Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar mata uang di Asia melemah dalam dua pekan terakhir menghadapi kemungkinan kenaikkan suku bunga AS pada akhir tahun ini. Pelemahan tersebut juga terjadi pada rupiah. Bahkan selama sepekan terakhir, rupiah tak bisa keluar dari kisaran 13.200 per dolar AS.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Jumat (29/5/2015) mencatat nilai tukar rupiah kembali melemah tipis ke level 13.211 per dolar AS. Tak berbeda jauh dari level 13.205 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.
Sementara, data valuta asing Bloomberg, juta menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level 13.221 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:10 waktu Jakarta. Rupiah sempat dibuka menguat di level 13.203 per dolar AS namun kemudian tertekan.
Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tercatat berkutat di kisaran 13.198 per dolar AS hingga 13.221 per dolar AS.
Melansir laman Reuters, rupiah tercatat melemah ke level tertinggi sejak pertengahan Maret lantaran didorong permintaan dolar dari perusahaan. permintaan dolar AS mengalami peningkatan cukup besar karena adanya dua faktor. Pertama adanya repatriasi dividen dan yang kedua adanya beberapa surat utang dengan denominasi dolar AS yang jatuh tempo.
Selain itu ada juga kekhawatiran dari para investor atau pelaku pasar dengan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen.
(BI) mengoreksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 menjadi 5,1 persen. Level tersebut lebih rendah dari proyeksi pemerintah yang memasang angka 5,4 persen pada Kamis (28/5/2015) kemarin.
Ke depan, kemungkinan defisit transaksi berjalan yang semakin kronis juga dapat memicu prediksi pelemahan rupiah lebih lanjut Kebanyakan analis pesimistis mata uang Asia akan menguat dalam waktu dekat dan menuding The Fed sebagai pemicu pelemahan yang terjadi.
Pekan lalu, Gubernur The Fed Janet Yellen mengatakan, suku bunga akan naik tahun ini tapi agenda pengetatan kebijakan tersebut akan sangat bergantung pada data ekonomi AS. (Sis/Gdn)