Liputan6.com, Jakarta - Twitter telah menggugat jaksa agung Texas, Ken Paxton atas tindakannya membuka penyelidikan mengenai moderasi konten.
Perusahaan menyebut penyelidikan yang dilakukan Paxton adalah upaya untuk mengintimidasi, melecehkan dan menargetkan Twitter.
Seperti diketahui, penyelidikan itu terkait langkah Twitter memoderasi konten mantan presiden AS Donald Trump di platformnya.
Advertisement
Twitter mengajukan gugatannya di pengadilan federal California, meminta pengadilan untuk menghentikan Paxton dari menuntut "volume dokumen yang sangat rahasia" di sistem moderasi konten Twitter.
Baca Juga
“Twitter berusaha selama beberapa pekan untuk mencapai kesepakatan dengan Paxton yang akan membatasi ruang lingkup permintaan ini, tetapi tidak berhasil,” bunyi keluhannya, seperti dikutip dari The Verge, Rabu (10/3/2021).
Sebagai informasi, Paxton membuka penyelidikan bukan hanya terhadap Twitter, tapi juga Google, Apple, Facebook, dan Amazon pada Januari lalu. Dalam pengumumannya, dia menyebut larangan Trump dari Facebook dan Twitter sebagai tindakan ‘diskriminatif’.
Pihaknya meminta semua file, termasuk email dan komunikasi lainnya, terkait moderasi konten di Twitter.
Hak Amendemen Pertama
Mengutip pernyataan publik Paxton yang mengecam jaringan sosial karena melarang Trump, Twitter menuding penyelidikan ini sebagai taktik untuk menekan perusahaan swasta agar mengizinkan konten yang melanggar aturan mereka.
Twitter mengatakan sedang melaksanakan hak Amendemen Pertama dengan menolak memublikasikan pidato Trump di platformnya. Kemudian, dikatakan bahwa merilis data moderasi internal akan memungkinkan pelaku yang bermaksud buruk dengan ‘merancang konten mereka dengan cermat untuk menghindari pengawasan Twitter’, dengan memanfaatkan informasi rahasia.
“Meskipun Twitter mengupayakan transparansi sebanyak mungkin, secara praktis tidak dapat membuat setiap aspek praktik moderasi kontennya menjadi publik,” tulisnya.
Advertisement