Kemkominfo Bakal Dongkrak PNBP Sektor Penyiaran

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor penyiaran.

oleh Andina Librianty diperbarui 27 Nov 2019, 06:30 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2019, 06:30 WIB
Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo, Geryantika Kurnia
Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo, Geryantika Kurnia. Liputan6.com/Andina Librianty

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor penyiaran. Pemerintah akan mengusulkan agar PNBP peyelenggaraan penyiaran dalam bentuk gross revenue (pendapatan kotor).

Usulan ini termasuk dalam 10 fokus utama masukan Kemkominfo untuk Revisi UU Penyiaran. Diungkapkan Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo, Geryantika Kurnia, PNBP penyiaran masih kecil jika dibandingkan dari sektor telekomunikasi.

"Terus terang penerimaan dari lembaga penyiaran terlalu kecil. Totalnya PNBP frekuensi dan izin penyiaran sekitar Rp 92 miliar. Padahal, pendapatan mereka sekitar Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun," tutur Gery dalam acara Media Gathering di Aston Bogor Hotel & Resort, Bogor, Jawa Barat, Senin malam (25/11/2019).

Jumlah tersebut merupakan total PNBP dari lembaga penyiaran pada tahun lalu. PNBP dari sektor telekomunikasi lebih tinggi dengan hampir Rp 17 triliun.

Menurut Gery, kemungkinan besar angka tersebut tidak akan begitu berubah pada tahun ini. Ia menilai Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) penyiaran masih terlalu kecil dibandingkan telekomunikasi.

"Hampir samalah (PNBP tahun lalu dan 2019). BHP-nya terlalu kecil, dan itu tidak terlalu adil karena yang untung ya untung besar. Sementara itu di seluler sudah ditetapkan persenannya, jadi nanti kami akan tiru BHP-nya telekomunikasi," kata Gery.

Revisi UU Penyiaran

UU Penyiaran merupakan inisiatif DPR, serta menjadi Prolegnas Prioritas 2020. Revisi UU Penyiaran telah menjadi bagian dari Prolegnas dua masa kerja lalu, 2009 - 2014 dan 2014 - 2019, tapi belum juga selesai dibahas.

Dalam rapat kerja Kemkominfo dengan Komisi I DPR pada 5 November 2019, revisi UU ini disepakati kembali menjadi Prolegnas Prioritas. Pemerintah berharap pembahasan soal revisi UU ini cepat selesai.

"Kami inginnya cepat. Saat ini kami tidak tahu apakah draft di Komisi I (DPR) akan diulang dari awal atau dilanjutkan," kata Gery.

Gery menjelaskan, karena UU ini merupakan inisiatif DPR maka pemerintah tidak ikut serta dalam penyusunan draft.  Sebelum disahkan, nantinya pemerintah akan meninjau dan menyampaikan pandangannya melalui Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Kemudian Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan surat presiden (Supres) atas pandangan pemerintah tersebut ke DPR. Setelah itu, kata Gery, DPR bersama pemerintah akan bersama-sama membahasnya.

"Harapan kami, revisi ini sudah selesai pada 2020," sambungnya.

10 Poin Usulan

Kemkominfo memiliki 10 poin sebagai usulan untuk revisi UU penyiaran. Berikut rinciannya:

1. Digitalisasi penyiaran televisi terresterial dan penetapan batas akhir penggunaan teknologi analog (Analog Switched Off)

2. Penguatan LPP TVRI dan LP RRI dengan pembentukan Radio Televisi Republik Indonesia

3. Kewenangan atributif antara pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

4. Penguatan organisasi KPI

5. PNBP penyelenggaraan penyiaran dan kewajiban pelayanan universal dalam bentuk % pendapatan kotor

6. Simplifikasi klasifikasi perizinan jasa penyiaran berdasarkan referensi internasional

7. Penyebarluasan informasi penting dari sumber resmi pemerintah

8. Pemanfaatan emajuan teknologi bidang penyiaran

9. Penyediaan akses penyiaran untuk keperluan khalayak difabel

10. Penyelenggaraan penyiaran dalam keadaan force majeure

(Din/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya