Mahasiswa Malang Ciptakan Alat Kejut Listrik Pengawet Ikan

Blue Machine Technology (BMT) merupakan karya kelompok mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya Malang.

oleh Zainul Arifin diperbarui 22 Agu 2015, 11:09 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2015, 11:09 WIB
20150803-Musim Kemarau, Produksi Ikan Asin Meningkat -Jakarta
Sejumlah pekerja saat mengeringkan ikan asin di wilayah kampung nelayan Muara Angke, Jakarta, Senin (3/8/2015). Musim kemarau membuat produksi ikan asin di daerah tersebut meningkat 50 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Malang - Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, berinovasi menghasilkan karya Blue Machine Technology (BMT). Ini adalah alat pengawet ikan tangkapan laut dengan sistem kejut listrik berkekuatan 2.500 volt.

"Ikan bisa lebih tahan lama menggunakan alat BMT ini jika dibanding dengan pengawetan secara tradisional yang hanya mengandalkan balok es saja," kata salah seorang mahasiswa, Dewi Wulandari di Malang, Jumat (21/8/2015).

BMT merupakan karya Dewi bersama Nur Hamidatus Sa'adah, Berliana Restyanova, dan Farouq Syahrondhi Mawalid yang masih semester V. Hasil uji coba yang sudah dilakukan, alat kejut listrik ini disebut mampu membunuh 97,125 persen bakteri penyebab pembusukan ikan. Selain lebih tahan lama, ikan pun tidak bau anyir dan tetap segar.

"Nelayan biasanya butuh 90 balok es untuk mengawetkan ikan. Tapi dengan BMT ini cukup menghabiskan 45 balok es saja sehingga lebih efisien," ucap Dewi.

Bentuk BMT menyerupai tabung memanjang dan diinstalasikan pada mesin diesel kapal nelayan. Energi yang dikeluarkan oleh diesel secara otomatis terhubung dan digunakan oleh BMT itu. Ada sekitar 220 volt dari diesel itu dialirkan untuk BMT yang kemudian dikelola dan dinaikkan menjadi 2.500 volt sebagai alat kejut listrik ikan. Untuk satu kali kejut, hanya membutuhkan waktu sekitar 2,4 detik.

Sehingga, saat nelayan melaut, ikan tangkapannya bisa langsung diawetkan dengan alat tersebut. Jika mengandalkan balok es, ikan hanya mampu bertahan 2 minggu, sementara dengan alat ini ikan bisa diawetkan selama sebulan. Nelayan bahkan bisa mengawetkan hingga 25 kuintal ikan yang mereka dapat dalam sekali melaut.

"Bahan bakar untuk diesel tetap sama, tidak bertambah meski juga dipakai untuk BMT. Alat ini aman terpasang di kapal selama nelayan melaut," papar Dewi.

Alat BMT ini sendiri merupakan hasil penelitian kelompok mahasiswa itu sejak 2013 dan telah menghabiskan biaya sebesar Rp 6 juta. Mereka terus mengembangkan alat in agar lebih mudah dipakai nelayan dan bisa diaplikasikan pada semua jenis ikan. Ke depannya, nelayan diharapkan dapat lebih efisien secara ekonomi jika menggunakan BMT.

"Biaya hanya besar diawalnya saja, tapi kalau terus dipakai maka biaya untuk pengawetan dengan balok es bisa lebih ditekan," terangnya.

Di kawasan pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang, harga es balok sangat mahal. Apalagi dikawasan Sendang Biru juga tak ada cold storage yang berakibat pada kualitas ikan hasil tangkapan nelayan kurang baik. "Sekarang kami masih terus menyempurnakan penelitian BMT ini agar lebih baik lagi," tandas Dewi.

(Zainul Arifin/dhi)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya