Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai akan membebani kinerja emiten hingga akhir semester I 2015. Hal ini juga berdampak terhadap kinerja pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Untuk diketahui, sejak awal tahun hingga perdagangan kemarin (year to date/ytd), nilai tukar rupiah telah melemah 5,38 persen menjadi 13.220 per dolar AS pada Rabu 27 Mei 2015 dari awal tahun di kisaran 12.545 per dolar AS berdasarkan kurs valuta asing Bloomberg.
Baca Juga
Sejumlah analis menilai, tekanan rupiah ini akan berdampak terhadap kinerja emiten. Nilai tukar rupiah melemah akan menimbulkan potensi rugi kurs dan tambah biaya produksi.
Advertisement
"Pelemahan rupiah tentu berdampak negatif pada kinerja emiten terutama pada peningkatan biaya bahan baku dan potensi selisih kurs," kata Reza saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (28/5/2015).
Reza mengatakan, bila nilai tukar rupiah tidak ada perbaikan memang akan menjadi beban bagi emiten hingga kuartal II 2015. Hal senada dikatakan Analis PT First Asia Capital Tbk, David Sutyanto. Pelemahan rupiah yang terjadi akan menurunkan kinerja emiten akibat selisih kurs. David meramal, rupiah akan bergerak di kisaran 13.500 hingga akhir tahun 2015.
Kinerja emiten menurun karena rupiah pun diprediksikan berdampak terhadap pertumbuhan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Secara ytd, IHSG hanya tumbuh 0,51 persen ke level 5.253,39 pada penutupan perdagangan saham Rabu 27 Mei 2015. Penguatan IHSG ini ditopang dari sejumlah sektor saham seperti sektor saham perdagangan, jasa dan investasi tumbuh 8,13 persen, sektor saham barang konsumen naik 7,85 persen menjadi 2.348,80, dan sektor keuangan naik 4,79 persen.
IHSG sempat menguat ke level 5.313,21 saat lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's menaikkan prospek utang Indonesia dari stabil menjadi positif pada 21 Mei 2015. Akan tetapi, sentimen positif itu hanya sementara.
Kepala Riset PT Bahana Securities, Harry Su mengatakan, masih terlalu banyak sentimen negatif yang membayangi IHSG. Sentimen negatif tersebut mulai dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), kucuran dana pemerintah yang lambat, dan kepastian kenaikan suku bunga bank sentral AS/The Federal Reserve. Melihat kondisi itu, Harry menuturkan target IHSG dari 5.900 menjadi 5.650 pada 2015. (Ahm/)