Liputan6.com, Jakarta Oke. Dengan Mama, aku tidak pernah bisa menyembunyikan rahasia. Selama ini setiap kali ada masalah, baik soal pekerjaan maupun pribadi, Mama bisa tahu tanpa aku bercerita.
Dari sorot mata atau cara memandangku saja, aku sadar Mama tahu anaknya sedang bermasalah. Kalau sudah “disidang” empat mata begini, aku tak bisa lagi mengelak. Serius, malam itu teh manis hangat buatan Mama seketika tawar di lidahku. Aku menunduk, mengambil wingko babat, lalu mengudap sejenak. Mama menemaniku makan.
Advertisement
Baca Juga
Ya, aku tahu persis. Mama ikut makan agar anaknya tak merasa ditunggui dan diinterogasi. Soal memberi ruang nyaman, Mama juaranya. Pantas dalam situasi seekstrem apapun, Papa selalu balik ke Mama.
Wardhana Selingkuh
“Wardhana bilang apa ke Mama?” tanyaku sambil meletakkan bungkus wingko babat.
“Lo, kan yang menjalani kalian. Mama mau dengar cerita versimu juga. Biar berimbang. Enggak adil, kan kalau Mama enggak nanya ke anak Mama juga?” jawab Mama sambil mengaduk teh dalam cangkir.
“Wardhana selingkuh sama cewek lain, Ma,” jawabku dengan mata berkaca.
“Dengan lawan mainnya yang di film apalah itu?” Mama bertanya lagi. Suaranya tetap lembut.
“Dia bintang sinetron papan atas, Mama pasti seringlah lihat mukanya. Sekarang pun sinetronnya masih main tapi enggak tahu gimana, dia bisa main film.”
“Wardhana enggak bilang ke Mama soal selingkuh. Cuma bilang ada masalah dan kamu marah besar. Setahu Mama kamu penyabar kayak papamu. Hanya marah kalau masalahnya serius atau menyangkut prinsip.”
Advertisement
Muka Polos Berhati Laknat
Malam itu aku ceritakan ke Mama soal SMS dari mister X yang kutindaklanjuti dengan mendatangi hotel bintang empat di kawasan Jakarta Selatan. Reaksi pertama Mama, jelas mempertanyakan siapa mister X.
Sampai sekarang pun aku tak tahu. Kuceritakan pula betapa panas hatiku melihat Putri Gantari dengan muka polos tengah membetulkan bra di sudut kamar. Hingga saat ini, si muka polos berhati laknat itu tidak berinisiatif minta maaf padaku atau apapun itu. Kepada Mama, aku bilang tidak bisa memaafkan Wardhana.
Bahkan, memintanya berhenti bermimpi soal rencana pernikahan tahun depan. Mama merespons curhat panjangku dengan mengajukan sebuah pertanyaan mendasar.
Masih Cinta Sama Wardhana?
“Kamu masih cinta enggak sama Wardhana?” ucap Mama. Ini pertanyaan sederhana tapi anehnya bikin kepala puyeng.
“Ma, aku, tuh enggak tahu. Perasaanku sama Wardhana saat ini campur aduk. Aku kesal, jijik, marah, kecewa, tapi…” Aku terdiam beberapa detik. Mama menyeruput teh dari cangkir lalu meletakkannya kembali ke meja.
“Kok tidak dilanjutkan, Kar?”
“Tapi… tapi aku masih kepikiran Wardhana. Aku, tuh sebenarnya benci ngomongin ini, Ma.”
Lalu, aku mewek lagi. Harus aku akui setelah memergoki perselingkuhan itu, enggak pernah satu hari pun aku lewatkan dengan enggak memikirkan Wardhana. Mama mendekatiku lalu mengusap kepala lalu punggungku.
Usapan Mama tak ada duanya. Ia berkata kepadaku, “Bisa jadi sebenarnya kamu masih cinta sama Wardhana, Nak.”
Advertisement
Keputusan Dalam Kondisi Emosi
Mendengar dugaan Mama, aku hanya bisa menangis. Tak berani menggeleng. Tidak bernyali pula untuk mengangguk. Mama bilang aku masih bimbang berbalut kalut. Karenanya, Mama memintaku jangan buru-buru memutuskan untuk menghapus rencana pernikahanku tahun depan.
Mama kemudian menirukan nasihat Papa, “Keputusan yang diambil dalam kondisi emosi, biasanya berakhir dengan penyesalan. Kamu istirahat, gih. Enggak usah dipaksakan bangun untuk sarapan. Toh, besok kamu panggilan syuting siang. Muka kamu kelihatan lelah banget. Seumur-umur belum pernah Mama lihat kamu kayak gini.”
Aku mengangguk. Mama mengantarku ke kamar, sampai aku rebah di kasur, lalu menarik selimut untukku. Malam itu, aku benar-benar kayak anak kecil. Senyum Mama sebelum mematikan lampu, keluar, dan menutup pintu kamar sukses jadi obat penenang. Siang jam 11, aku diantar Budi ke lokasi syuting. Masih di Bintaro.
Muka Setengah Happy
“Widih, Renata mukanya udah setengah happy. Pertanda baik, nih,” Rakyan menyambutku, mengantarku ke ruang tunggu artis, lalu memberikan naskah episode terbaru.
“Baskaraku sayang, gue baru dengar istilah setengah happy. Dapat dari mana, tuh?” tanyaku.
“Dibandingin dengan kemarin, sih mukamu terlihat lebih segar,” jawabnya.
“Efek habis curhat sama nyokap semalam plus tidur 10 jam.”
Saat itu ujug-ujug tercetus ide untuk curhat soal Wardhana ke Rakyan. Dilihat dari wujudnya (sorry buat artis yang di rubrik ini namanya kusamarkan menjadi Rakyan! Ha ha ha), dia bisa dipercaya. Lagipula dia orang lama, pasti tahu busuk-busuknya para artis di lokasi syuting.
Advertisement
Pengin Curhat Sama Rakyan
“Yan, hari Minggu kita off. Lo udah ada rencana ke mana, gitu?” aku memulai pembicaraan.
“Gue, sih pengin tidur 12 jam. Bangun jam 12 siang, makan, terus ngaso lagi. Baru deh, sore nge-gym di seberang apartemen. Habis itu pulang paling,” jawabnya sambil mengeluarkan kotak makan dari tas ranselnya. Aha! Brownies buatan Mama Rakyan! Tanpa diminta aku langsung nyomot satu. Rakyan menggeleng sambil tersenyum.
“Gini, Yan. Lo mungkin bosan hari-hari ketemunya gue lagi, gue lagi. Tapi please banget, Minggu sore ketemuan, yuk Yan? Lokasinya terserah lo, deh.”
“Heeem… gue mencium aroma curhat, nih,” jawab Rakyan dengan muka sok culas.
Rakyan mengangguk sambil senyum. Yes! Anggukan Rakyan adalah obat penenangku berikutnya. Konflik Renata-Baskara di sinetron Perjodohan makin ruwet. Aku, sih masa bodoh. Renata sudah identik denganku. Gara-gara sinetron itu, jumlah pengikutku di Instagram bertambah 1,5 juta dalam waktu tak sampai 4 bulan.
Preman Brownies
Tawaran endorsement membanjir dan pundi-pundi keuanganku pun menggemuk. Hari Minggu yang kunantikan tiba. Minggu bagi Rakyan adalah Hari Malas Nasional. Karenanya ia memintaku datang ke apartemennya. Pas banget, Mama Rakyan lagi berkunjung.
“Ma, preman brownies-nya sudah datang,” seru Rakyan sambil mempersilakanku masuk. Sial!
“Oh, jadi ini yang istrimu di sinetron,” sahut Mama Rakyan sambil merangkulku. Belum sempat aku menjawab, Mama Rakyan bilang, “Tenang, mau brownies nuttela atau brownies pisang kukus, Tante sudah siapkan.”
“Aduh, Tante saya jadi enak, nih,” candaku lalu mencium tangan Mama Rakyan.
“Ma, ini si preman selain mau malak brownies juga mau malak waktuku buat sesi curhat. Aku bawa Kara ke balkon dulu, ya,” kata Rakyan. Mama Rakyan mengangguk sambil memberiku segelas besar es teh selasih. Diet mulai besok kan, ya?
Advertisement
Rakyan Tahu Soal Wardhana-Putri
Tiba di balkon yang dihiasi vertikal garden, aku dan Rakyan duduk selonjoran di lantai sambil memandangi lanskap Jakarta sore hari. Keren, sih.
“Yan, thank you banget ya. Dan sorry banget gue ngerecokin quality time lo sama nyokap,” aku memulai obrolan sambil menyandarkan punggung di bantal berukuran besar nan empuk.
“Soal Wardhana dan Putri?” jawabnya. Kepalaku rasanya kayak disambar geledek.
“Dari mana lo tahu ini soal Wardhana selingkuh sama artis itu?”
“Lo memang belum pernah dengar sama sekali soal rekam jejak Putri di lokasi syuting?”
(bersambung)
(Anjali L.)
Disclaimer:
Kisah dalam cerita ini adalah milik penulis. Jika ada kesamaan jalan cerita, tokoh dan tempat kejadian itu hanya kebetulan. Seluruh karya ini dilindungi oleh hak cipta di bawah publikasi Liputan6.com.