Liputan6.com, Jakarta - Bung Tomo salah satu pejuang kemerdekaan yang meniti karier cukup baik di bidang mana pun. Pria bernama Sutomo ini tak hanya berkiprah di dunia militer, tetapi juga di pemerintahan dan partai politik.
Bung Tomo pernah terjun ke dunia politik. Bung Tomo dalam dunia politik bukanlah untuk politik pragmatis, melainkan politik nilai. Nilai tersebut adalah hal-hal yang dibutuhkan mayoritas orang pribumi secara umum seperti keadilan, keamanan, kebebasan, persamaan, demokrasi, dan berbagai nilai baik lainnya. Itulah tujuan yang ingin dicapai Bung Tomo dari dunia politik.
Ia terpilih sebagai Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Cabang Tembok Duku, Surabaya. Bung Tomo menerima tawaran ini karena Parindra memiliki tujuan untuk mengangkat derajat bangsa Indonesia.Â
Advertisement
Bung Tomo yang ditunjuk sebagai sekretaris Parindra saat umurnya yang baru 17 tahun. Kala itu Parindra baru terbentuk yakni berumur dua tahun. Hal ini mengartikan Bung Tomo merupakan salah satu orang yang berperan di awal pembentukan partai.Â
Banyak yang terkejut melihat terpilihnya Bung Tomo. Hal ini disebabkan masih banyak anggota yang usianya lebih tua daripada Bung Tomo dan pengabdiannya pun sudah lebih lama. Bung Tomo juga membuat partai yaitu Partai Rakyat Indonesia (PRI). Dari partai ini, ia menjadi anggota DPR.
Selain itu, Bung Tomo juga pernah berkiprah di pemerintahan. Bahkan ia mendapatkan posisi menteri. Pada masa Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, Bung Tomo dipilih untuk menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956. Masa jabatannya ini dimulai sejak 12 Agustus 1955 sampai 24 Maret 1956.
Ia juga  pernah menjadi anggota DPR periode 1956 – 1959 dari PRI, merupakan partai yang didirikannya. Di bidang militer, ia sempat memegang puncak pimpinan Tentara Nasional Indonesia.Ia pun sempat menyandang pangkat sebagai mayor jenderal.
Suami dari Sulistina ini juga ternyata dikenal berjuang lewat pena. Ia juga berkiprah di dunia jurnalistik. Bahkan Bung Tomo memiliki catatan khusus sebagai seorang jurnalis yang sangat berpengaruh pada masanya. Pria kelahiran 3 Oktober 1920 ini dinilai pekerja media yang sangat disegani oleh banyak kalangan. Hal ini karena tulisan-tulisannya yang sangat kritis dan menggugah para pembacanya.
Berikut kisah Bung Tomo yang berjuang lewat pena dan senjata yang dilansir dalam buku "Bung Tomo Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November", karya Abdul Waid:
Baca Juga
Bung Tomo lebih dikenal dengan sosok yang gagah berani melawan tentara Belanda di medan pertempuran. Meski demikian, Bung Tomo juga pernah berkiprah di dunia jurnalistik. Ia mulai menekuni dunia tulis menulis ketika baru berusia 17 tahun. Bung Tomo pertama kali merasakan dunia tulis menulis di harian Soeara Oemoem Surabaya pada 1937. Saat itu, Bung Tomo menjadi wartawan freelancer.
Bung Tomo memiliki tugas memburu berita, tetapi tidak diwajibkan masuk kantor setiap hari. Di tengah kesibukan memburu berita, Bung Tomo pada usia 17 tahun juga sudah dipercaya menjadi sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) cabang Tembok Duku, Surabaya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Berjuang Melalui Pena
Bung Tomo dinilai sangat bersemangat menulis berita jika ada kasus yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang mendiskreditkan orang-orang pribumi.
Nama Bung Tomo pun semakin dikenal ketika menjadi wartawan freelancer di harian Soeara Oemoem. Tulisan-tulisan kritis Bung Tomo yang membangun dan dimuat di harian Soeara Oemoem Surabaya menyedot perhatian banyak orang. Tulisannya sangat lugas, kritis, mudah dicerna, berani, apa adanya, tanpa tendensi apa pun dan membela orang-orang pribumi.
Beberapa pengusaha yang bergerak di bidang media di Surabaya mulai mengenal tulisan Bung Tomo menjadi tertarik untuk merekrut agar bergabung di medianya. Oleh karena itu, pada 1938, Bung Tomo ditunjuk sebagai redaktur Mingguan Pembela Rakyat di Surabaya. Ia pun menduduki jabatan redaktur di usia masih terlalu muda. Di internal Pembela Rakyat masih ada beberapa orang yang usianya di atas Bung Tomo.
Akan tetapi, karena ia memiliki keahlian di bidang itu, jabatan tersebut dipercayakan kepadanya. Sebagai redaktur Mingguan Pembela Rakyat di Surabaya, Bung Tomo semakin tajam.
Ia semakin berani menyuarakan kebenaran, mengkritik pemerintah Kolonial Belanda, dan menyuarakan semangat perubahan kepada orang-orang pribumi.
Karakter sebagai pejuang yang melekat dalam diri Bung Tomo tertampung dalam Pembela Rakyat. Hal ini mengingat hampir semua pemberitaan media ini memang hanya untuk kepentingan rakyat dan kritis terhadap kebijakan Belanda.
Bung Tomo sangat menyukai perannya sebagai pekerja media. Selain karena ia bisa menyuarakan pendapat dan aspirasinya lewat jurnalistik, ia juga bisa kenal dengan banyak orang.
Advertisement
Perjalanan Karier Jadi Jurnalis
Dengan mengenal banyak orang, ia dapat mengembangkan sayapnya, belajar dari banyak tokoh, serta bertukar pikiran. Ia pun tumbuh menjadi pemuda yang sangat matang kejiwaannya.
Selain memiliki bakat orator, Bung Tomo juga berbakat menjadi jurnalis. Bung Tomo pun terus mengembangkan bakat dan karier jurnalistiknya.
Oleh karena itu, ia mengembangkan kariernya di media lain yang dianggap lebih menantang. Setahun setelah menjadi redaktur mingguan Pembela Rakyat pada 1939, kemudian dia menjadi wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres di Surabaya. Di media ini, kiprah Bung Tomo makin luas. Ia pun melangkah lebih serius ketika bergabung di harian berbahasa Jawa Ekspress.
Bung Tomo pun dituntut untuk bergelut dengan tinta yang akan senantiasa melahirkan pikiran-pikiran yang tak lepas dari semangat perjuangan kemerdekaan. Dunia jurnalistik puka yang mendorong Bung Tomo semakin berani dan gigih untuk berjuang melawan penjajah.
Bung Tomo pun terus berkembang di dunia jurnalistik. Perannya sebagai seorang jurnalis dijalaninya hingga lahir berbagai kegiatan pemberontakan terhadap pemerintah Kolonial Belanda.
Sebelum terjadi perang di bawah asuhan almarhum Anjar Asmara, Bung Tomo ditunjuk menjadi pembantu koresponden di beberapa media di Surabaya dan Majalah Poestaka Timur di Yogyakarta. Semenjak saat itu, ia sering pergi ke lua rkota menjalani aktivitas sebagai jurnalis.
Pada 1942, Bung Tomo kemudian dipercaya menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi kantor berita pendudukan Jepang, Domei. Bung Tomo memegang tugas di bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa TImur.
Bergabungnya dengan redaksi kantor berita pendudukan Jepang, Domei merupakan prestasi tersendiri bagi Bung Tomo. Hal ini karena pada masa itu, sangat sulit untuk menjadi pemimpin kantor berita pendudukan Jepang. Apalagi yang dipilih orang pribumi.
Semangatnya memperjuangkan kemerdekaan dibuktikan dengan kegigihan memberitakan kemerdekaan. Ketika Presiden Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Bung Tomo salah satu di antara sedikit wartawan yang beritakan momentum itu.
Saat itu pemberitaan tentang kemerdekaan ditulis dalam Bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti.
Bung Tomo pun masih berkiprah di jurnalistik setelah proklamasi kemerdekaan. Di masa kemerdekaan didirkan kantor berita nasional dengan nama Indonesia.
Di masa kemerdekaan, didirikan kantor berita nasional denga nama Indonesia. Kemudian kantor berita nasional ini didirikan di masa kemerdekaan. Kantor berita nasional ini dipimpin oleh R.M Bindari, dan Bung Tomo sesuai investasi. Kantor berita ini dipimpin oleh R.M Bintari dan Mashub Sosrojudho, Karier tertingginya di bursa kerja yaitu terutama di bidang jurnalistik dengan memegang jabatan sebagai Pemimpin Redaksi.