News Aggregator Mulai Menggerus Dominasi Twitter

Hadirnya news aggregator sebagai penyedia konten berita dan informasi, membuat orang semakin meninggalkan Twitter.

oleh Iskandar diperbarui 05 Des 2016, 19:30 WIB
Diterbitkan 05 Des 2016, 19:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Lewat internet, setiap orang bisa mengakses semua informasi lewat berbagai laman. Semua orang bahkan bisa membuat berita, berbagi cerita, dan mempublikasikannya di medsos.

Hal ini membuat media sosial (medsos) bertumbuh. Sebut saja Facebook dan Twitter yang muncul sebelum Instagram, Path, Pinterest, dan sebagainya. Twitter semula cukup disukai netizen karena mampu memberikan informasi cepat dan lugas.

Namun dalam perkembangannya, Twitter mulai ditinggalkan penggunanya dan beralih ke Instagram. Di tahun ini, Twitter semakin terpuruk dengan batalnya sejumlah investor antara lain Apple dan Google yang semula berniat membeli media sosial tersebut.

Twitter dianggap stagnan dan lambat dalam mengembangkan fitur-fiturnya. Karakter yang pendek, membuat Warga Twitter (sebutan pengguna Twitter) agak kesulitan mengunggah komentar atau bertutur tentang sebuah kejadian.

Namun, 140 karakter ini juga bisa menjadi hal yang sangat berguna dan viral, manakala berisi informasi penting seperti gempa, potensi tsunami, kebakaran, kecelakaan, dan informasi terkait peristiwa lainnnya. 

Menurut pengamatan aplikasi akses berita, Baca, Senin (5/12/2016), anak muda pun mulai meninggalkan Twitter karena keterbatasan ruang posting dan konten yang kaku. Selain itu, perkembangan zaman menjadikan visualisasi seperti meme dan video klip lebih menyenangkan dan paling dicari.

Hadirnya news aggregator sebagai penyedia konten berita dan informasi di platform Android dan iOS, juga membuat orang semakin meninggalkan Twitter. Sebab, dengan notifikasi dari sejumlah news aggregator seperti Baca, Kurio, UC News, dan Shortir, para pencari informasi cukup mengakses notifikasi tersebut, yang akan membawa ke link media massa pembuat berita.

Tak hanya berita dan berbagai informasi, news aggregator seperti Baca misalnya, menyajikan segala hal yang disukai anak muda, mulai dari video klip musik, film hingga game yang mengedepankan visualisasi dan hiburan.

Popularitas news aggregator dibanding Twitter bahkan kian terdapat jurang yang lebar. Berdasarkan riset di lakukan Baca di Indonesia, selama setengah tahun (Februari-Juni 2016), perusahaan telah mengantongi empat juta pengguna baru, sedangkan Twitter hanya dua juta.

Hal ini dikarenakan Baca memiliki sejumlah keunggulan, seperti bisa mem-block informasi bohong, menyajikan konten yang tepat serta memberikan informasi yang berhubungan dan berguna bagi kehidupan pembaca.

(Isk/Cas)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya