Vonis Gagal Bayar Argentina Tak Bahayakan RI

Pemerintah harus mampu menjaga level utang Indonesia di tingkat aman yakni di bawah 60 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Agu 2014, 08:03 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2014, 08:03 WIB
Ekonomi Argentina
Ekonomi Argentina

Liputan6.com, Jakarta - Putusan gagal bayar (default) Argentina dari Pengadilan Amerika Serikat (AS) mendapat sorotan dari Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Andry Asmoro. Ia menyatakan, vonis tersebut tak akan membahayakan Indonesia.

Menurutnya, default Argentina memungkinkan terjadinya risiko kenaikan Credit Default Swap (CDS) di negara-negara berkembang. Namun tidak sampai berimbas pada penarikan dana dari investor (capital ouflow).

"Saya perkirakan kenaikannya (CDS) tidak besar. Sedangkan pengaruh ke capital outflow lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen di negara-negara maju terutama AS," kata Andry kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (7/8/2014).

Sambungnya, gagal bayar bunga utang tersebut belum memberikan dampak signifikan terhadap Indonesia terutama terhadap utang pemerintah. Sebab, dia menilai, rasio utang negara ini masih dalam batas wajar.

"Saya rasa tidak membahayakan karena rasio-rasio utang Indonesia masih sangat baik, jauh di bawah batas International Moneter Fund (IMF) sebesar 60 persen. Investor pun melihat beban utang Indonesia masih aman," sebut Andry.

Dia mengaku, sejauh ini Indonesia belum mengalami kondisi yang sama seperti Argentina, yakni divonis default. Namun keadaan terparah pernah dialami bangsa ini ketika krisis ekonomi besar melanda dunia.

"Kita tidak pernah (default), tapi paling parah pas zaman krisis 1998 di mana peringkat utang kita di downgrade hampir rating default. Selebihnya rasio utang kita terus turun," terangnya.

Andry meminta kepada pemerintah selalu mengantisipasi kemungkinan gagal bayar utang seperti Argentina. Caranya, dia menyarankan, pemerintah harus mampu menjaga level utang Indonesia di tingkat aman yakni di bawah 60 persen.

"Selain itu juga selalu menjaga keseimbangan utang dari sisi tenor dan mata uang. Dan lebih penting memanfaatkan utang untuk belanja yang produktif seperti infrastruktur dan belanja modal," pungkas dia. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya