Komdigi Siapkan Aturan Ketat dan Sanksi Tegas Demi Perlindungan Anak di Ruang Digital

Komdigi menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama KPAI, HIMPSI, Save the Children, UNICEF, ID-COP, LPAI, akademisi, dan praktisi untuk menyusun aturan perlindungan anak di ruang digital.

oleh Iskandar diperbarui 15 Feb 2025, 14:21 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 14:21 WIB
Komdigi
Komdigi menggelar Focus Group Discussion (FGD) lanjutan bersama berbagai pemangku kepentingan, termasuk KPAI, HIMPSI, Save the Children, UNICEF, ID-COP, LPAI, serta akademisi dan praktisi untuk menyusun regulasi perlindungan nak di ruang digital. Credit: Komdigi... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak Indonesia menghadapi tantangan besar di era digital, di mana kecanduan teknologi dan konten berbahaya menjadi ancaman nyata.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bergerak cepat dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama KPAI, HIMPSI, Save the Children, UNICEF, ID-COP, LPAI, akademisi, dan praktisi.

Fokus utama diskusi adalah aturan usia dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Pelindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (RPP TKPAPSE). Tujuannya adalah melindungi anak dari risiko digital yang kompleks.

Staf Ahli Menteri Komdigi, Molly Prabawaty, menegaskan bahwa regulasi ini bukan sekadar aturan teknis, tetapi juga upaya mencegah dampak negatif digital pada anak.

"Kita tidak bisa hanya mengatur akses tanpa memastikan literasi digital yang memadai," ujar Molly melalui keterangan resminya, Sabtu (15/2/2025).

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menekankan pentingnya pengawasan kolaboratif terhadap regulasi ini. "Keberhasilannya bergantung pada pengawasan yang ketat," katanya.

Pakar pendidikan, Itje Chodijah, mengingatkan agar kebijakan perlindungan anak tidak hanya meniru negara lain, tetapi juga mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya Indonesia.

Ketua Umum HIMPSI, Andik Matulessy, menggarisbawahi bahwa tidak semua fitur digital cocok untuk anak-anak. "Harus ada pembatasan ketat terhadap konten yang berisiko," tegasnya.

Komisioner KPAI, Kawiyan, menekankan pentingnya kontrol identitas di dunia digital. "Penggunaan nama akun sesuai KTP dapat menjadi bentuk pertanggungjawaban anak," ucapnya.

Perwakilan UNICEF, Cahyo, menyoroti bahwa regulasi harus berbasis pada prinsip hak anak. "Kita harus memastikan bahwa keputusan yang kita buat berorientasi pada hak anak," tuturnya.

 

Mekanisme Audit Digital hingga Edukasi

Diskusi ini juga menghasilkan usulan pembentukan mekanisme audit digital, penguatan kapasitas lembaga pengawas, serta edukasi bagi orangtua dan tenaga pendidik.

Ketua LPAI, Seto Mulyadi, mengajak seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam menciptakan ruang digital yang aman dan ramah bagi anak-anak.

Komdigi berkomitmen untuk terus memperkuat tata kelola perlindungan anak di ruang digital melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.

Regulasi yang komprehensif dan implementasi yang efektif diharapkan mampu menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi generasi muda Indonesia.

Komdigi Bersama Google, Meta, TikTok Dkk Susun Regulasi Perlindungan Anak di Ruang Digital

Komdigi menggelar dialog dengan sejumlah Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk Menyusun regulasi tata kelola perlindungan anak di ruang digital. Credit: Komdigi
Komdigi menggelar dialog dengan sejumlah Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk Menyusun regulasi tata kelola perlindungan anak di ruang digital. Credit: Komdigi... Selengkapnya

Sebelumnya, Komdigi menggelar dialog dengan sejumlah Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk Google, YouTube, TikTok, Vidio, Meta, perwakilan industri game, fintech, dan transportasi, serta asosiasi industri digital dan teknologi.

Diskusi ini bertujuan untuk mengumpulkan masukan guna memperkuat penyusunan regulasi tata kelola perlindungan anak di ruang digital.

 Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menekankan pentingnya regulasi yang dapat diterapkan secara nyata.

"Kami ingin memastikan bahwa regulasi ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan perlindungan yang optimal bagi anak-anak. Oleh karena itu, keterlibatan berbagai pihak sangat penting agar kebijakan yang disusun tidak hanya komprehensif, tetapi juga bisa diimplementasikan dengan efektif," ujar Alexander melalui keterangannya, Sabtu (15/2/2025).

Staf Khusus Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Aida Rezalina Azhar, menambahkan bahwa Komdigi berkomitmen menghadirkan kebijakan yang tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga membangun ekosistem digital yang aman dan ramah bagi anak.

"Kami ingin kebijakan ini menjadi pedoman yang bisa diterapkan oleh semua pemangku kepentingan—pemerintah, industri teknologi, hingga masyarakat—sehingga ruang digital yang lebih aman dan inklusif bagi anak bisa terwujud," katanya.

Isu Apa Saja yang Dibahas?

Diskusi mencakup berbagai isu strategis, termasuk batas usia minimum bagi anak untuk membuat akun dan mengakses platform digital secara mandiri, klasifikasi layanan digital berdasarkan tingkat risikonya, mekanisme verifikasi usia pengguna, serta penerapan fitur yang lebih ramah anak.

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Yasmine Meylia, menyoroti bagaimana sektor fintech telah menerapkan pembatasan usia melalui regulasi yang mewajibkan kepemilikan KTP.

"Dalam fintech, batas usia sudah diatur melalui syarat kepemilikan KTP, yang mensyaratkan usia minimal 17 tahun. Artinya anak-anak atau individu di bawah 17 tahun telah dilindungi dari pinjaman daring," ia menjelaskan.

Infografis Siap-Siap Komdigi Akan Batasi Usia Anak Bikin Akun Medsos

Infografis Siap-Siap Komdigi Akan Batasi Usia Anak Bikin Akun Medsos
Infografis Siap-Siap Komdigi Akan Batasi Usia Anak Bikin Akun Medsos. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya