KADIN: Pelaku Industri Ekonomi Digital Sambut Baik RUU PDP Jika Disahkan

Namun, RUU PDP dinilai masih akan menimbulkan tantangan bagi pelaku industri ekonomi digital jika disahkan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 19 Agu 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2022, 13:00 WIB
Antisipasi Kebocoran Data Pribadi, Ini Saran Pakar Siber
Pakar siber ungkap tips mencegah dan mengatasi kebocoran data pribadi. (pexels/pixabay).

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mengatakan bahwa rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) akan disambut baik pelaku industri ekonomi digital.

KADIN juga menilai, meski begitu perlu pengkajian lebih dalam tentang peraturan teknis karena mayoritas pelaku industri, belum memiliki infrastruktur yang memadai.

Andre Soelistyo, Kepala Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital, KADIN mengatakan, aturan perlindungan data pribadi bisa meningkatkan literasi konsumen mengenai privasi dan keamanan ekosistem ekonomi digital, sehingga akan semakin terjaga.

"Adanya standardisasi tata kelola pemrosesan data pribadi melalui UU PDP juga akan menjadi insentif yang baik bagi pengembangan industri ekonomi digital dengan meningkatkan kepercayaan dan keyakinan konsumen serta investor," kata Andre.

Dalam siaran persnya, ditulis Jumat (19/8/2022), Andre juga mengatakan, pemerintah diharapkan bisa terus mengedepankan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, utamanya pelaku usaha.

"Agar privasi ini implementatif dan mendorong keberlanjutan serta laju transformasi digital yang penting bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi," imbuhnya.

Devi Ariyani, Executive Director Indonesia Services Dialogue (ISD) Council mengatakan, RUU PDP disusun dengan niat baik untuk melindungi pemilik data, dan mendorong pengembangan industri pada ekosistem ekonomi digital.

Menurutnya, untuk memastikan tingkat kepatuhan yang baik saat RUU PDP ini disahkan, maka dibutuhkan keterlibatan semua pihak di dalamnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Masih Ada Tantangan Bagi Industri

Ilustrasi sistem pembayaran, e-commerce.
Ilustrasi sistem pembayaran, e-commerce. Kredit: salcapolupa via Pixabay

Meski begitu menurut Devi, kapasitas yang memadai untuk mematuhi UU PDP jika aturan ini disahkan, masih menjadi tantangan tersendiri bagi industri.

ISD Council sendiri bersama Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital KADIN melakukan riset terhadap hampir 65 perusahaan di bidang industri ekonomi digital.

Mereka menemukan, mayoritas perusahaan digital akan terdampak dengan ketentuan dalam aturan PDP, khususnya terkait dengan kewajiban pengendali data pribadi.

Namun, perusahaan masih membutuhkan waktu untuk membangun kesiapan di internal. Dalam riset tersebut, tercatat mayoritas perusahaan digital (81,3 persen) belum memiliki Data Protection Officer (DPO).

Padahal, DPO adalah amanah RUU PDP kepada pengendali data, untuk mengawasi tata kelola pemrosesan data pribadi dalam suatu instansi.

Dalam laporan itu juga ditemukan, 67,2 persen perusahaan merasa belum mampu memenuhi ketentuan jangka waktu pemenuhan hak pemilik data pribadi menurut RUU PDP, apabila menerima volume permohonan yang sangat tinggi dalam satu waktu tertentu.

Maka, perusahaan, khususnya dengan skala menengah atau kecil, berpotensi tidak bisa menerapkannya dengan baik.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Perlu Pertimbangan Potensi Beban Kepatuhan

Ilustrasi Belanja Online
Ilustrasi Belanja Online (Foto: Pixabay.com)

Demi memastikan kepatuhan dari pelaku industri, RUU PDP dinilai perlu ikut mempertimbangkan potensi beban kepatuhan yang akan muncul dari kewajiban-kewajiban yang disebutkan dalam undang-undang.

Hal ini mengingat banyak pelaku usaha tidak memiliki kapasitas yang memadai, karena belum memiliki DPO dan sistem otomasi yang siap pakai. Tentunya diperlukan investasi tambahan dari pelaku usaha, guna memastikan kepatuhan.

Berdasarkan draft RUU yang terakhir dipublikasikan, ada 17 hal yang menjadi kewajiban pegnendali data seperti perusahaan digital atas atas pemenuhan hak dari pemilik data atau subjek data, mulai dari memastikan akurasi hingga penghapusan data.

Salah satu aturan teknis yang akan menjadi tantangan adalah terkait ketentuan pemenuhan hak pemilik data pribadi yang cukup restriktif dari segi waktu.

Devi mengatakan, bila dilihat di berbagai regulasi internasional yang sudah ada, umumnya ketentuan pemenuhan hak ini memiliki jangka waktu yang lebih lama dari aturan di RUU PDP.

"Riset kami juga menunjukkan bahwa pelaku industri berharap, RUU PDP bisa menciptakan aturan yang selaras dengan praktik internasional tersebut,” kata Devi.

 

Peraturan Pelaksanaan

Ilustrasi Presensi Online
Ilustrasi online. (Gambar oleh NeiFo dari Pixabay)

Lebih lanjut, KADIN dan ISD menyebut, peraturan-peraturan teknis terkait perlindungan data pribadi yang akan mengatur standar industri, sebaiknya dituangkan dalam peraturan pelaksanaan oleh otoritas PDP yang akan segera dibentuk.

Menurut Devi, untuk pengaturan yang lebih teknis dapat diatur lebih lanjut pada aturan turunan dari Otoritas PDP dan bukan di tingkat undang-undang.

Ia mengatakan, undang-undang yang bermaksud baik dan sangat penting ini bisa tetap mendukung perkembangan ekonomi digital Indonesia, serta tidak terjebak dengan pengaturan teknis.

Menurutnya, undang-undang sebaiknya mengatur ketentuan yang mengatur norma hukum dan prinsip umum sebagai payung hukum perlindungan data pribadi.

(Dio/Isk)

Infografis Geger Dugaan Kebocoran Data 1,3 Juta Pengguna Aplikasi eHAC. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Geger Dugaan Kebocoran Data 1,3 Juta Pengguna Aplikasi eHAC. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya