Liputan6.com, Jakarta Salah satu segmen di ajang Cita dan Cipta 2024 yang digelar Liputan6.com dan Fimela di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (31/7/2024), yakni gelar wicara bertema “Menangkal Hoax, Jaga Keutuhan Informasi di Era Digital.” Yosi Mokalu hadir sebagai bintang tamu.
Gelar wicara ini dipandu Sheila Octarina. Yosi Mokalu alias Yosi Project Pop mengabarkan, kini menjadi pengarah Siber Kreasi, bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital yang digemakan Kementerian Komunikasi dan Informasi RI. Setelahnya, ia membahas hoax.
Baca Juga
Yosi Mokalu juga menyorot fenomena lain yang belakangan menghiasi medsos yakni FOMO dan malinformasi. Hoax secara sederhana berarti berita bohong. Sementara FOMO, adalah cemas atau takut ketinggalan informasi atau tren yang bergulir di masyarakat.
Advertisement
“Kita sendiri tahu, senang sekali menjadi orang nomor satu yang menyebarkan informasi terbaru di grup WhatsApp. Ini menyebabkan kita kadang lupa (begitu mendapat berita) untuk menyortir, apakah ini benar atau tidak,” kata Yosi Mokalu.
Terkait malinformasi, ia mengingatkan bahwa hoaks ada yang disengaja dan tidak disengaja. Yang disengaja, memang berencana membuat berita-berita bohong terutama di tahun-tahun politik dengan tujuan menjatuhkan kepercayaan baik terhadap orang politik atau pemerintah.
Malinformasi, Apa Itu?
“(Terkait) malinformasi, beritanya benar tapi caption-nya biasanya mengandung opini atau menggiring opini. Zaman Pilkada atau pemilu kita sering melihat konten yang benar tapi opini yang tertulis di bawahnya itu (amat) menggiring,” ulasnya.
Karenanya, publik harus berpikir kritis. Yosi Mokalu mengingatkan, perkembangan teknologi bagai dua sisi mata uang. Sisi positifnya, mempercepat penyebaran informasi. Negatifnya, menyebarkan berita bohong dan gosip kini makin mudah.
Advertisement
Hoaks Makin Cepat Tersebar
Berkaca pada pengalaman, dulu untuk membuat orang sekampung mendengar gosip butuh waktu seharian. Kini, seseorang bisa mengumpulkan banyak orang lewat grup WhatsApp, misalnya. Lalu, dalam hitungan detik, gosip disebar di grup tersebut.
“Kalau zaman dulu orang berbohong tidak secepat sekarang. Orang bergosip mengenai seseorang mungkin dalam waktu sehari, satu kampung baru tahu. Kalau sekarang di waktu yang sama, seberang lautan juga bisa mengetahui informasinya,” beri tahu Yosi Mokalu.
Teknologi digital memiliki kemampuan mempercepat penyebaran informasi terlepas dari kabar yang dibagikan itu benar atau salah. Karenanya, bijak bermedsos jangan hanya dijadikan slogan atau jargon. Mengingat, hoax bisa menyesatkan banyak orang.
Mengedukasi Orang Soal Ruang Digital
Narasumber lain, Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, Slamet Santoso, S.H., M.H., mengingatkan meliterasi masyarakat agar bijak bermedsos bukan hanya tanggung jawab Pemerintah.
“Memberikan edukasi kepada setiap orang itu tanggung jawab kita bersama. Kominfo boleh mengoordinasi tetapi sebetulnya, bagaimana memanfaatkan ruang digital yang begitu masif baik kecepatan dan sebagainya itu tanggung jawab kita bersama,” ujar Slamet Santoso.
Kemenkominfo sendiri telah menegakkan empat pilar literasi digital yakni keahlian digital, budaya digital, etika digital, dan yang tak kalah penting, keamanan digital. Literasi digital telah disuarakan ke berbagai lingkungan pendidikan dari SD hingga Perguruan Tinggi.
“Bahkan kami, melakukan program namanya Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital ke 9 wilayah di Indonesia yang meliputi segmen pendidikan dan masyarakat. Pendidikannya dari kelas 5 dan 6 SD sampai dengan SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi,” ia menjelaskan.
Slamet Santoso menyatakan, elemen literasi digital yang bertumpu pada empat pilar telah dimaksukkan dalam kurikulum SMP dan SMA. Pihaknya juga mengedukasi pihak sekolah dan orang tua maupun wali murid lewat digital parenting agar makin bijak menggunakan internet.
Advertisement