Ini Jurus Menkeu Redam Gejolak Rupiah

Sentimen yang akan menguntungkan penguatan dolar AS akan berlangsung selama terjadi kenaikan tingkat bunga di AS.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Jun 2015, 14:20 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2015, 14:20 WIB
Ilustrasi Nilai Rupiah Turun
Ilustrasi Nilai Rupiah Turun

Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate) menimbulkan spekulasi yang memicu penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini pun mengakibatkan pelemahan nilai tukar semua mata uang di dunia terhadap dolar AS yang diprediksi masih akan berlangsung hingga ada kepastian kebijakan Bank Sentral AS.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, sentimen yang akan menguntungkan penguatan dolar AS akan berlangsung selama terjadi kenaikan tingkat bunga di AS.

Kebijakan ini akan menarik dolar AS masuk kembali ke sistem keuangan negara tersebut. Itu berarti arus modal keluar bagi negara lain.

"Sampai saat ini belum ada kenaikan tingkat bunga itu. Spekulasinya dilakukan pada pertengahan semester II ini atau ada yang menganggap baru akan dilakukan pada tahun depan," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (18/6/2015) malam.

Bambang memperkirakan, nilai tukar rupiah masih akan tertekan hingga dua tahun ke depan. Namun demikian, dia mengaku pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tidak hanya berpangku tangan menghadapi penyesuaian suku bunga acuan The Fed yang menyebabkan arus modal masuk ke AS dan menenggelamkan mata uang lain.

Pemerintah, dijelaskan dia, akan menjaga dan memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia supaya depresiasi rupiah jauh lebih kecil dibanding mata uang negara lain.

Upaya pemerintah yang pertama, kata Bambang, menyusutkan defisit di neraca transaksi berjalan. Realisasi defisit transaksi berjalan di akhir tahun lalu mencapai 2,9 persen. Dan pemerintah menargetkan penyempitan defisit ke level 2,5 persen di tahun ini. "Ini akan sangat membantu penguatan rupiah," ujarnya.

Kedua, lanjut dia, menjaga inflasi dikisaran 4 persen sampai 5 persen pada akhir 2015. Inflasi yang rendah, kata Bambang, dapat memberikan sentimen positif dan memperkuat kurs rupiah. Dan langkah ketiga, mengendalikan defisit anggaran pada level aman sebesar 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Jika ketiga indikator ini dijaga, maka ada sentimen positif di dalam negeri yang bisa mengimbangi sentimen negatif apapun dari global terutama karena penguatan dolar AS terhadap semua mata uang," cetus Eks Wakil Menteri Keuangan itu.   

Sejauh ini, Bambang mengaku, pemerintah telah melakukan berbagai hal untuk mengendalikan jatuhnya kurs rupiah. Pertama, menambah porsi biodiesel dari 10 persen menjadi 15 persen sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dan diesel. Termasuk membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Pengelolaan Dana Sawit dengan tugas memberi dukungan terhadap peningkatan penggunaan biodiesel.

Kedua, sambung dia, menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengurangi repatriasi dari laba milik perusahaan asing berupa pemberian insentif pajak. Bahkan Bambang menuturkan sudah ada beberapa pelaku usaha yang mengajukan permohonan insentif tersebut.

"Ketiga, memperkuat sektor pariwisata Indonesia dengan menambah jumlah kunjungan wisatawan asing. Mereka kan bawa dolar AS ke sistem keuangan Indonesia, makanya kita bebaskan visa dari 15 negara menjadi 45 negara supaya memberi peluang meningkatnya inflow ke Indonesia," tukas Bambang. (Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya