapat dua perusahaan tercatat bank yang masih belum memberikan konfirmasi sampai dengan saat ini,” kata Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan, senin (16/1/2023).

Selain itu, Nyoman mengungkapkan tidak terdapat informasi mengenai adanya rencana perusahaan tercatat bank untuk melakukan merger. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekal berikan tindakan tegas bagi bank yang tak penuhi modal inti Rp 3 triliun.

Setidaknya ada tiga langkah yang akan dilakukan OJK, termasuk melakukan penggabungan paksa bank hingga mencapai modal inti Rp 3 triliun. Kemudian hal lain yang dipertimbangkan adalah downdgading dari bank umum jadi BPR. Ketiga, atau terburuk meminta likuidasi sukarela oleh bank yang tidak mampu penuhi modal inti Rp 3 triliun.

"Kami senantiasa mengingatkan kepada perusahaan tercatat untuk selalu menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik dan menyampaikan informasi tambahan apabila terdapat perubahan atau tambahan informasi terkait aksi korporasi yang akan dilakukan oleh perusahaan tercatat,” imbuh Nyoman.

Bursa mengatur mengenai merger melalui Peraturan Bursa No. I-G tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha. Perusahaan tercatat yang melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha akan menyampaikan jumlah saham perusahaan tercatat hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha.

Termasuk rinciannya baik yang berasal dari saham yang telah tercatat maupun yang belum tercatat di Bursa. Dengan begitu, perhitungan kapitalisasi pasar akan bergantung terhadap jumlah saham tersebut.

Di mana pengertian dari kapitalisasi pasar adalah hasil perkalian antara jumlah saham yang dicatatkan dengan harga saham. Kapitalisasi pasar perusahaan tercatat hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha bisa menjadi lebih besar terutama jika salah satu peserta adalah bukan perusahaan tercatat.

 

 

Nasib Bank Tak Sanggup Punya Modal Inti Rp 3 Triliun, Dipaksa Merger hingga Likuidasi Sukarela

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan bank memiliki modal inti minimum Rp 3 triliun hingga akhir tahun ini. OJK mengakui ada sejumlah bank yang belum bisa mengejar modal inti tersebut.

Sayangnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya belum dapat menyampaikan beberapa bank yang belum memenuhi ketentuan modal inti Rp 3 triliun. Namun, ia memastikan bank yang tak sanggup penuhi aturan tersebut akan mendapat tindakan tegas dari OJK.

"Kami belum bisa sampaikan angka berapa karena saat ini pengawas maupun saya sendiri banyak melakukan komunikasi insentif dengan pemilik bank untuk memastikan modal inti Rp 3 triliun dapat dipenuhi pada akhir tahun. Mudah-mudahan akhir November peta itu menjadi jelas, berapa bank yang masih tersisa tidak bisa penuhi ketentuan Rp 3 triliun,” kata dia dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Oktober, Kamis (3/11/2022).

Dian mengatakan, saat ini OJK tengah mendiskusikan beberapa hal yang mungkin dilakukan kepada bank yang tak mampu penuhi aturan modal inti. Dia menyebutkan, setidaknya ada tiga langkah yang akan dilakukan OJK, termasuk melakukan penggabungan paksa bank hingga mencapai modal inti RP 3 triliun.

“Pertama kita akan lakukan merger paksa untuk memastikan ketentuan yang sudah ditetapkan OJK dapat dipenuhi. Kemudian hal lain yang diertimbangkan adalah downdgading dari bank umum jadi BPR. Ketiga, atau terburuk meminta likuidasi sukarela oleh bank yang tidak mampu penuhi modal inti Rp 3 triliun,” ujar Dian.

 

Ekonomi Dunia Memburuk, OJK Ketatkan Aturan

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menilai, stabilitas sektor jasa keuangan Tanah Air cenderung masih terjaga. Meskipun, ia tetap mewaspadai dampak dari pemburukan ekonomi dunia.

Ekonomi dunia yang memburuk ditandai dengan adanya pengetatan kebijakan moneter global yang agresif, tekanan inflasi, serta fenomena strong dolar AS. Itu berpotensi menaikan cost of fund dan mempengaruhi ketersediaan likuiditas, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan konsumsi dan investasi.

"Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar potensi meningkatkan risiko pasar yang berpengaruh pada portofolio lembaga jasa keuangan. Selain itu, risiko kredit juga berpotensi meningkat seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam sesi Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner OJK, Kamis (3/11/2022).

Dalam upaya mencegah kerugian tersebut, pihak otoritas mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan, dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Salah satunya mempertimbangkan untuk melakukan normalisasi beberapa kebijakan relaksasi secara bertahap. Khususnya yang bersifat administratif yang dikeluarkan pada masa pandemi Covid-19.

"Seperti, pencabutan relaksasi batas waktu penyampaian pelaporan lembaga jasa keuangan. Hal ini mencermati perkembangan pandemi dan aktivitas ekonomi, dimana lembaga jasa keuangan dinilai telah dapat beradaptasi dengan kondisi new normal," terang Mirza.

 

Fungsi Intermediasi

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, Mirza melanjutkan, OJK pun mendukung upaya pemulihan ekonomi dalam rangka mengatasi scarring effect yang ditimbulkan akibat pandemi, serta menjaga kinerja fungsi intermediasi.

"Dalam waktu dekat, OJK menyiapkan respons kebijakan yang bersifat targeted dan sektoral," imbuh dia.

Namun demikian, ia menambahkan, OJK akan terus melakukan penyelarasan kebijakan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik, yang diperkirakan masih akan terus berubah, terutama di 2023.

"Dibutuhkan dukungan kolaborasi kebijakan, baik fiskal dan moneter untuk mengatasi scarring effect pada sektor-sektor tertentu agar tidak berlangsung berkepanjangan," kata Mirza.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya