DPRD Prihatin Honor PPK Surabaya Rendah Ketimbang Gresik

Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya menyesalkan honor petugas ad hoc atau Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) rendah dibanding PPK di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Okt 2019, 00:20 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2019, 00:20 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya menyesalkan honor petugas ad hoc atau Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) rendah dibanding PPK di Kabupaten Gresik, Jawa Timur menjelang pelaksanaan pilkada serentak 2020.

"Ini ironis karena kekuatan APBD Surabaya lebih besar dibanding Gresik," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya M Machmud, usai menggelar rapat dengar pendapat dengan KPU Surabaya di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Senin.

Berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada Surabaya 2020 yang diteken Wali Kota Surabaya dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya pada 7 Oktober lalu, disebutkan bahwa tidak ada kenaikan honor PPK untuk pilkada serentak 2020, melainkan sama dengan pelaksanaan Pilkada Jatim 2018 dan Pemilu Legislatif 2019 yakni sebesar Rp 1.850.000 per anggota PPK.

Padahal, lanjut dia, sesuai Peraturan Kementerian Keuangan yang baru, honor PPK naik menjadi Rp2.200.000. Machmud mengatakan NPHD diteken pada 7 Oktober saat Peraturan Keuangan yang baru belum keluar.

"Ternyata Peraturan Kementerian Keuangan itu keluar pada 7 Oktober. Jadi bersamaan dengan ditekennya NPHD. Mestinyas peraturan itu sudah berlaku, tapi KPU Surabaya, Pemkot Surabaya dan KPU RI tidak tahu kalau sudah keluar peraturan yang baru," katanya lagi.

Sedangkan, lanjut dia, Kabupaten Gresik ikut Peraturan Kementerian Keuangan yang terbaru yakni dalam penandatanganan NPHD ditetapkan honor PPK sebesar Rp2.200.000. "Jadi nanti honor PPK antara Gresik dan Surabaya bisa berbeda atau selisihnya Rp350 ribu," katanya pula.

Saat ditanya apakah NPHD itu bisa diubah, Machmud mengatakan NPHD yang sudah diteken sudah tidak bisa diubah lagi karena yang bisa diubah jika calon dalam pilkada itu melebihi lima calon atau ada persoalan krusial lainnya.

"Solusi lain, kami sarankan agar Pemkot dan KPU Surabaya konsultasi ke Kementerian Keuangan atau Kementerian Dalam Negeri. Semoga ada solusi, kan kasihan PPK di Surabaya. Mereka sudah bekerja keras tapi honornya sedikit," ujarnya.

 

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

ilustrasi Pilkada serentak
ilustrasi Pilkada serentak

Saat ditanya apakah penandatanganan NPHD terkesan terburu-buru, Machmud mengatakan terburu-buru karena tidak menunggu peraturan baru. Selain itu, lanjut dia, terjadi salah komunikasi di kalangan penyelenggara pemilu karena kurang update informasi seputar peraturan terbaru.

Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi pada saat penandatanganan NPHD sempat mengatakan pada awalnya pengajuan dari KPU Surabaya sebesar Rp 118 miliar dengan pertimbangan adanya pengajuan berpedoman adanya potensi kenaikan honor petugas ad hoc (PPK).

Namun, lanjut dia, berdasarkan kajian bersama, potensi tersebut belum bisa dijadikan dasar hukum pengajuan penganggaran, sehingga anggaran Pilkada Surabaya yakni sebesar Rp84.637.990.000. "Jadi honor ad hoc sama dengan pelaksanaan Pilkada Jatim 2018 dan Pileg 2019," tutur dia.

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya