Royalti Freeport Hanya 1%, Jero Wacik Sebut Soeharto Terdesak

Freeport sudah menunjukan iktikad baik dengan menaikan royalti menjadi 3,75 persen.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Jul 2014, 18:20 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2014, 18:20 WIB
Buka Ekspor Freeport, Mendag Tunggu Restu 2 Instansi
Bila restu kedua instansi tersebut, Mendag mengaku bisa dengan cepat menerbitkan SPE yang kini menggunakan sistem elektronik.

Liputan6.com, Jakarta - Pembagian royalti dari tambang tembaga, emas dan perak di Grasberg, Papua, dari PT Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia yang hanya sebesar 1 persen dikarenakan pemberi keputusan saat itu sedang dalam keadaan terdesak.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapat, di awal kepemimpinan Presiden Soeharto atau di periode tahun 60-an tidak ada investor asing yang mau berinvestasi ke Indonesia.

"Kalau soal Freeport dia kasih 1 persen di 1967. Katanya Pak Harto baru berkuasa dan tidak ada orang yang mau investasi di Indonesia. Tidak ada yang mau karena serem," kata Jero, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/7/2014).

Jero menambahkan, untuk menarik investor, pemerintah saat itu terpaksa bersepakat dengan menerima pembagian royalti yang kecil. "Akhirnya ada yang berhasil di lobi, Freeport dan Inco. Tapi begini aturannya 1 persen saja," ungkapnya.

Namun menurut Jero saat ini sudah ada perbaikan pembagian royalti. Untuk tambang emas baru ia mematok di atas 10 persen, sedangkan Freeport sudah menunjukan iktikad baik dengan menaikan royalti menjadi 3,75 persen.

Tetapi memang, untuk kenaikan tersebut sampai saat ini pemerintah belum menerima dan terus melakukan renegosiasi.

"Sama kaya di DPR, royalti Freeport. Dulukan satu persen, sekarang kalau ada tambang emas baru kalau ada kontrak baru mungkin kami akan minta 10 persen. Sekarang mereka mau geser mau dia 3,75 persen, ini belum selesai," pungkasnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya